MUTIARA AL-QUR’AN
Ayat 1-2: Keotentikan Al-Qur’an dari Allah swt.
Ayat 1, karena hanya Allahlah hanya yang mengetahui
maknanya, mendorong manusia untuk mengikuti dan mendalami apa pesan Allah pada
ayat-ayat berikutnya. Pesan itu adalah (ayat 2) bahwa Al-Qur’an itu turun
bertahap yang berasal dari Tuhan yang Maha mencipta dan Maha Mengelola alam
ini. Allah dengan demikian Mahakuasa, termasuk dalam menurunkan firman-Nya
kepada Rasul-Nya. Karena itu imanilah.
Ayat 3: Tuduhan terhadap Al-Qur’an dan Bantahan
terhadapnya
Allah bertanya, “Apakah mereka menuduh Al-Qur’an itu
diada-adakan oleh Nabi-Nya?” Tuduhan itu tidak layak sama sekali dikemukakan,
karena ia kebenaran sejati “dari Tuhan-Mu, ya Muhammad,” menyapa Nabi-Nya untuk
membelanya. Bukti bahwa Kitab itu kebenaran sejati, ia dijadikan bahan
peringatan olehnya bagi kaumnya, bangsa Arab, yang sebelumnya belum pernah
kedatangan seorang pemberi peringatan pun. Diharapkan Kitab itru dapat menjadi
petunjuk bagi mereka dan dari sana menunjuki seluruh alam.
Ayat 4-9: Penguatan Bantahan dengan Mengemukakan
Bukti-bukti Kekuasaan Allah
Allah yang menurunkan Al-Qur’an itu adalah Tuhan yang telah
menciptakan langit dan bumi beserta kosmos yang mengantarainya (ayat 4).
“Langit” adalah alam semesta (universe). Sebagaimana diketahui alam
semesta itu berisi 1011 (100M) galaksi, dan satu galaksi berisi 1011
tatasurya, dan 1 tatasurya berisi 8 planet, dan 1 planet memiliki 1
sampai 12 satelit (bulan). Dan alam semesta itu sendiri bukanlah hanya satu,
tetapi banyak sekali (dalam Al-Qur’an disebut “tujuh” yang dapat berarti “tak
terhingga”).
Selesai menciptakan, Ia duduk di singgasana-Nya. Maka
mulailah Ia mengatur alam-alam itu. Kemampuan pengaturan itu begitu cepatnya
dimana satu hari dilukiskan sama dengan seribu tahun dalam hitungan manusia
(ayat 5). Pengaturan itu dilakukan oleh petugas-petugasnya yaitu para malaikat.
Allah tahu baik yang tak terindera, seperti para malaikat itu dan kerja mereka
sebagai pelaksana pengaturan, dan alam yang nyata sebagai yang diatur (ayat 6).
Bukti lain kuasa Allah adalah penciptaan segala sesuatu
secara sempurna, termasuk penciptaan manusia (ayat 7). Penciptaan manusia
dijelaskan secara khusus, sekali lagi untuk menunjukkan kuasa-Nya, yaitu Ia
menciptakannya dari tanah mengandung air (thin). Itu adalah Adam.
Selanjutnya anak cucunya diciptakan-Nya dari saripati tanah itu (sperma dan
ovum) (ayat 8). Allah kemudian memberi manusia itu pendengaran, penglihatan,
dan hati, yang membuatnya menjadi makhluk istimewa. Menjadi makhluk istimewa,
yang diberi tanggung jawab sebagai khalifah dengan kebebasan memilah dan
memilih, manusia itu seharusnya bersyukur kepada-Nya sebagai Pemberi, tidak
malah membangkang kepada-Nya, di antaranya dengan menuduhkan yang bukan-bukan
kepada Kitab Suci-Nya itu (ayat 9).
Ayaat 10-14: Keingkaran berikutnya dari Orang-orang kafir
Makkah dan Bantahan terhadapnya
Keingkaran itu tertuju kepada hidup sesudah mati. Mereka
memustahilkan kemungkinan hidupnya manusia kembali setelah hilang menjadi
tanah. Pernyataan itu langsung dijawab, bahwa sebenarnya mereka sadar telah
bergelimang dosa lalu ingin menghindari pertanggungjawabannya di hadapan Allah
(ayat 10). Allah menegaskan bahwa siapa saja akan dicabut nyawanya oleh
malaikat maut, kemudian dihidupkan kembali, lalu dihadapkan kepada Allah untuk
mempertanggungjawabkan semua perbuatannya (ayat 11).
Allah kemudian menyapa Nabi-Nya, Muhammad saw., untuk
dirasakan lebih menyakitkan bagi orang-orang kafir, bahwa orang-orang kafir itu
nanti di akhirat akan menyesal lalu menundukkan kepala dan mengakui bahwa azab
yang diancamkan kepada orang kafir, dan surga bagi orang beriman, itu benar
adanya. Mereka pun menyatakan iman mereka dan mohon dapat dikembalikan sebentar
saja ke dunia untuk bisa berbuat baik (ayat 12). Namun Allah menyatakan bahwa
hal itu tidak mungkin dilakukan. Kesempatan untuk beriman dan berbuat baik
sudah diberikan cukup sekali di dunia. Ia bisa membuat manusia beriman
semuanya, tetapi Ia tidak mau melakukan demikian, Titah-Nya adalah memberi
manusia kebebasan memilah dan memilih, dan berdasarkan pilihannya itulah Allah
membalasinya. Mereka yang memilih dosa pasti dijebloskan ke dalam neraka
Jahannam (ayat 13). Itulah akibat tidak mengakui kehidupan akhirat itu (ayat
14).
Ayat 15-17: Keberuntungan Orang yang Beriman
Sebaliknya mereka yang beriman mengakui sepenuhnya
Al-Qur’an. Begitu yakinnya mereka sehingga mereka tersungkur sujud ketika
ayat-ayat dibacakan (ayat 15, sunat sujud tilawah). Mereka mengurangi
tidur dan banyak salat malam (tahajjud), berdoa, dan menelaah ayat-ayatnya.
Siang hari mereka giat mencari rezeki dan menolong sesama (ayat 16). Maka balasan
yang akan diberikan Allah adalah sesuatu yang luar biasa yang terbayangkan saja
waktu di dunia tidak pernah (ayat 17).
Ayat 18-22: Perbandingan Orang yang Beriman dan Orang
yang Fasik
Mereka tidak sama (ayat 18). Yang beriman akan masuk surga,
itu adalah balasan perbuatan baik mereka (ayat 19). Yang fasik (tahu kebenaran
tetapi dengan tegarnya melanggarnya) akan masuk neraka, itu adalah konsekuensi
logis pengingkaran mereka terhadap segala yang disampaikan kepada mereka
mengenai akhirat. Begitu dahsyat azab itu sehingga mereka selalu berusaha untuk
keluar. Tetapi usaha itu tidak pernah berhasil, karena setiap mereka berusaha
keluar, mereka dikembalikan lagi ke dalamnya (ayat 20). begitulah dahsyatnya
azab akhirat. Sebelumnya mereka sudah diperingatkan dengan berbagai siksa
dunia, yang merupakan azab kecil, dengan harapan mereka sadar, tetapi mereka
tidak sadar-sadar juga (21). Mereka yang menolak kebenaran ayat-ayat Allah
adalah manusia-manusia pedosa terberat (ayat 22).
Ayat 23-25: Persambungan Misi Nabi Muhammad dengan Misi
Nabi Musa
Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad bukanlah
karang-karangan beliau, tetapi adalah wahyu Allah. Ajaran yang dibawanya adalah
sambungan dari ajaran yang dibawa Nabi Musa. Bila Taurat adalah bimbingan bagi
Bani Israil, Al-Qur’an adalah bimbingan bagi kaum Quraisy (ayat 23). Bila
sebagian Bani Israil menolak ajaran yang dibawa Nabi Musa, kaum Quraisy
hendaknya jangan bersikap demikian. Bila sebagian pemuka Bani Israil menerima
Taurat, seluruh pemuka Quraisy diharapkan menerima Al-Qur’an (ayat 24). Nanti
di hari akhirat mereka yang iman dan mereka yang kafir pasti dipisahkan tempat
mereka. Karena itu nasib malang akan dirasakan orang menolak kebenaran, dan
kebahagiaan akan diperoleh orang menerima kebenaran (ayat 25).
Ayat 26-27: Jadikanlah Alam Terkembang dan Alam Rohani
sebagai Guru
Peristiwa masa lampau (sejarah) hendaknya dapat menjadi
pelajaran bagi manusia untuk beriman. Hal itu berbentuk kehancuran yang dialami
bangsa-bangsa terdahulu yang hanya meninggaalkan nama dan puing-puing peradaban
mereka yang sudah tinggi itu (ayat 26). Juga seharusnya dapat menjadi pelajaran
bagi manusia peristiwa-peristiwa alam, di antaranya hujan yang dapat membuat
tanah yang mati menjadi subur (ayat 27). Pelajarannya adalah bahwa manusia yang
sudah mati tidak mustahil bagi Allah menghidupkannya kembali, mungkin dengan
meyiraminya dengan “air kehidupan”. Manusia jangan mengikuti sebagian kaum
Quraisy yang berhati majal (tumpul) itu.
Ayat 28-30: Menyikapi yang Berhati Majal
Mereka yang sudah tak ada harapan lagi tidak menjadi sadar
dengan pewristiwa-peristiwa sejarah dan alam itu. Mereka bahkan menantang kapan
umat Islam itu menang, atau kapan kematian, atau kapan hari kiamat itu (ayat
28). Allah tidak menjawab pembangkangan mereka, tetapi menasehati agar segera
beriman, karena kalau semua peristiwa itu datang, keimanan itu tidak akan
diterima (ayat 29). Allah pun meminta Nabi-Nya, Muhammad saw., agar tidak
menolerir pembangkangan itu. Cukuplah sudah upaya yang dilakukan, tinggallah
sekarang menunggu saat yang dijanjikan dimana yang beriman akaan menerima
imbalan kebaikannya dan yang kafir akan merasakan ganjaran kejahatannya (30).
Sebelum terlambat, sebagai tema pokok Surah ini, Imanilah
Al-Qur’an dan laksanakanlah ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya, agar
selamat baik di dunia maupun di akhirat. Semoga!
Referensi:
Ibn Katsir. Tafsir Ibn Katsir.
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera
Hati.
Yusuf Ali, ‘Abdullah. 1993. Qur’an, Terjemahan dan
Tafsirnya. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Ciputat, 18 Januari 2013
Salman Harun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar