Rabu, 18 Maret 2009

ISLAM, AGAMA-AGAMA, DAN TOLERANSI

ISLAM, AGAMA-AGAMA, DAN TOLERANSI
Oleh
Prof. Dr. H. Salman Harun

Rasulullah Muhammad saw. bersabda:

الإسْلامُ اَنْ تَشْهَدَ أنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَأنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمَ الصلاةَ و تُؤْتِيَ الزكاةَ, و تَصُوْمَ رَمَضانَ, و تَحُجَّ البَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إلَيْهِ سَبِيْلاً (رواه مسلم عن عمر رضي الله عنه)
“Islam adalah bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa Ramadan, dan berhaji ke Baitullah bila mampu.”


Hadis itu menyampaikan sebuah definisi formal tentang Islam, bahwa Islam terdiri lima pilar, yaitu syahadat, salat, zakat, puasa, dan haji. Dari dari hadis itu dipahami bahwa Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah Islam hanya agama yang dibawa Nabi Muhammad itu? Apakah nama agama yang dibawa oleh nabi-nabi yang lain? Persoalan itu muncul dari hadis itu. Karena itu jawabannya perlu dicari tidak lagi dari hadis tetapi dari Al-Qur’an. Ternyata Al-Qur’an memberikan jawaban, yang akan dikemukakan di bawah, bahwa para nabi/rasul adalah “muslim”. "Muslim" adalah bentuk kata benda pelaku (ism fa’il) dari aslama ‘beragama Islam’. Mereka dengan demikian beragama Islam dan menyeru umat untuk beragama Islam. Dengan demikian Islam tidak hanya agama yang dibawa Nabi Muhammad, tetapi juga agama yang dibawa oleh para nabi/rasul sebelumnya.
Rasul pertama setelah Nabi Adam yang diperintahkan berdakwah untuk seluruh umat manusia pada masanya adalah Nabi Nuh. Pengakuan sebagai seorang muslim sudah dinyatakan oleh rasul pertama ini. Allah berfirman mengutip sebagian ucapan dakwah Nabi itu kepada umatnya dalam Surah Yunus/10:72:
                 
"Jika kalian berpaling, maka saya tidak meminta upah apa pun, upah saya hanyalah dari Allah belaka, dan saya disuruh supaya termasuk orang-orang yang Muslim."

Nabi Nuh dalam ayat itu menyatakan kepada kaumnya bahwa ia tidak minta upah dari mereka atas pekerjaannya menyeru mereka ke jalan yang benar. Upahnya hanya ia harapkan dari Allah swt. Oleh karena itu ia tidak punya kepentingan pribadi atas upayanya itu. Kepentingannya semata-mata hanya agar mereka beriman dan menjadi orang-orang baik. Oleh karena itu seharusnya tidak ada alasan bagi mereka untuk menolak seruannya itu. Kemudian ia menyatakan bahwa ia diperintahkan oleh Allah untuk menjadi seorang muslim, yaitu berserah diri kepada-Nya, lalu mengimani-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya. Mereka pun seharusnya demikian pula. Muslim adalah penganut agama Islam, dengan demikian agama Nabi Nuh dan agama yang diserukannya adalah Islam.
Di zamannya terjadi banjir besar yang melanda dunia. Bagaimana besarnya banjir itu dilukiskan dalam Surah Hud/11:43 bahwa anak Nabi Nuh yang mencari keselamatan dengan naik ke atas gunung tidak selamat, karena gunung itu pun tenggelam oleh banjir itu (bandingkan dengan sunami di Aceh, walaupun luar biasa besarnya, tetapi tidak sampai menenggelamkan gunung). Banjir besar itu menenggelamkan semua orang kafir. Yang hidup hanya mereka yang beriman, yaitu mereka yang naik ke atas kapal Nabi Nuh.
Mereka yang beriman itu kemudian membangun peradaban di daerah Hadralmaut, Yaman. Bangsa yang membangun peradaban pertama setelah Nabi Nuh ini bernama bangsa ‚Ad, yang sudah mampu membangun bangunan-bangunan bertingkat yang megah untuk ukuran pada masa itu. Tetapi kemudian mereka engkar, lalu Allah mengirim seorang rasul bernama Hud. Yang diserukan Nabi Hud persis sama dengan yang diserukan Nabi Nuh, yaitu „Sembahlah Allah, tiada Tuhan bagi kalian selain Dia.“ (Surah al-A’raf/7:59,65). Dengan demikian yang diserukan oleh Nabi Hud juga agama Islam. Ketika mereka tetap membangkang, mereka dihancurkan dengan semacam angin tornado yang mengangkat tubuh-tubuh besar mereka itu ke atas dan menjatuhkannya. Bagaimana tingginya tubuh-tubuh mereka terangkat dilukiskan oleh Al-Qur’an bahwa tubuh-tubuh itu ketika dijatuhkan oleh tornado itu terpisah dari kepala sehingga bagaikan tunggul-tunggul pohon kurma yang bergelimpangan (baca Surah al-Haqqah/69:6-7)
Setelah bangsa ‚Ad muncul peradaban di Hejaz, Saudi Arabiya, dari bangsa bernama Samud. Ketinggian peradaban mereka ditunjukkan oleh kemampuan mereka membangun rumah-rumah tinggal bagaikan istana yang mereka diami di musim dingin dan rumah-rumah peristirahatan yang mereka bangun dengan menakik gunung-gunung batu, serta kemampuan mereka membuat barang-barang seni yang begitu tinggi mutunya sehinga terlihat seakan-akan hidup. Mereka pun kemudian membangkang. Allah mengutus Nabi Shaleh. Mukjizat yang diberikan kepadanya bukan hanya patung unta yang tidak hanya terlihat seperti hidup, tetapi betul-betul menjelma menjadi unta hidup dari sebuah batu. Yang diserukan Nabi Shaleh juga sama yang diserukan Nabi Nuh dan Nabi Hud, yaitu „Sembahlah Allah, tiada Tuhan bagi kalian selain Dia.“ (Surah al-A’raf/7:73). Dengan demikian yang diserukan oleh Nabi Hud juga agama Islam.
Agama monoteisme kemudian diserukan oleh Nabi Ibrahim. Pada zaman Nabi Ibrahim, raja dan masyarakat menyembah berhala, tetapi Nabi Ibrahim berhasil memperoleh keimanannya kepada Allah melalui cara yang sangat tipikal. Kisahnya mencari Tuhan dapat kita simak dalam S. al-An’am/6:74-79, dimana pencariannya itu diawali sentuhan ilahiyah. Allah berfirman:
        
"Dan demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi dan supaya ia termasuk orang yang yakin."

Sentuhan ilahiyah dalam ayat itu adalah bahwa Allah sengaja membimbingnya dengan memperlihatkan kepadanya kerajaan alam ini. Kesadaran ketuhanannya terungkit oleh munculnya benda-benda angkasa itu yang kemudian disambut oleh sensitivitasnya terhadap lingkungannya. Ia menyadari pengaruh benda-benda angkasa itu terhadap lingkungannya, karena benda-benda angkasa itulah satu-satunya yang berkuasa dengan cahayanya ketika lingkungannya gelap gulita. Ia mula-mula keliru dengan menyangka bahwa benda-benda angkasa itu adalah Tuhan. Tetapi ia kemudian mempertajam rationya, bahwa sesuatu yang lenyap tidak mungkin adalah Tuhan. Akhirnya ia sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan adalah pencipta semuanya itu, dan karena itu ia berikrar:
            
“Saya menghadapkan mukaku kepada yang menciptakan langit dan bumi, aku sucikan diriku, dan aku tidaklah akan menjadi orang musyrik.” (Surah al-An’am/6:79).

Dalam ayat ini ia menyebut dirinya seorang hanif, yaitu seorang yang menganut paham tauhid, bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Paham ini adalah akidah Islam yang sudah diajarkan terlebih dahulu kepada Nabi Nuh. Dengan demikian Nabi Ibrahim adalah pelanjut agama Islam yang telah diturunkan kepada Nabi Nuh, kemudian kepada Nabi Hud dan Nabi Shaleh tsb.
Dari kisah Nabi Ibrahim mencari Tuhan itu dipahami bahwa pengalamannya mencari Tuhan berdasarkan tiga komponen sekaligus, yaitu sentuhan ilahiyah ketika Allah memperlihatkan alam semesta kepadanya, pengalaman empiris ketika ia mengamati alam sekitarnya, dan kekuatan rasionya ketika ia mencerna fakta-fakta alam empiris itu. Berdasarkan tiga komponen itu dapatlah dilihat bagaimana kokohnya tauhid yang dimilikinya di tengah-tengah kepercayaan syirik yang dianut oleh masyarakatnya pada waktu itu. Karena itulah ia dipandang sebagai bapak agama tauhid. Ketauhidan yang dimiliki Nabi Ibrahim itulah yang dilegitimasi oleh Allah dan dijadikan-Nya tolok ukur iman umat manusia selanjutnya.
Bahwa ketauhidan yang ditemukan Nabi Ibrahim dijadikan tolok ukur dipahami dari firman Allah Surah al-Baqarah/2:135:
  •              
"Dan mereka berkata, "Jadilah kalian penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kalian mendapat petunjuk!" Katakanlah, "Tidak! Melainkan agama Ibrahim yang lurus. dan ia bukanlah termasuk orang yang musyrik."

Ajakan untuk menjadi Yahudi atau Nasrani itu diserukan oleh Ahlul Kitab kepada umat Nabi Muhammad. Nabi Muhamad diminta oleh Allah untuk menjawab bahwa yang harus diikuti adalah millah Ibrahim. Millah adalah sistem akidah (berbeda dengan din sebagai suatu sistem kehidupan yang lengkap). Demikianlah sistem akidah yang diajarkan Nabi Ibrahim, yaitu tauhid, tidak memandang Allah mempunyai sekutu dalam bentuk apa pun, seperti seorang anak, dsb.
Mengapakah kedudukan Nabi Ibrahim begitu diistimewakan Allah? Sebabnya adalah kesucian jiwanya sehingga dapat menemukan Tuhan dengan ketiga aspek kemanusiannya itu, sebagaimana sudah diterangkan. Sebab lainnya adalah, sebagaimana ditemukan dalam Al-Qur'an, kepatuhannya yang luar biasa di antaranya berkenaan dengan dua hal:
Pertama adalah ujian Allah kepadanya yang dapat diselesaikannya dengan sempurna. Allah berfirman dalam Surah al-Baqarah/2:124:
           ••           
“Ingatlah ketika Ibrahim diiuji oleh Tuhannya dengan beberapa perintah, lalu ia mengerjakannya dengan sempurna. (Allah) berfirman, “Saya menjadikanmu imam bagi manusia.” Ia berkata, “Juga anak-anak cucuku? (Allah) berfirman, “Janji-Ku tidak menyentuh orang-orang zalim.”

Ibnu ‘Abbas menyatakan bahwa ujian itu berupa kewajiban membersihkan jasmani yang meliputi sepuluh macam, lima terdapat di kepala dan lima terdapat di badan. Lima yang terdapat di kepala adalah menggosok gigi, kumur-kumur, membersihkan lobang hidung (dengan menghirup air dan membesitkannya ke luar), mencukur kumis, dan bercukur rambut. Lima yang terdapat di badan adalah mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, berkhitan, menggunting kuku, dan cebok (dengan air) (Ibn Katisr, I:115). Sepuluh macam ujian itu sudah dilaksanakan dengan tuntas oleh Nabi Ibrahim. Kita dapat membayangkan bagaimana sulitnya Ibrahim menyelesaikan kesepuluh bentuk ujian yang oleh Nabi Muhammad disebut sebagai kewajiban alami (fitri) itu, tetapi Ibrahim melaksanakannya dengan sempurna. Hal itu mengingat bahwa pada zaman modern ini saja masih banyak orang yang belum mampu melaksakanan sepuluh bentuk kebersihan itu dengan baik. Bahkan ada kebiasaan yang sesungguhnya kurang bersih tetapi dijadikan budaya, misalnya cebok bukan dengan air tetapi dengan tisu.
Ibn ‘Abbas juga menyatakan bahwa ujian itu bisa pula meliputi tiga puluh aspek kepatuhan. Sepuluh di antaranya dinyatakan dalam Surah al-Taubah/9:112, yaitu taubat, ibadah, pujian terhadap Allah, banyak melakukan perjalanan dakwah, ruku’, sujud, menyuruh berbuat baik, mencegah yang tidak baik, menjaga ketentuan-ketentuan Allah, dan beriman. Sepuluh lagi terdapat dalam Surah al-Mukminun/23:1-10, yaitu iman, khusyu’, menjauhi ucapan tak ada arti, zakat, menjaga kemaluan (hanya berhubungan dengan isteri/tidak berzina), menjaga amanah, menjaga salat, dan berusaha menjadi pewaris surga. Dan sepuluh lagi terdapat dalam Surah al-Ahzab/33:35, yaitu muslim, mukmin, patuh, benar, sabar, khusyuk, bersedekah, puasa, menjaga kemaluan, dan zikir. Dengan demikian Ibrahim betul-betul seorang suci jasmani dan rohaninya. Ia adalah seorang yang agung, sehingga ia oleh Allah disebut ummah (Surah al-Nahl/16:120), yaitu seorang yang bernilai jamak karena menghimpun seluruh sifat keagungan dalam dirinya (Shihab, 2006, 7:379).
Karena keagungannya itu ia diangkat Allah menjadi imam, yaitu menjadi nabi dan pemimpin masyarakatnya (Surah al-Baqarah/2:124):
   ••           
(Allah) berfirman, “Saya menjadikanmu imam bagi manusia.” Ia berkata, “Juga anak-anak cucuku? (Allah) berfirman, “Janji-Ku tidak menyentuh orang-orang zalim.”

Nabi Ibrahim memohon anak-anak cucunya juga bisa menjadi nabi-nabi. Allah menjawab bahwa hal itu dikabulkan, tetapi hanya anak-anak cucunya yang beriman.
Kedua adalah perintah Allah kepadanya untuk Islam, yaitu patuh dan menjalankan perintah-perintah-Nya secara tuntas, yang juga beliau laksanakan dengan seksama, sebagaimana dinyatakan dalam S. al-Baqarah/2:131:
         
"Ingatlah ketika Tuhannya berkata kepadanya, 'islamlah1' Ia berkata, 'Saya Islam kepada tuhan semesta alam."

Jawaban Nabi Ibrahim itu begitu cepatnya, yang menunjukkan bahwa sebelum diperintahkan ia sudah memeluk Islam dan sudah menjalankan apa yang diajarkan Islam itu. Karena kesucian Nabi Ibrahim, keagungan sifat-sifatnya, kebenaran akidahnya, kepatuhannya yang luar biasa itulah kiranya mengapa Nabi Ibrahim dijadikan acuan tentang agama yang benar dan ketuntasan pelaksanaannya, sebagaimana dinyatakan dalam Surah al-Baqarah/2:135 yang sudah diterangkan di atas.
Dalam ayat lain (Surah Ali ‘Imran/3:67), Allah memang menyebut dirinya, di samping seorang hanif, juga seorang muslim:
             
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang suci lagi muslim, dan sekali-kali bukanlah ia termasuk orang-orang musyrik.”

Dengan demikian agama yang dianut oleh Ibrahim adalah Islam. Ibrahim melanjutkan agama yang telah diturunkan kepada Nabi Nuh (dan Nabi Hud dan Nabi Shaleh) yaitu Islam.
Agama Islam itulah yang kemudian ia pesankan kepada anak-anaknya, anak-anaknya memesankannya kepada cucu-cucunya, dan cucunya, Nabi Ya'kub, memesankan lagi kepada cicit-cicitnya, yang jumlahnya dua belas orang, yang menurunkan dua belas suku (clan) Bani Israil, sebagaimana difirmankan dalam S. al-Baqarah/2:132:
      •         
Dan Ibrahim telah mewasiatkan (Islam) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub, "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilihkan agama itu bagi kalian, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".

Jadi, agama untuk anak-anak itu dipilihkan oleh orang tuanya, supaya anak-anak tidak tertombang-ambing. Itulah yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim, yang dilanjutkan Nabi Ya’kub. Nabi Ya'kub bahkan sampai mengecek keimanan anak-anaknya sebelum meninggal, agama apa yang dipeluk mereka setelah ia wafat. Dan betapa ia bahagia sekali dalam menutup matanya ketika ia memperoleh jawaban yang sangat indah dari anak-anaknya itu, sebagaimana dikisahkan Al-Qur’an:
                           
“Atau apakah kalian hadir ketika maut mendatangi Ya'kub, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kalian sembah sepeninggalku?" Mereka menjawa,: "Kami menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Mahaesa dan kami Islam kepada-Nya." (S. al-Baqarah/2:133).

Dalam ayat ini jelas bahwa anak-anak Nabi Ibrahim dan cucu-cucunya melanjutkan ajaran tauhid yang diajarkannya. Dan mereka menyatakan bahwa mereka adalah muslim, orang-orang yang beragama Islam. Agama Nabi Ibrahim beserta anak-anak cucu dan cicit-cicitnya adalam Islam. Bagaimanakah nabi-nabi yang lain?

oooo0oooo

Sezaman dengan Nabi Ibrahim adalah Nabi Luth. Ia diutus kepada suatu kaum yang mendiami satu daerah bernama Sadum, yang biasa melakukan perbuatan homoseksual sehingga perbuatan itu sampai sekarang dinamai sadomi. Nabi Luth berusaha membawa mereka kembali kepada kehidupan yang benar dan normal, tetapi tidak berhasil. Al-Qur’an menginformasikan bahwa yang beriman hanya satu rumah yang penghuninya adalah muslim. Rumah itu adalah rumah Nabi Luth dan dua anak perempuannya (sedangkan isterinya sendiri termasuk orang-orang yang dihancurkan Allah), sebagaimana diinformasikan ayat berikut:
      
“Tapi tiada Kami dapatkan di situ seorang muslim, kecuali dalam sebuah rumah.”
(Surah al-Zariyat/51:36).

Dengan demikian agama yang dianut dan diserukan oleh Nabi Luth adalah juga Islam.
Agama Islam itu pulalah yang diserukan oleh nabi-nabi berikutnya. Nabi Yusuf a.s. juga beragama Islam dan memohon kepada Allah agar ia wafat dalam agama Islam itu, sebagaimana diinformasikan ayat berikut:
                        
Ya Tuhanku! Sesungguhnya Engkau telah menganugerahiku kekuasaan dan telah mengajariku ta'bir mimpi. Ya Pencipta langit dan bumi! Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat. Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah Aku dengan orang-orang yang saleh. (S. Yusuf/12:101)

Nabi Musa a.s. juga menyerukan Islam itu:
            
Musa berkata,: "Hai kaumku, jika kalian beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya, jika kalian benar-benar orang Muslim." (S. Yunus/10:84).

Nabi-nabi Bani Israil semuanya juga beragama Islam dan menerapkan hukum Taurat kepada mereka dan kepada rabbani-rabbani dan pendeta-pendeta mereka:
         •               
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Taurat di dalamnya petunjuk dan cahaya yang dengannya Nabi-Nabi yang Muslim itu memutuskan hokum bagi Bani Israil, rabbani-rabbani, dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka memelihara kitab-kitab Allah itu dan menjadi saksi atasnya. (S. al-Ma'idah/5:44).
Penduduk asli Mesir yang menjadi tukang-tukang sihir Firaun juga menyatakan dirinya masuk Islam dan membangkang kepada Firaun:
  •   •            
“Tetapi kau membalas dendam kepada kami hanya karena karena kami beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika sampai kepada kami. Ya Tuhan kami! Limpahilah kami kesabaran dan wafatkanlah kami dalam keadaan muslim." (Surah al-A’raf/7:126).

Bahkan Firaun, yang menjadi sasaran dakwah Nabi Musa, di saat nafasnya sudah megap-megap karena tenggelam di Laut Merah, beriman pada Tuhannya Bani Israil dan menyatakan dirinya muslim:
            
“Saya beriman kepada yang diimani Bani Israil dan saya termasuk seorang muslim.” (Yunus/10:90).

Nabi Sulaiman dan umatnya adalah orang-orang Muslim sebagaimana diinformasikan ayat berikut:
              • 
Dan tatkala (Sang Ratu) tiba, ditanyakan (orang) kepadanya, "Seperti inikah singgasanamu?" Ia menjawab: "Seperti inilah (singgasanaku)! Kami (Sulaiman) telah diberi ilmu ebelum ini dan kami adalah orang-orang muslim." (Surah al-Naml/27:42)

Dalam ayat itu dinyatakan bahwa Nabi Sulaiman setelah meminta Ratu Bilqis dari Saba’ untuk masuk Islam, ia sudah mengetahui bahwa ratu itu akan segera datang untuk menyetakan keislamannya, dan untuk itu ia memindahkan singgasana ratu itu di Yaman ke tempatnya dengan sekejap mata. Ratu itu memang datang untuk menyatakan keislamannya setelah takjub pada ketinggian teknologi yang dimiliki Nabi Sulaiman, sebagaimana diinformasikan ayat berikut:
                               
“Dikatakan kepadanya: "Masuklah ke dalam istana". Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: "Sesungguhnya itu adalah istana licin terbuat dari kaca". Berkatalah Balqis: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya Aku Telah berbuat zalim terhadap diriku dan Aku ber-Islam diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (Surah al-Naml/27:44).


Sahabat-sahabat Nabi Isa a.s. yang setia juga menyatakan keislaman mereka:
         •   
Dan ingatlah, ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: "Berimanlah kalian kepada-Ku dan kepada rasul-Ku". Mereka menjawab, 'Kami beriman dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Muslim." (Surah al-Ma’idah/5:111).

Bahkan agama jin yang beriman pun adalah Islam, sebagaimana diinformasikan ayat berikut:
 •  •        
“Dan sungguh di antara kami ada orang-orang yang Muslim dan ada yang menyimpang. Siapa yang yang Islam maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus.” (Surah al-Jinn/72:14).

Demikianlah sekian banyak data dan fakta dalam Al-Qur'an yang membuktikan bahwa agama yang dianut dan diajarkan oleh nabi-nabi adalah Islam. Fakta itu ditegaskan lagi dengan ringkas dan jelas dalam dalam ayat lain:
        •                    
Sesungguhnya Kami telah mewahyukan kepadamu (ya Muhammad), sebagaimana telah Kami wahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (S. al-Nisa'/4:163).

Ajaran yang diberikan kepada nabi-nabi itu sama, dan karena itu agama mereka tentu juga sama yaitu Islam. Di dalam Al-Qur’an memang ditegaskan bahwa agama yang berasal dari Allah hanyalah Islam dan karena itu tentulah hanya agama itu yang diberikan-Nya kepada nabi-nabi-Nya:
•    
“Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam.” (Surah Ali ‘Imran/3:19).

Islam yang diberikan-Nya kepada Nabi Muhammad, dengan demikian, sama dengan yang diberikan-Nya kepada nabi-nabi yang lain. Kesamaan Islam yang dibawa nabi-nabi itu meliputi tiga asas utama, sebagaimana diinformasikan Surah al-Baqarah/2:62:
•     •                  
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang yang dapat petunjuk, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa yang beriman kepada Allah, Hari Kemudian, dan berbuat baik, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran pada mereka, dan tidak ada pula mereka bersedih.

Yang dimaksud “mereka yang beriman” ()dalam ayat ini adalah umat Nabi Muhammad. Kata “iman kepada Allah” dalam Al-Qur’an maksudnya adalah iman secara tauhid, yaitu hanya beriman kepada Allah. Beriman kepada Allah, tetapi di samping itu beriman pula kepada yang lain, di dalam Al-Qur’an dinyatakan sebagai telah melakukan kesyirikan:
                         
Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan, juga Almasih putera Maryam, bukan Allah. Padahal mereka mereka diperintahkan hanya menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan selain Ia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Surah al-Taubah/9:31).

Iman secara tauhid itulah yang diajarkan kembali oleh Nabi Muhammad, karena itu yang dimaksud dengan orang-orang yang beriman dalam ayat ini adalah umat Nabi Muhammad tsb.
“Orang yang dapat petunjuk” (اّلذِيْنَ هدُوْا) adalah umat Nabi Musa pada zamannya. Umat ini, setelah Nabi Isa dan kemudian Nabi Muhammad datang, tetap hanya mau percaya kepada Nabi Musa dan tidak mau percaya kepada kedua nabi tsb. Pada zaman Nabi Muhammad mereka terus diseru untuk peracaya kepadanya. Ketika mereka tetap tidak mau beriman, mereka diberi nama اليَهُوْد (Rahman, 1980:215). Dengan demikian istilah “Yahudi” datang belakangan, dan maknanya adalah “Orang Yahudi” atau “orang yang beragama Yahudi”. Di dalam Al-Qur’an terdapat dua istilah (term) yang berbeda: اّلذِيْنَ هدُوْا dan اليَهُوْد . Menyamakan dua term yang berbeda adalah salah. Menerjemahkan اّلذِيْنَ هدُوْا dengan “orang Yahudi” dengan demikian jelas salah. اّلذِيْنَ هدُوْا adalah umat Nabi Musa yang kemudian tetap hanya beriman kepadanya sampai masa Nabi Muhammad saw. Setelah itu mereka disebut اليَهُوْد sampai sekarang.
• adalah umat Nabi Isa pada zamannya. Mereka juga tetap hanya percaya kepada Nabi Isa walaupun nabi baru sudah datang yaitu Nabi Muhammad.
 adalah mereka yang tetap percaya kepada Allah pada zaman kekosongan (fatrah) rasul-rasul.
Dengan demikian maksud ayat itu adalah bahwa umat nabi-nabi pada zaman masing-masing, termasuk mereka yang tetap iman kepada Allah pada zaman kekosongan nabi-nabi, bila mereka beriman kepada Allah dan Hari Kemudian dan berbuat baik, mereka diberi pahala atas iman dan perbuatan baik mereka, dan mereka dengan demikian masuk surga. Dengan demikian ayat itu tidak berkenaan dengan umat Yahudi dan umat Nasrani sekarang. Ayat itu sama sekali tidak berkenaan dengan kesamaan agama-agama Islam, Yahudi, dan Nasrani sekarang, tetapi adalah kesamaan agama-agama yang dibawa oleh nabi-nabi pada zaman mereka masing-masing.
Berdasarkan ayat itu, kesamaan Islam nabi-nabi adalah pada tiga aspek ajaran dasar, yaitu keimanan tauhid kepada Allah, keimanan kepada Hari Kemudian, dan berbuat baik. Iman kepada Allah menghendaki agar manusia berbuat baik, karena Allah memerintahkan berbuat baik itu. Perbuatan baik itu perlu dibalasi, dan pembalasan yang sempurna tidak mungkin diberikan di dunia ini. Oleh karena itu perlu adanya Hari Kemudian. Islam dengan kesamaan ajaran-ajaran dasarnya inilah yang dipahami oleh, misalnya Harun Nasution almarhum, dengan nama “islam”, “i” huruf kecil, untuk menunjukkan Islam sebagai genus, dan untuk membedakannya dengan Islam, dengan “I” (kapital), untuk menyebut agama yang dibawa Nabi Muhammad.
Di samping tiga aspek ajaran dasar itu, kesamaan Islam para nabi juga mencakup pelaksanaan syariat. Syariat yang dikerjakan para nabi adalah salat.
Nabi Ibrahim mendirikan salat dan memohon kepada Allah agar anak-anak cucunya juga bisa melaksanakan ibadah itu:
         
Tuhanku! Jadikanlah Aku orang yang mendirikan shalat, dan setiap anak-anak cucuku, Tuhan kami! Perkenankanlah doaku! (Surah Ibrahim/14:40).

Nabi Ismail memerintahkan pengikutnya salat dan membayar zakat:
    •    
Dan ia selalu menyuruh pengikutnya salat dan membayar zakat, dan ia diridai Tuhannya. (Surah Maryam/19:55)

Nabi Ishaq dan Ya’kub juga diperintahkan berbuat baik, mengerjakan salat, dan membayar zakat:
           •    
Kami jadikan mereka pemuka-pemuka yang menyampaikan petunjuk menurut perintah Kami. Dan Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan perbuatan baik, mendirikan salat, membayar zakat, dan kepada Kami mereka menyembah, (Surah al-Anbiya’/21:73).

Nabi Syuaib melaksanakan salat, dan meminta pula umatnya melaksanakannya dan menghentikan kecurangan dalam menakar dan menimbang, tetapi umatnya menolaknya dan melecehkan salat itu dengan menyatakannya sebagai penghalang mereka berbuat dosa:
                 •   
Mereka berkata: "Hai Syu'aib! Apakah salatmu menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh leluhur-leluhur kami, atau supaya kami jangan memperlakukan kekayaan kami menurut kehendak kami? Sungguh kau seorang yang sangat lembut hati dan mengerti." (Surah Hud/11:87).

Nabi Musa diperintahkan Allah salat:
          
Sungguh Akulah Allah, tiada Tuhan selain aku, Maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. (Surah Thaha/20:14).

Nabi Musa meminta umatnya mendirikan salat dengan rumah sendiri sebagai kiblat, artinya mereka tetap harus melaksanakan salat sekalipun di rumah masing-masing karena Firaun melarang mereka mengerjakannya di rumah ibadah:
                
Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya, "Tempatilah oleh kalian berdua rumah-rumah di Mesir bagi kaum kalian, dan jadikanlah rumah-rumah kalian sebagai kiblat. Dirikanlah oleh kalian salat serta sampaikanlah khabar gembira kepada orang-orang yang beriman".(Surah Yunus/10:87).

Nabi Isa juga diperintahkan salat:
       •   
Dan Ia menjadikan aku diberkati di mana pun aku berada, dan memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (membayar) zakat selama aku hidup. (Surah Maryam/19:31).

Bahkan Luqman, yang “hanya” seorang pemikir, juga meminta anaknya salat:
             •    
Hai anakku! Dirikanlah salat dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan dan cegahlah mereka berbuat mungkar dan bersabarlah menanggung apa yang menimpa dirimu. Inilah ketentuan Allah mengenai soal-soal (manusia). (Luqman/31:17)

Dari uraian di atas jelaslah bahwa nabi-nabi salat dan memerintahkan umat mereka salat. Dengan demikian syariat mereka sama dengan syariat Islam Nabi Muhammad, yang menjadikan salat sebagai salah satu rukun agama yang dibawanya.
Di samping salat, nabi-nabi berzakat dan memerintahkan umatnya untuk berzakat. Misalnya dalam Al-Qur’an: Nabi Ishaq, Nabi Ya’kub, Nabi Isa, yang sudah kita kutipkan ayat-ayat yang menginformasikannya di atas. Fakta ini juga menunjukkan bahwa syariat nabi-nabi itu sama dengan syariat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad.
Mengenai puasa, di atas sudah dinyatakan bahwa puasa itu adalah salah satu dari tiga puluh perintah yang yang sudah dikerjakan Nabi Ibrahim dengan sebaik-baiknya. Ibadah itu tentulah di antara yang juga telah dipesankan oleh Nabi Ibrahim kepada anak-anak cucunya. Oleh karena itu puasa dikerjakan oleh nabi-nabi sampai Nabi Isa dan umat mereka. Puasa, dalam agama Islam yang diajarkan Nabi Muhammad, merupakan salah satu rukun agama itu.
Demikian pula ibadah haji. Ibadah haji adalah ibadah yang diserukan Nabi Ibrahim:
  ••           
Dan serulah manusia untuk beribadah haji, mereka akan datang kepadamu berjalan kaki, atau naik unta-i unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru, (Surah al-Hajj/22:27).

Anak-anak cucu Nabi Ibrahim yang juga menjadi nabi-nabi tentulah juga melaksakan ibadah itu. Ibadah itu dikenal dikerjakan pada zaman jahiliah sampai ke masa kedatangan Islam, walaupun dikerjakan tidak sebagaimana mestinya, misalnya dengan tidak berbusana dalam tawaf, karena mereka memandang pakaian itu ikut berdosa ketika mereka mengerjakan dosa dalam kehidupan sehari-hari, karena itu mereka tawaf tanpa busana.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa kesamaan Islam para nabi tidak hanya dalam masalah akidah tetapi juga dalam syariah dan ibadah. Dalam masalah akidah mereka sama mengimani Allah, Hari Kemudian, dan balasan amal nanti di Hari Kemudian itu. Dan dalam syariah mereka sama berkewajiban mengerjakan salat, membayar zakat, berpuasa, dan melaksanakan ibadah haji. Bahkan dalam tatacara ibadat-ibadat pun mereka sama, karena ibadat-ibadat itu sama-sama dikerjakan para nabi/rasul dan tidak ada informasi bahwa tatacara ibadat mereka itu berbeda-beda. Dengan demikian akidah, syariah, dan ibadah yang diajarkan Nabi Muhammad sama dengan akidah, syariah, dan ibadah yang diajarkan oleh seluruh nabi/rasul. Selanjutnya berarti bahwa Islam yang diajarkan Nabi Muhammad sama dengan Islam yang diajarkan para nabi/rasul terdahulu. Dan dengan demikian membedakan “Islam”-nya Nabi Muhammad (“I” kapital) dan “islam”-nya para nabi/rasul yang lain (“i” kecil), tidaklah benar.
Di dalam Al-Qur’an memang terdapat ayat:
          •                           •                   
Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (Al-Quran) yang mengandung kebenaran, untuk membenarkan Kitab terdahulu dan untuk menjaganya. Maka putuskanlah perkara antara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah ikuti nafsu mereka yang menyimpang dari kebenaran yang Telah datang kepadamu. Bagi masing-masing daripadamu Kami tentukan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, tentulah Ia jadikan kalian satu umat, tetapi maksudnya Ia hendak menguji kalian dalam hal yang diberikan-Nya kepada kalian, Karena itu berlomba-lombalah kalian dalam kebajikan. Kepada Allah kalian kembali semuanya, dan Ia-lah yang akan memberitahukan kepada kalian apa yang kalian perselisihkan,

Ayat itu menyatakan tentang perbedaan agama-agama, bukan mengenai perbedaan antara umat yang beragama Islam. Perbedaan itu, sebagaimana dipahami dari ayat-ayat sebelumnya, mengenai agama Yahudi, Nasrani, dan Islam. Perbedaan itu yaitu mengenai  dan  sebagaimana dinyatakan dalam potongan ayat di atas:
     
Bagi masing-masing daripadamu Kami tentukan aturan dan jalan yang terang.

 , menurut al-Asfahani (t.t.:258), adalah syariat agama, dan  adalah tatacara pelaksanaannya. Dengan demikian syariat dan tatacara pelaksanaannya agama Islam memang berbeda dengan syariat dan tatacara pelaksanaan syariat agama-agama lain. Dengan demikian jelas bahwa Islam itu satu semenjak adanya, baik dalam hal akidah maupun dalam hal syariah dan ibadah dari seluruh nabi-nabi Allah. Dan dengan demikian agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad sama dengan agama yang dibawa seluruh nabi itu, yaitu agama bernama Islam, bukan agama-agama bernama lain dari itu.
Agama-agama lain dari Islam, yang diisyaratkan Al-Qur’an, adalah agama Yahudi dan agama Nasrani. Dikatakan “diisyaratkan” karena term “agama Yahudi” (Yahudiyyah) dan “agama Nasrani” (Nasraniyyah) tidak terdapat di dalam Al-Qur’an. Hal itu berbeda dengan “Islam”, yang dinyatakan dengan tegas bahwa itu adalah nama agama:
    
Dan Saya rida Islam sebagai agama kalian (Surah al-Ma’idah/5:3)

Di dalam Al-Qur’an hanya terdapat term “orang Yahudi” (Yahudiy) dan “orang Nasrani” (Nasraniy), sebagaimana sudah dikutip ayatnya di atas:

             
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang suci lagi muslim, dan sekali-kali bukanlah ia termasuk orang-orang musyrik.” (Surah Ali ‘Imran/3:67).

Dengan adanya term “orang Yahudi” (Yahudiy) dan “orang Nasrani” (Nasraniy) itu, dipahami adanya “agama Yahudi” dan “agama Nasrani”, yang berbeda dengan agama Islam. Di dalam Al-Qur’an, di samping Allah membantah bahwa Ibrahim adalah seorang Yahudi atau seorang Nasrani itu, Allah juga membantah keyahudian atau kenasranian dia dan anak-anak cucunya:
  •       •                       
Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?" Katakanlah: "Apakah kalian lebih mengetahui ataukah Allah? Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan kesaksian yang ia peroleh dari Allah?" Allah sekali-kali tiada lengah akan apa yang kalian kerjakan. (Surah al-Baqarah/2:140)

Berdasarkan bantahan Allah bahwa Nabi Ibrahim dan anak-anak cucunya bukanlah penganut agama Yahudi atau agama Nasrani itu dipahami bahwa agama Yahudi dan agama Nasrani bukanlah agama yang berasal dari Allah swt. Oleh karena itu tentulah tidak benar pendapat sementara orang akhir-akhir ini bahwa semua agama itu sama, sama-sama membawa kepada keselamatan nanti di akhirat (masuk surga).
Kesamaan agama-agama itu mereka simpulkan dari Surah al-Baqarah/2:62.
Sebagaimana sudah diulas di atas, pendapat itu tidak benar, paling kurang karena dua hal:
1. Menerjemahkanاّلذِيْنَ هدُوْا dengan “orang-orang Yahudi” adalah salah, karena di dalam Al-Qur’an terdapat dua istilah (term) yang berbeda: اّلذِيْنَ هدُوْا dan اليَهُوْد, yang tidak mungkin berarti sama. Begitu juga النصاري, mereka adalah umat Nabi Isa, bukan umat Kristen sekarang. Oleh karena itu ayat itu tidak berbicara tentang umat Yahudi dan umat Kristen sekarang.
2. Ayat itu berbicara tentang umat nabi-nabi pada zaman masing-masing, yaitu bahwa ajaran-ajaran dasar mereka sama, meliputi keimanan tauhid kepada Allah, keimanan kepada Hari Kemudian, dan berbuat baik.
Bahwa mereka juga akan memperoleh keselamatan nanti di akhirat juga tidak sesuai dengan apa yang dinyatakan Al-Qur’an. Allah berfirman di antaranya:
           
Orang-orang kafir, yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik, tidak akan meninggalkan (kepercayaan mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata, (Surah al-Bayyinah/98:1)

Mereka adalah Ahl al-Kitab, dan mereka jelas dalam ayat ini dinyatakan kafir. Mereka yang kafir dinyatakan dalam Al-Qur’an bahwa tempat mereka bukanlah surga.

oooo0oooo

Pertanyaan selanjutnya adalah mengenai toleransi, bagaimanakah toleransi dalam Islam? Di bawah ini disampaikan beberapa prinsip toleransi dalam Al-Qur’an:
1. Eksistensi agama-agama non muslim dijamin, agama-agama itu dilindungi, dan pemeluknya diberi kebebasan menjalankan agama mereka masing-masing
Di atas sudah dijelaskan bahwa Nabi Muhammad telah menyeru umat Yahudi dan umat Nasrani agar beriman kepadanya, yaitu memeluk Islam, tetapi sedikit sekali dari mereka yang menyambut seruan itu. Karena berbagai upaya sudah dilakukan, maka mereka akhirnya dibiarkan. Agama mereka dipandang sebagai agama tersendiri di luar Islam, dan berkenaan agama-agama itu, Allah memfirmankan:
   
Bagi kalian agama kalian, dan bagi saya agama saya. (Surah al-Kafirun/109:6).

Dengan demikian eksistensi agama apa pun dijamin, agama-agama itu dilindungi, dan pemeluknya diberi kebebasan menjalankan agama mereka masing-masing. Jelaslah bahwa toleransi yang diberikan Islam sangat mendasar.
2. Islam meminta manusia agar menghormati kesucian rumah-rumah ibadah, dalam arti bahwa rumah-rumah ibadah itu harus dilindungi dan menjamin kebebasan melaksanakan ibadah di dalamnya. Bila hal itu dilanggar, umat Islam wajib membelanya dan Allah akan membela pihak yang diserang itu:
      •     
               ••                       
Diizinkan orang yang diperangi untuk berperang, karena mereka dianiaya. Dan sungguh Allah Mahakuasa untuk memberi mereka pertolongan, (Yaitu) orang yang diusir dari rumah mereka dengan tiada semena-mena, hanya karena mereka berkata, "Tuhan kami ialah Allah." Sekiranya Allah tiada menghindarkan keganasan dalam peperangan antara manusia, tentulah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, dan kanisah-kanisah orang Yahudi dan masjid-masjid, dimana nama Allah banyak disebut. Sungguh Allah membela orang yang membela-Nya. Sungguhnya Allah Mahakuat Mahaperkasa, (Surah al-Hajj/22:40).

3. Allah meminta umat Islam agar berlaku baik dan bekerjasama dengan umat-umat agama lain dalam menyejahterakan masyarakat dan menegakkan keadilan:
                  •   
Allah tidak melarang kalian berlaku bajik dan adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kalian karena agama dan tidak (pula) mengusir kalian dari rumah kalian. Sesungguhnya Allah cinta orang yang adil. (Surah al-Mumtahanah/60:8).

Dalam ayat ini Allah mempersilahkan kaum muslimin memperlakuan kaum non-muslim dua hal. Pertama berbuat bajik yang diungkapkan dengan kata birr. Sebagaimana diketahui kata itu biasanya dalam Al-Qur’an digunakan untuk bakti kepada orang tua. Dengan demikian umat Islam dipersilahkan Allah untuk berbuat bajik terhadap non-muslim setingkat dengan perbuatan bajik terhadap orang tua sendiri. Kedua memperlakukan non-muslim secara sama (equal), tidak berat sebelah, tidak diskrimantif dalam segala hal. Tetapi hal itu dengan syarat bahwa mereka tidak diperangi atas nama agama dan tidak diusir dari rumah mereka serta tidak dirampas harta benda mereka. Bila mereka diperangi atau diusir atas nama agama, maka berteman baik dengan mereka pun dilarang, sebagaimana dinyatakan ayat berikutnya:
                      
“Allah hanya melarang kalian menjadikan sebagai kawan orang-orang yang memerangi kalian karena agama dan mengusir kalian dari rumah kalian, serta membantu (orang lain) mengusir kalian. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (Surah al-Mumtahanah/60:9).

4. Allah melarang perlakuan diskriminatif terhadap orang-orang miskin. Penanggulangan kemiskinan tidak dibenarkan pilih kasih:
                                
Bukanlah kewajibanmu membuat mereka dapat hidayah, tetapi Allah-lah yang memberi hidayah siapa yang Ia berkenan. Dan segala yang baik yang kalian nafkahkan adalah untuk diri kalian sendiri, dan tiadalah kalian memberi nafkah kecuali untuk mencari keridaan Allah. Dan apa saja yang kalian nafkahkan, kalian akan memperolehi pahalanya dengan cukup dan kalian tidak teraniaya. (Surah al-Baqarah/2:272).

Dalam ayat ini Allah menghendaki agar perhatian terhadap golongan lemah dan penanggulangannya tidak memandang agama, status, ras, atau baik atau jahat seseorang, karena yang mampu membuat seseorang beriman atau kafir, baik atau jahat itu bukan manusia, tetapi Allah sendiri.
Islam adalah agama yang mutlak perlu diyakini.Tetapi agama-agama lain perlu dihormati dan dijamin eksistensinya. Sikap dan tingkah laku itu paling efektif dibina melalui pendidikan. Oleh karena itu diperlukan pendidikan antar iman (multi-faith education) dalam kerangka keyakinan dan pandangan di atas.

Referensi:
Al-Asfahani, al-Raghib. Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an.
Ibn Kasir. Tafsir al-Qur’an al-“Azim.
Nasution, Harun. 1994. Islam Rasional. Bandung: Mizan.
Rahman, Fazlur. 1980. Tema Pokok Al-Qur’an. Bandung: Pustaka.
Shihab, M. Quraish. 2006. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.

Ciputat, 12 Juli 2007
Penulis,

Salman Harun

Selasa, 10 Maret 2009

ISLAM AND YOGA

ISLAM AND YOGA*by
Prof. Dr. Salman Harun**

This morning I had my first experience with Yoga when I joined exercises of Yoga led by Dr. Somvir. From that experience I have the strong opinion, as I have written in my paper, that there is no contradiction between Yoga and Islam, from any aspect.
In fact we have been divided into categories of race, nation, and belief. But in Yoga I am sure that we can live together in harmony, compassion, and peace, because Yoga is the rightful property of mankind and it does not belong to any one culture, nation, or religion.
It is a fact nowadays that Islam has been portrayed as a religion of violence and terrorism. I would like to stress here, with the following examples, that this opinion is fully wrong:
1. According to Islam, mankind comes from a common ancestor, so we are all brothers (4:1).
2. According to Islam, we are divided into many races and ethnics, tribes, and nations. But the aim is to know one another, to understand, and to love (49:13).
3. Islam is a peaceful religion. For example, its name derives from the Arabic word “salam”, meaning peace, and a good Muslim performs five prayers each day closes with the declaration "peace for you, and Mercy of God and His Bliss".
4. Islam acknowledges the existence of the other religions, and challenges them to do good deeds (5:48).
5. Islam recognizes that Islam, Judaism, and Christianity come from one ancestor, namely Abraham (2:213).
6. According to Islam, the issue of faith is not a human affair, but it is the right of God to judge our faith in the hereafter, not now in our living world. Therefore, no human has the right to discriminate against another based on his or her religion or race (S. 3:85).
7. According to Islam, in every community God sent a guardian. They are in the form of priests, rabbis, philosophers, or scholars (35:24)\.
8. It is prohibited to force someone to embrace a religion (5:109).
9. Islam forbids insulting another religion (6:108).
10. Islam forbids war in the name of religion, because “it will pull down monasteries, churches, synagogues, and mosques, wherein the name of God is mentioned much.” (22:39-40).
11. Islam condems terrorism, because it is opposed to violence, the targeting civilians, and fear-mongering (8:61).
12. Islam maintains the brotherhood (and sisterhood) of mankind. He respects human life. That is why the taking of a life warrants a sentence to death (qishash) (5:32).
13. Islam gives protection to non-Muslim, guarding their lives and their safety (9:6).
14. Dedication to non-Muslims is acceptable, as is dedication to the parents, but it must be under the condition that they are not fought for and are not expelled from their homes in the name of the religion (60:8).
15. Islam does not discriminate against the believers in fighting against poverty (2:272).
16. The Issue of Jihad
“Jihad” means fighting against an enemy. The background of the verses of Jihad revealed in the Quran is the condition of Islam in Medina in the Prophet’s era. At the time, Muslims were a small group with little power. The powerful were the Quraish supported by the tribes around Medina. They attacked Medina, and then, at that time, war could not be avoided. But this war was won by Islam. The second war in the next year was won by Meccans. They always threatened. This is the situation and conditio, and why the verses of jihad were revealed. Thus, jihad is defense against attackers. So, Jihad is not an offensive attack.

The conclusion is that Islam is not dangerous for mankind. Islam accepts Yoga. Furthermore, I suggest to Indonesian Muslims to accept Yoga and adopt it as a medium for a call (dakwah).

Denpasar, 3 of March, 2009
Salman Harun

• Keynote speech pointers presented at “Yoga for Health and Peace Festival” held by Bali-India Foundation, Denpasar, 3-10 Maret, 2009.
** Professor of Tafsir (Qur'anic interpretation); former Dean of the Faculty of Education, "Syarif Hidayatullah" State Islamic University, Jakarta, Indonesia (1994-1996, 2001-2005); Director of the Center for Multi-faith Education at that University. Address: Jl. Juanda 95 Ciputat 15419 Jakarta Indonesia, phone: +6221-7409866, mobile: +6281314130061, e-mail: salmanhar2000@yahoo.com. Blog: salmanharun-institute@blogspot.com