Senin, 26 April 2010

TAFSIRAYATMETAFORIS

TAFSIR AYAT-AYAT METAFORIS

Metaforis dalam bahasa Indonesia artinya adalah kata atau kelompok kata yang digunakan untuk pengertian yang tidak sebenarnya, seperti kata-kata "tulang punggung keluarga", maksudnya tentulah bahwa orang itu penopang kehidupan keluarga itu sepenuhnya.
Kata atau kelompok kata yang digunakan untuk pengertian yang tidak sebenarnya itu dalam bahasa Arab disebut majaz. Dalam Al-Qur'an memang ada kata-kata yang disebut majaz itu, yaitu kata-kata yang pada umumnya berkaitan dengan sifat-sifat Allah dan perbuatan-Nya, seperti:
1. al-Rahman itu bertahta di atas arasy (Taha:5);
2. segala sesuatu hancur kecuali wajah-Nya (al-Qasas:88);
3. tangan Allah di atas tangan mereka (al-Fath:10)
4. datang Tuhanmu (al-Fajr:22);
5. Allah memurkai mereka (al-Fath:6).
Ayat-ayat yang mengandung majaz yang berkaitan dengan sifat dan perbuatan Allah itu termasuk dalam apa yang disebut dalam 'Ulum al-Qur'an dengan nama mutasyabihat, kebalikannya adalah ayat-ayat muhkamat. Termasuk dalam ayat-ayat mutasyabihat itu adalah ayat-ayat yang terdiri huruf-huruf potong dan ayat-ayat mengenai kiamat dan hari kemudian.
Para ulama berbeda dalam mendefinisikan term muhkamat dan mutasyabihat itu ke dalam tiga pendapat:.
1. Muhkamat adalah yang diketahui maksudnya; mutasyabihat adalah yang tidak diketahui maksudnya (diketahui hanya oleh Allah);
2. Muhkamat adalah yang mengandung hanya satu makna; mutasyabihat adalah yang mengandung banyak makna;
3. Muhkamat adalah yang berdiri sendiri tanpa penjelasan; mutasyabihat adalah yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa penjelasan.
Tiga pendapat yang berbeda mengenai definisi ayat-ayat motaforis itu merefleksikan perbedaan pendapat mereka mengenai apakah ayat-ayat mutasyabihat itu dapat diketahui maknanya atau tidak. Bagi yang menyatakan bahwa mutasyabihat itu adalah ayat-ayat yang tidak diketahui maknanya kecuali oleh Allah, tentulah mereka berpendapat bahwa ayat-ayat itu tidak bisa dipahami oleh manusia. Bagi yang menyatakan bahwa ayat-ayat mutasyabihat mengandung banyak makna dan tidak dapat berdiri sendiri tanpa penjelasan, tentulah mereka berpendapat bahwa ayat-ayat itu dapat diketahui maknanya.
Dalam khazanah pengetahuan Islam para ulama memang terbagi kepada dua kubu mengenai kemungkinan memahami ayat-ayat mutasyabihat itu. Sekaligus mereka juga terbagi dua dalam cara membaca Surat Ali 'Imran:7, yaitu ayat yang menginformasikan cara memahami ayat-ayat mutasyabihat, yang disebut ta'wil. Jadi apakah ta'wil bisa dilakukan atas ayat-ayat mutasyabihat atau tidak:
1. Ada yang berpendapat bahwa ayat-ayat itu tidak mungkin dita'wil, karena itu mereka menyikapi ayat Surat Ali 'Imran:7 itu dengan berhenti pada kata "Allah", yang berarti bahwa hanya Allahlah yang mengetahui "ta'wil" ayat-ayat mutasyabihat (metaforis) tsb.
2. Pendapat yang menyatakan bahwa ayat-ayat metaforis itu dapat dita'wil, dank arena itu mereka tidak berhenti pada kata "Allah" itu.
Dengan demikian persoalannya adalah apa yang dimaksud oleh masing-masing dengan "ta'wil":
1. Ta'wil terambil dari "awwala" yaitu mengembalikannya kepada awal, yaitu makna asalnya, yakni hakekatnya. Ini adalah sikap ulama-ulama salaf, yaitu generasi sahabat dan sesudahnya (tabi'in).
2. Ta'wil maksudnya adalah membelokkan kata dari maknanya yang jelas (rajih) kepada makna yang diperjelas (marjuh) karena adanya petunjuk yang memungkinkannya. Misalnya "tangan" Allah diubah maknanya menjadi "kekuasaan". Ini adalah sikap ulama-ulama muta'akhkhirin (belakangan).
Sikap ulama-ulama belakangan itu dikecam oleh mayorits (jumhur) ulama,
karena memutlakkan pengertiannya demikian tidak melepaskan diri dari kekhawatiran memberi sifat atau perbuatan Allah seperti sifat dan perbuatan manusia. Misalnya kata yad dalam Surat al-Fath:10, Yadullah fauqa aydihim, "Tangan Allah di atas tangan mereka", yaitu ayat yang berkenaan dengan sumpah setia kamum muslimin kepada Nabi untuk membela beliau bila situasi mengharuskan terjadinya perang. Yad secara harfiyah berarti "tangan", tetapi oleh ulama mutakhkhirin itu diganti maknanya dengan "kekuasaan", karena takut memberikan kata "tangan" kepada Allah. Penggantian itu, menurut jumhur, tadi tidak melepaskan Allah dari kesamannya dengan makhluk, karena sebagaimana makhluk punya "tangan", makhluk (manusia) itu pun punya "kekuasaan". Jumhur lebih merasa aman memaknai "tangan" itu tetap dalam arti "tangan", tetapi bagaimana wujud tangan Allah itu pasti berbeda dengan tangan makhluk dan tidak ada yang dapat mengetahuinya.
Begitulah ta'wil menurut jumhur, yaitu mengambalikan kata ke makna asalnya, bukan membelokkan makna. Ta'wil dalam arti membelokkan makna ini dapat menyeret Al-Qur'an kepada makna yang diinginkan pribadi, yang harus kita hindari.

Chatib,

Salman Harun


















Pada zaman sekarang ada orang-orang yang menafsirkan ayat atas nama ta'wil. Setelah dicermati ternyata, pertama, bahwa ayat-ayat itu bukanlah ayat-ayat metaforis yang menjadi sasaran ta'wil itu. Ayat itu memang perlu dijelaskan, tetapi medan pembahasanya adalah tafsir bukan ta'wil. Tafsir adalah menerangkan atau menyingkapkan makna.
Kedua,

Belakangan terdapat orang-orang yang menafsir ayat-ayat yang sesungguhnya tidak metaforis (mutasyabihat) seperti contoh-contoh di atas, tetapi hanya kurang jelas maknanya. Ini bukanlah medan ta'wil, sebagaimana yang mereka dakwakan, tetapi medan tafsir, yaitu menyingkapkan maknanya sampai jelas.
Contohnya adalah masalah ayat 62 Surat al-Baqarah: Sesungguhnya orang yang iman, dan orang-orang yang hadu, dan Nasara, dan Sabi'in, yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan berbuat baik, bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka. Mereka tidak takut dan tidak khawatir. Ayat itu memang perlu dijelaskan (ditafsir) tetapi bukan metaforis yang perlu dita'wil sesuai pengertian ta'wil di atas, apalagi ta'wil dalam arti membelokkan pengertian ayat.
Orang yang beriman adalah umat Nabi Muhamad. "Orang yang hadu" bukanlah orang Yahudi seperti sekarang ini, karena istilah "Yahudi" juga ada dalam Al-Qur'an di samping "allazina hadu", yang maksudnya adalah umat Nabi Musa. "Nasara" adalah umat Nabi Isa. "Sabi'in" adalah penganut tauhid pada zaman kekosongan nabi-nabi, yaitu antara Nabi isa dan Nabi Muhamad. Dengan demikian ayat itu menyatakan kesamaan agama Nabi-nabi pada zaman masing-masing, yaitu Islam, yang misi pokok mereka adalah penanaman tauhid, amal saleh, dan kehidupan abadi sesudah mati sesuai amal itu. Bukan kesamaan agama Islam, Yahudi, dan Kristen yang ada sekarang. Istilah Yahudi dan Kristen (Nasrani) datang belakangan.

KHUTBAH JUM'AT
Paramadina, Pondok Indah, 1 Juli 2005

METODOLOGIPEMBALEJARANTAFSIR

METODE PEMBELAJARAN TAFSIR DI PTA*
Oleh Salman Harun

Pendahuluan
Pembicaraan mengenai metode pembelajaran meliputi tujuan, strategi, dan evaluasi.
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Institusional PAI:
Menyiapkan guru agama atau guru Al-Qur'an/tafsir, bukan mufassir
Tujuan Kurikuler:
1) menguasai materi pembelajaran di SD/Ibt dan SM/Mutawst.dan pengayaannya (learning to know)
2) menghayati dan menjalankan nilai-nilai yang diperkenalkan pada materi pembelajaran dan pengayaan (learning to be)
3) mampu mengajarkan materi pembelajaran dan pengayaan (learning to do)
4) menjadi figure yang bermanfaat bagi masyarakat (learning to live together)
Tujuan Instruksional: mampu memahami, menjalankan, dan mengajarkan materi pembelajaran kurikulum SD/Ibt dan SM/Mutawst dan pengayaannya
Materi:
Silabi mata pelajaran Qur'an/tafsir SD/MI dan SM/Mutawst
Pengayaan: Surat al-Fatihah s.d. Surat al-Ma'idah
Strategi:
Pendahuluan
Penyajian
Penutup
Evaluasi

MATERIPEMBELAJARANTAFSIRFAKULTASTARBIYAH

MATERI PEMBELAJARAN TAFSIR
FAKULTAS TARBIYAH*
Prof. Dr. H. Salman Harun

Pendahuluan
Mahasiswa Fakultas Tarbiyah adalah calon guru yang beragama dan menjunjung tinggi hukum-hukum dan nilai-nilai agama Islam. Karena itu seorang calon guru yang dihasilkan oleh Fakultas Tarbiyah, di samping harus mampu mengajarkan bidang profesinya, juga dituntut untuk mampu menginternalisasikan hukum-hukum dan nilai-nilai Islam itu kepada siswa-siswanya. Oleh karena itu mahasiswa Fakultas Tarbiyah perlu dibekali dengan nilai-nilai itu.

Hukum-hukum dan nilai-nilai itu tertutama terdapat di dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu mata kuliah Tafsir seharusnya dapat berfungsi memperkenalkan dan menginternalisasikan hukum-hukum dan nilai-nilai itu secara lengkap dan utuh.

Hukum-hukum dan nilai-nilai Islam secara lengkap dan utuh terdapat di dalam S. al-Baqarah, sehingga banyak ulama mengatakan bahwa seandainya tidak terdapat surat-surat yang lain, maka Surat al-Baqarah cukup untuk menjadi pedoman umat Islam. Berdasarkan hal itu maka materi minimal mata kuliah Tafsir adalah S. al-Baqarah itu, dan ditambah S. al-Fatihah karena merupakan induk al-Qur’an. Oleh karena itu kedua surat itu mutlak dipahami oleh seluruh mahasiswa (Jurusan Pendidikan Agama Islam maupun non-PAI). Ini adalah Tafsir I.

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam perlu materi yang lebih luas, oleh karena mereka juga akan menjadi guru bidang-bidang studi agama Islam. Oleh karena itu mereka dituntut untuk tidak hanya memahami pokok-pokok ajaran Islam tetapi juga rincian-rinciannya. Seluruh pokok dan rincian terpenting ajaran Islam itu kiranya sudah dapat ditemukan di dalam S. al-Fatihah sampai dengan S. al-Ma’idah (dalam S. al-An’am, misalnya, tidak terdapat lagi hukum baru, selain hukum membunuh anak sendiri). Berdasarkan hal itu maka mahasiswa PAI minimal belajar Tafsir selama 4 semester:
- Tafsir I: S. al-Fatihah dan S. al-Baqarah (untuk seluruh mahasiswa)
- Tafsir II: S. Ali ‘Imran
- Tafsir III: S. al-Nisa’
- Tafsir IV: S. al-Ma’idah

Materi Pembelajaran Tafsir I (Surat al-Fatihah dan Surat al-Baqarah)
A. Pokok-pokok Isi Surat al-Fatihah
1. Keterpujian Allah sebagai pencipta alam (ayat 1).
2. Keterpujian Allah sebagai pengelola alam (ayat 2)
3. Keterpujian Allah sebagai “pemanggil kembali” alam (ayat 3)
4. Ikrar manusia di “hadapan”-Nya bahwa ia akan selalu mempertuhankan-Nya (ayat 4)
5. Permohonan manusia di “hadapan”-Nya agar diberi kebahagiaan di dunia dan di akhirat (ayat 5)
6. Kebahagiaan itu sebagaimana diterima oleh nabi-nabi dan orang-orang terpilih lainnya (ayat 6)
7. Dan sebaliknya, tidak dijadikan sebagai orang yang celaka dan terkutuk (ayat 7)
B. Pokok-pokok Isi Surat al-Baqarah
Tema-tema dan sub-sub tema yang dipahami dikandung Surat al-Baqarah adalah:
1. Pendahuluan: Allahlah Yang Mahatahu (ayat 1-2), karena itu
manusia di depan-Nya seharusnya menempatkan diri sebagai yang tidak tahu, dan karena itu seharusnya menerima saja apa yang disampaikan Yang Mahatahu itu selanjutnya, yaitu Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah, tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya, dan berfungsi sebagai pedoman dalam membentuk ketaqwaan. (Terlihat bahwa tema itu mendasar sekali, karena itu dipandang sebagai tema sentral Surat ini).
2. Pembagian manusia (1-29): ke dalam kelompok: muttaqin, kafir,
dan munafik beserta ciri-ciri mereka, dan ajakan agar manusia menjadi orang yang taqwa beserta alasan mengapa mereka harus taqwa.
3. Kisah-kisah (30-141): untuk dijadikan i’tibar dalam mencapai
ketaqwaan:
a. Malaikat, Adam, dan Iblis (30-39): untuk menjadi taqwa manusia harus menjauhi Iblis dan mengikuti malaikat.
b. Bani Isra’il (40-74): baik yang ada zaman Nabi Musa a.s maupun yang sampai ke zaman Nabi Muhammad saw., sama saja: membangkang. Umat Islam jangan meniru mereka.
1) Dakwah kepada Yahudi di Medinah (40-46): iman kepada
Allah dan Al-Qur’an, serta harus mengerjakan salat, zakat, dan kebajikan.
2) Kisah Bani Isra’il (47-74): tidak mau bersyukur, banyak helah, dan keras kepala..
c. Yahudi di Medinah (75-103):
1) Nabi tidak perlu terlalu bernafsu supaya mereka beriman, karena sifat mereka juga sama dengan nenek moyang mereka (75-79).
2) Keyakinan bahwa mereka hanya akan masuk neraka beberapa hari (80-82).
3) Pengakuan bahwa hati mereka tertutup (88-90).
4) Pengakuan bahwa mereka mengimani Taurat tetapi kenyataannya mereka membunuh nabi-nabi (91-92).
5) Takut mati (94-96).
6) Memusuhi Jibril (97-99).
7) Selalu melangar janji (100-101), dan
8) Mempraktekkan sihir (102-103)
9) Kaum muslimin agar mengambil pelajaran dari tingkah polah mereka (104-110):
a) tidak meniru cara-cara mereka dalam berkomunikasi dengan Nabi (104),
b) mereka tidak menginginkan umat Islam punya Kitab Suci (105), pada hal penggantian ajaran agama yang dianut masyarakat sebelumnya lumrah (106), karena Allah Mahakuasa untuk itu (107),
c) umat Islam jangan memperlakukan Nabi seperti Bani Israil memperlakukan Nabi Musa dengan banyak permintaan (108),
d) Ahl Kitab ingin umat Islam kembali lagi kafir, tetapi kaum muslimin diharap tetap memaafkan mereka (109)
e) dan tetap teguh menjalankan salat dan membayar zakat (110).
d. Yahudi dan Nasrani (111-141): Nasrani mulai disinggung (lebih banyak nanti dalam Surat Ali ‘Imran): umat Islam juga jangan meniru mereka untuk memperoleh ketaqwaan:
1) Pengakuan mereka bahwa yang masuk surga hanya Yahudi dan Nasrani, tetapi dibantah dengan menyampaikan bahwa tolok ukurnya adalah muslim dan muhsin (111-112).
2) Yahudi dan Nasrani saling meniadakan, namuan kedua golongan itu sama-sama zalim karena melarang umat Islam masuk masjid (113-114).
3) Allah Mahakuasa, tetapi mereka memandang Allah punya anak (115-117).
4) Menginginkan wahyu langsung dari Allah, tetapi itu tidak mungkin (118).
5) Yahudi dan Nasrani tidak akan senang sampai Nabi masuk agama mereka (120).
e. Nabi Ibrahim dan anak cucunya (124-134): kenabiannya, pembangunan Ka’bah, usaha melestarikan Islam pada anak cucunya.
f. Yahudi dan Nasrani (135-141): pengakuan mereka bahwa hanya mereka yang memperoleh hidayah, menyalahkan umat Islam mengenai Allah, dan menyatakan Ibrahim itu Yahudi atau Nasrani.
4.Pembinaan Umat Islam (142-283):
a. Islam Minimal (142-207): seorang muslim minimal harus
melaksanakan pesan-pesan berikut:
1) Perubahan kiblat (142-152).
2) Pemupukan kesabaran dalam berhadapan dengan yang memusuhi (153-167).
3) Nafkah halal dan baik (168-176)
4) Perlunya mengerjakan kebajikan (177): iman, pengorbanan harta, salat, zakat, menepati janji, dan tabah.
5) Hukuman setimpal bagi yang menghilangkan nyawa orang lain (dalam mencari nafkah dan tidak harmonisnya hubungan dalam masyarakat (178-179).
6) Perlunya perhatian pada orang tua dan kerabat (180-182).
7) Puasa untuk melatih etika mencari nafkah dan perhatian pada yang lemah (183-189).
8) Kemampuan membela diri dan etika peperangan (190-195).
9) Ibadat haji untuk memberikan wawasan global (196-207)
b. Islam Totalitas (kaffah) (208-283): Muslim yang melaksanakan pesan-pesan berikut adalah seorang Muslim yang sempurna:
1) Ajakan kepada yang beriman supaya memasuki Islam secara total sebelum datang penyesalan (208-210).
2) Tidak meniru Bani Israil yang walaupun telah diberi berbagai bukti kekuasaan Allah tetapi tidak patuh, dan tidak meniru orang kafir karena terpengaruh dunia (211-213).
3) Infaq sebagai ujian iman untuk masuk surga (214-215).
4) Pembelaan diri dari serangan perlu walaupun terjadi di bulan suci (216-218).
5) Menjauhi minuman keras dan judi (219-220).
6) Mengindahkan etika berkenaan perkawinan (kawin antar agama tidak boleh, dan ada aturannya mengenai talak, rujuk, idah, haid, meminang, pemeliharaan anak (221-242).
7) Kisah Bani Israil seharusnya dijadikan pelajaran bahwa maut dapat menghadang di mana-mana, karena itu jangan takut mati, dan hutangilah Allah dengan cara mengorbankan harta (143-145).
8) Kisah Bani Israil (thalut-Jalut) seharusnya dijadikan pelajaran bahwa syarat kepemimpinan itu bukan pada harta tetapi pada keunggulan ilmu dan kekuatan pisik (246-252).
9) Rasul-rasul itu punya kelebihan masing-masing, karena imani semuanya (252-254).
10) Mengakui kemahakuasaan Allah (ayat kursiy), Islam datang dari-Nya, dan Ia-lah Maha Pelindung (255-257).
11) Mengindahkan etika berkenaan keuangan (gairah berinfaq, menjauhi riba, menjaga utang piutang) (261-283).
5. Penutup (284-286): kemahakuasaan Allah, perlunya iman kepada-Nya, sikap iman dan patuh, manusia tidaak dibebani di luar kemampuannya, dan doa agar tidak dibebani beban berat, permohonan ampunan dan kasih, serta pertolongan dalam berhadapan dengan orang kafir.

Materi Pembelajaran Tafsir II (S. Ali ‘Imran)
Pokok-pokok Isi Surat Ali ‘Imran
I. Kemahakuasaan Allah, bentuk-bentuk kemahakuasaan-Nya, dan sangsi bagi yang engkar:

1. 1-4: Allah Mahakuasa (1): mahahidup, mahakukuh (2) termasuk dalam menurunkan Qur’an, dan sebelumnya Taurat dan Injil (3), dan menghukum orang yang mengingkarinya, yang akan memperoleh azab yang sangat (4).
2. 5-9: Di antara kekuasaan-Nya:
a. semuanya di mana pun, di langit atau di bumi, dijangkau pengetahuan-Nya (5);
b. Ia yang menciptakan manusia (6);
c. Ia pula yang menurunkan Qur’an yang memiliki ayat muhkamat, dan ayat mutasyabihat:
1) yang berhati bengkok mencari-cari takwil untuk timbulkan fitnah;
2) yang beratio suci yang memiliki ilmu mendalam mengimaninya (7), takut memiliki hati bengkok (8) dan takut pada Hari Kemudian (9)
3. 10-17: Yang engkar (kafir):
a. harta dan anak tidak ada gunanya (10),
b. seperti Firaun = dihukum (11),
c. Katakan Muhammad, “Kalian akan dikalahkan di dunia dan dimasukkan Jahannam di akhirat (12), seperti terjadi di Badr (13)
d. Manusia memang cinta syahwat (perempuan, anak, harta) (14), tetapi surga untuk yang taqwa lebih baik (15), yang akan diberikan kepada yang beriman yang mohon ampun (16), sabar, benar, patuh, memberi, minta ampun waktu dini hari (17).

II. Tingkahlaku Ahl Kitab

4. 18-20: Allah bersaksi tiada Tuhan selain Allah, begitu juga malaikat, dan mereka yang berilmu (18), agama yang benar hanyalah Islam, penolakan/kafir karena iri/kebencian (19); kepada yang hujat nyatakan keislaman dan ajak ahl al-kitab itu masuk Islam (20)
5. 21-22: Yang kafir, bunuhi nabi-nabi, dan bunuh mereka yang mengajak kepada kebenaran masuk neraka (21), amal mereka sia-sia (22)
6. 23-25: Ahl Kitab dipanggil ke wahyu untuk jadikan pedoman, tolak (23), karena merasa masuk neraka hanya beberapa hari (24), akan demikiankah bila Hari itu benar datang? (25)
7. 26-27: Tidak, karena Allah yang mahakuasa: memuliakan/hinakan (26), seperti halnya menciptakan siang dan malam (27) (Yahudi masa Nabi)
8. (28-32): orang mukmin tidak boleh ambil kafir pemimpin (28), jangan sembunyikan yang dalam hati (29), itu akan dibalas pasti (30), yang diperlukan justru minta mereka ikuti kita (31) dan taati Allh dan Rasul (32).
9. 33-63: Sejarah Isa:
a. Allah telah pilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, keluarga Imran (33-34)
b. Isteri Imran nazar anak laki, dapat anak perempuan, nama Maryam, dipelihara Zakariya, doa dapat anak: Yahya (35-41)
c. Maryam dapat anak: Isa, dan beliau dapat mukjizat, dakwah, tantangan (42-54),
d. Diwafatkan dan disucikan, yang iman dan engkar, sama dengan Adam, itulah kebenaran, bila bantah: mubahalah, kisah itu benar, yang engkari = fasad (55-63)
10. Seruan-seruan kepada Ahl Kitab:
a. ajakan ke ungkapan yang sama (64)
b. jangan salahkan Ibrahim (66), Muhammad benar, Ibrahim bukan Yahudi/Nasrani (67), yang terdekat kepadanya Muhammad (68), segolongan mereka berusaha sesatkan (69)
c. Mengapa engkari ayat (70); mengapa campur adukkan hak/batil (71); minta orang iman separuh hari (72); iman hanya kepada yang ikuti mereka (73), tapi Allah beri siapa yang ia kehendaki (74); mereka ada yang jujur dan tidak jujur (75) tetapi menepati janji dicintai (76) tidak tepati dimurkai (77); mereka ada yang lidahnya buat-buat wahyu (78) pada hal seorang Nabi tidak boleh minta orang sembah dia (79), juga ambil malaikat tuhan (80), Nabi-nabi itu diambil sumpahnya untuk saling iman dan tolong, yang berpaling fasiq (81-82),
d. tidak mungkin ambil agama selain Islam (83), imani semua (84), yang ambil selain Islam tidak diterima (85), tidak akan diberi hidayah dan dilaknat, kekal, kecuali yang taubat, dosa tidak bisa ditebus (86-91),
e. kebajikan beri yang terbaik (92), semua makanan halal bagi BI, kecuali yang diharamkan Israil (93), yang ada-adakan zalim (94), karena itu ikutilah agama Ibrahim (95).
f. Rumah ibadat pertama Ka’bah, wajib haji (96-97)
g. Mengapa engkari ayat Allah, Ia saksikan (98)
h. Mengapa halangi jalan Allah padahal saksikan kebenaran (99)

III. Pembinaan Umat Islam

11. Seruan kepada yang iman:
a. bila ikuti ahl Kitab kembalikan ke kafir, bagaimana kafir pada hal ada ayat dan ada Rasul (100-101)
b. Persatuan dan keuntungannya (102-109), umat Islam terbaik, ahl kitab hina (110-112), tetapi Ahl kitab tidak sama, ada yang iman (113-117)
c. Tidak ambil orang luar sebagai orang kepercayaan, karena kebencian mereka dalam (118), kalian mencintai mereka tetapi mereka sebaliknya dan senang kalian dapat celaka (119-120).
12. Pendahuluan Perang Uhud dibanding Badar (121-189):
a. Berangkat perang dan penempatan pasukan (121)
b. Pembelotan sebagian: Abdullah bn Ubayy (122)
c. Percayalah bantuan Allah (seperti dalam perang Badar) jangan patah semangat dan emisonal karena pembelotan itu, semua milik Allah (123-129)
d. Larangan riba (130-132)
e. Cepat cari keampunan (133-136)
13. Naikkan semangat Perang Uhud
a. Sunnah Allah jadikan pedoman (137-138)
b. Jangan rasa tidak berdaya dan sedih (139)
c. Sama-sama terluka (140)
d. Untuk uji iman dan hancurkan kafir (141)
e. Surga diperoleh dengan perjuangan, syahid (142-143)
f. Jangan terpengaruh isu Nabi tewas, perjuangan bukan karena seseorang, dan kematian ditentukan Allah, karena itu tirulah umat terdahulu yang berperang membela nabi mereka (144-148)
g. Orang kafir jangan diikuti, karena akan kembalikan kafir, pelindung (yang diikuti) Allah, yang kafir akan dihingapi ketakutan (149-151)
h. Kalian akan selalu dapat kalahkan kafir, kecuali bila berpecah (152)
i. Lari dan tidak gubris panggilan Nabi (153)
j. Yang iman diberi rasa tenteram dan kesempatan lelap, sedang yang bersalah menyesal (154).
k. Itu karena digelincirkan syaitan (155)
l. Seruan kepada yang iman untuk tidak seperti kafir yang sesali kematian saudara, mati di jalan Allah lebih baik dari apa saja, dan kembalinya kepada Allah (156-158)
m. Nabi harus berlaku lembut, tawakal (159-160)
n. Nabi tidak mungkin curang, ia cari rida Allah, iman itu bertingkat, dikirim sebagai karunia Allah untuk bacakan ayat (161-164)
o. Menyesali Allah karena kalah? Padahal sudah 2x lipat (165), Musibah karena sendiri, izin Allah untuk tahu yang mukmin (166), juga untuk tahu yang munafik, yaitu yang sesali pergi mati, tetapi syahid itu surga (167-168)
p. Yang tewas itu hidup dan gembira (169-171), yaitu yang perkenankan seruan Allah, tambah iman mereka dengan ancaman, dapat nikmat (172-174)
q. Yang takut-takuti = syaitan (175)
r. Jangan sedih dengan kekafiran mereka (176), kekafiran tidak rusak Allah, jangan sangka itu baik bagi mereka (177-178)
s. Allah tidak biarkan kaum mukmin demikian, yang ghaib tidak bisa diketahui: hati manusia dan yang akan terjadi (179)
14. Yang bakhil jangan sangka baik (180), Allah dengar yang menuduh-Nya miskin (181), itu karena dosa mereka (182), yang menyatakan akan iman bila nabi kurbannya dimakan api (183), mereka membangkang biasa (184).
15. Yang bernyawa pasti mati (185), akan diuji harta dan diri dan akan mendaqpat ucapan tidak baik (186).
16. Janji Ahl Kitab akan jelaskan dan tidak sembunyikan wahyu, mereka gembira dan ingin diuji atas perbuatan yang tidak dikerjakan (187-188).

IV. Penutup (kekuasan Allah, seikap kafir dan Ahl Kitab yang iman, dan seruan)

17. Kemahakuasaan Allah di alam (189) dan sikap Ulul Albab (190-195)
18. Jangan terperdaya oleh keunggulan yang kafir, sementara, dan tempat Jahanam, yang taqwa surga (196-198)
19. Ahl Kitab ada yang benar-benar beriman (199)
20. Kaum yang beriman agar meningkatkan ketabahan dan persatuan (200)

Tafsir III
Pokok-pokok Isi Surat al-Nisa’

1. 1: fungsi laki dan pr dalam pengembangbiakan manusia, karena itu mereka harusnya ingat bahwa mereka satu darah/keluarga
2. 2-10: yatim:
- 2: harta mereka dijaga, bila dikawini dihormati seperti perempuan terhormat (bayar mahar).
- 3: Kawini perempuan terhormat boleh sampai empat dengan syarat adil, bila tidak satu saja.
- 4: kawini perempuan terhormat harus bayar mahar
- 5: harta anak yatim jangan diberikan bila mereka masih belum mampu mengelola, tetapi pangan sandang mereka harus dijamin dengan harta itu
- 6: harta anak yatim diberikan bila sudah dewasa, sementara itu wali harus mengelolanya dan boleh mengambil sekedar perlu
- 7: laki atau pr berhak atas warisan
- 8: kerabat, yatim, dan miskin yang hadir waktu pembagian diberi
- 9: orang tua seharusnya meninggalkan harta untuk bekal anak
- 10: makan harta anak yatim sama artinya makan api neraka
3. 11-14: warisan
- 11: anak laki 2x pr, ayah ibu 1/6 bila ada anak, 1/3 tidak ada, ibu 1/6 bila ada saudara
- 12: suami ½ atau ¼, isteri ¼ atau 1/8, saudara lk/pr 1/6 atau 1/3 bersama
- 13: hukum Allah laksanakan
- 14: yang membangkang masuk neraka
4. 15-18: zina
- 15: pr: saksikan, tahan di rumah
- 16: laki-laki: bila tobat diperhinakan
- 17: taubat hanya bagi yang tersalah dan cepat sadar
- 18: taubat dekat ajal tidak diterima
5. 19-28: menikahi pr
- 19: jangan warisi pr, dan jangan disudutkan mereka mengembalikan mahar
- 20: bila menceraikan isteri jangan ambil kembali mahar dari mereka sedikit pun
- 21: sebab sudah pernah hidup menyatu
- 22: jangan nikahi perempuan yang dinikahi ayah
- 23: perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena hubungan darah, semenda, dan penyusuan
- 24: juga perempuan bersuami, kecuali budak, dan boleh mencari isteri terbaik dengan maksud membangun rumahtanga dan dibayar maharnya
- 25: bila tidak mampu membayar mahar boleh mengawini budak, maharnya ringan, tetapi dengan izin wali, dan tidak untuk tujuan berzina atau isteri simpanan. Namun menghindarinya lebih baik
- 26: Allah menjelaskan dan menunjukkan
- 27: Allah memberikan kemaafan (dengan kawini budak), tidak untuk orang yang ingin mengumbar nafsu
- 28: Allah meringankan karena manusia lemah
6. 29-33: etika cari nafkah
- 29: tidak dengan cara batil melainkan melalui perdagangan
- 30: yang melanggarnya masuk neraka
- 31: menjauhi dosa besar akan diimbali Allah
- 32: jangan iri, karena laki dan pr punya bagian masing-masing
- 33: tiap harta/orang ada ahli waris
7. 34-35: kelebihan laki-laki
- 34: laki menjadi pemimpin bila memiliki kelebihan potensi dirinya dan hartanya; perempuan berkewajiban taat dan menjaga diri dan harta; yang akan nusyuz dinasehati, dijauhi, dipukul
- 35: bila dikuatirkan mereka bercerai, kirim penengah dari masing
8. 36-42: bantuan
- 36: sembah Allah kemudian bantu orang tua, kerabat, yatim, miskin, tetangga dekat, jauh, teman sejawat, anak jalan
- 37: yang kikir, ajak kikir dan menyembuniyikan karunia Allah adalah kafir dan masuk neraka
- 38: juga yang riya dan tidak iman kepada Allah dan Hari akhir, adalah teman syaitan
- 39: apa halangan bagi manusia untuk beriman kepada Allah dan hari akhir dan berinfaq?
- 40: Allah tidak zalim: kebaikan pasti dilipatgandakan dan pahalanya besar
- 41: nanti setiap Nabi akan menjadi saksi bagi umatnya atas kebaikan mereka dan Nabi Muhammad bagi semua manusia
- 42: waktu itu orang yang kafir dan membangkang (tidak berbuat baik) minta diratakan saja dengan tanah supaya tidak mempertang- gungjawabkan perbuatannya
9. 43: himbauan untuk tidak salat dalam keadaan mabuk atau junub sampai bersuci kecuali ketiadaan air
10. 44-57: minta Mhd melihat bagaimana Ahl Kitab:
a. 44-45: membeli kesesatan dan menginginkan kalian sesat; Allah tahu musuh kalian;
b. 46: mengubah-ubah ayat Allah, mendengar tapi tidak melaksanakan, dan berolok-olok
c. 47-48: diajak beriman supaya wajah tidak diperburuk dan tidak dilaknat; syirik tidak diampuni.
d. 49-50: merasa diri bersih; mengada-adakan kebohongan atas Allah
e. 51: diberi Kitab tetapi iman kepada Jibt dan Taghut:
- 52: mereka dilaknat
- 53: bila mereka punya kekuasaan akan kikir!
- 54: mereka dengki, tetapi Allah telah memberi keluarga Ibrahim Kitab, hikmah, dan kerajaan besar
- 55-57: Ada yang iman dan ada yang kafir; yang kafir neraka; yang iman surga
11. 58-104: Allah meminta agar orang beriman menunaikan amanat:
a. 59: agar menaati Allah dan rasul
b. agar melihat Ahl Kitab:
- 60: mengaku iman tetapi mengambil taghut sebagai hakim;
- 61: diajak patuhi Allah dan Rasul tetapi malahan menghadang
- 62: bila sudah ditimpa musibah tidak akan bisa berhelah lagi
- 63: Nabi harus bersikap tegas dan mengingatkan
- 64: Rasul untuk ditaati dan bisa mintakan keampunan
- 65: tidak akan disebut beriman sebelum jadikan Rasul sebagai hakim
- 66: diminta menyiksa diri tidak mau
- 67-70: bila patuh akan berbahagia: di surga bersama Nabi dll.
c. 71-76: agar selalu waspada dan tidak ragu dalam berjuang
d. agar melihat Ahl Kitab:
- (77-80) mengajak orang untuk tidak perang karena takut mati, pada hal kematian itu mengejar ke mana-mana dan manusia itu menentukan nasibnya sendiri.
- (81-82): menyatakan setia tetapi di balik itu membuat rencana-rencana jahat, pada hal Al-Qur’an jelas kebenarannya.
- (83): Cepat gempar, pada hal bila dikembalikan kepada Rasul dan pemimpin persoalan akan menjadi jelas.
e. (84-87): agar berjuang sendiri atau gerakkan kaum mukmin, rintisan akan dihargai, dan kehormatan akan diperoleh, dan di akhirat akan disempurnakan.
f. (88-91): agar tidak ada sikap mendua di kalangan kaum mukminin terhadap munafikin, karena mereka tetap menginginkan kalian menjadi kafir kembali, kecuali terhadap mereka yang ada perjanjian persahabatan, dan terhadap mereka yang memohon keselamatan.
g. (92-94): tidak boleh membunuh sesama mukmin, terjadi hanya karena keliru; tidak boleh memerangi orang yang sudah menyatakan Islam.
h. (95-100): tidak boleh duduk-duduk saja tidak sama, bahkan yang tidak berdaya sekalipun harus cari negeri lain.
i. (101-104): dalam peperangan pun harus salat, dan harus agresif.
j. (105-121): jadikan Al-Qur’an sebagai pedoman, yang khianat, menentang Rasul, syirik, akan masuk Jahannam; (122-126): yang iman akan masuk surga.
k. (127-134): perlakukan perempuan yatim dengan baik bila mengawini mereka, dan bersikap adil terhadap isteri-isteri, bila tidak, Allah Mahakuasa.
l. (135): tegakkan kebenaran sekalipun terhadap keluarga
m. (136-143): iman dengan baik, jangan munafik: mengambil yang kafir sebagai wali, mengolok-olokkan Al-Qur’an, menunggu-nunggu kesempatan untuk menjatuhkan, menipu, dan ragu-ragu.
n. (144-147): Jangan ambil kafir sebagai wali karena tempat mereka di kerak neraka, dan bersyukurlah dan berimanlah.
o. (148-152): jangan ucapkan kata-kata buruk terutama kata kafir: yang kafir dan iman ada balasan masing-masing. (152-162) contoh ucapan buruk: umat Musa minta Allah dapat dilihat kasad mata, karena itu mereka dihukum; juga mengatakan kebohongan atas Maryam dan ucapan bahwa mereka telah membunuh Isa as; ditambah pula makan riba: balasan semuanya itu adalah neraka, kecuali mereka yang mendalam ilmunya yang betul-betul iman.
12. (163-169): Penegasan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu seperti yang
diturunkan kepada nabi-nabi yang lain, yang engkar, yang halangi, yang zalim akan dibimbing ke Jahannam.
13. (170) seruan kepada seluruh manusia agar mengimani Nabi Muhammad
14. (171-173) seruan kepada Ahl Kitab agar tidak keterlaluan dalam beragama dengan mengatakan Tuhan tiga salam satunya adalah Isa as., karena Isa tidak pernah membangkang untuk tidak menjadi hamba Allah.
15. (174-175) permakluman kepada bahwa bukti nyata dari Allah telah datang (Al-Qur’an dan Nabi-Nya): mengimaninya akan memperoleh jalan yang lurus
16. Ketentuan warisan seorang yang meninggal kalalah (tidak ada ahli waris selain saudara perempuan: ia mendapat ½ dan bila berdua 2/3, dan bila banyak: bagian laki-laki 2x bagian perempuan

Tafsir IV
Pokok-pokok Isi Surat al-A’raf
(dipersilahkan meneliti sendiri)

Demikianlah materi alternatif pembelajaran Tafsir di Fakultas Tarbiyah. Prinsip pokok pada materi itu adalah memberikan pesan-pesan dan nilai-nilai yang diajarkan Al-Qur’an secara lengkap, terpadu, dan utuh. Hal itu akan berbeda bila materi itu dipilah berdasar masalah-masalah tertentu, yang dikhawatirkan adanya aspek-aspek tertentu yang tertinggal atau tidak memperoleh perhatian yang cukup.
Akan ada kesan bahwa materi ini terlalu banyak. Tetapi perlu diingat bahwa seluruh UIN/IAIN menggunakan perkuliahan sistem sks. Satu sks dalam sistem itu terdiri atas 50 menit tatap muka, 50 menit tugas terstruktur, dan 50 menit lagi tugas mandiri. Yang berjalan selama ini hanyalah tatap muka sehingga tingkat pencapaian hasil perkuliahan sangat rendah. Untuk meningkatkan tingkat pencapaian itu, sistem sks itu harus dilaksanakan secara murni.
Dalam perkuliahan Tafsir dengan sistem sks murni dosen dapat mengatur materi itu. Misalnya dosen menyampaikan pokok-pokok isi Surat tertentu, sebagaimana dikemukakan di atas, dalam tatap muka. Untuk pendalamannya dan pengayaannya dosen harus memberikan tugas terstruktur dan tugas mandiri kepada mahasiswa-mahasiswanya.
Dan perlu pula ditekankan bahwa jumlah pertemuan dalam satu semester dalam sistem sks antara 16-19x. Dengan demikian dapat dilihat bahwa materi sejumlah di atas, bila disampaikan dalam jumlah pertemuan seperti itu, dan dengan tiga jenis kegiatannya tsb., tidaklah dapat dipandang terlalu banyak.

Jakarta, awal Desember 2004
Salman Harun

________________
*Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Pertama Metodologi Pembelajaran Tafsir, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 11 Desember 2004.

SALATBAHASAINDONESIA

Jakarta, 7 Mei 2005
Kepada Yang Terhormat,
Redaksi Metro TV
Jakarta

Salam,
Saya ingin mengomentari lebih jauh kasus salat dalam bahasa Indonesia, sebagai tambahan atas pendapat saya yang dikutip Metro TV dari Detik. Com beberapa hari yang lalu:
1. Menggunakan bahasa non-Arab dalam salat sudah menjadi bahan perdebatan di kalangan ulama Islam semenjak lama. Mazhab Hanafi membolehkannya secara mutlak, atas dasar bahwa yang disebut Qur'an itu bukan hanya kumpulan huruf dan kata dalam bahasa Arab, tetapi juga makna. Nah bila makna itu sudah terungkap, itu sudah berarti membaca Qur'an. Mazhab-mazhab lain membolehkannya dalam keadaan darurat, yaitu bila ybs. tidak bisa mengucapkannya dalam bahasa Arab. Dengan demikian persoalan itu khilafiyah/debatable. Oleh karena itu fatwa sesat bagi pelaku itu berlebihan, bahkan salah, karena ada mazhab yang membenarkannya. Dan perlu dipertimbangkan pula bahwa ybs. sedang mencari-cari kemantapannya dalam menjalankan agama.
2. Fatwa itu diiring permintaan agar ybs. ditangkap. Permintaan itu jelas emosional. Emosional berarti kekerasan. Rupanya budaya kekerasan telah merasuk ke mana-mana. Seharusnya lembaga seperti MUI dapat mengeluarkan fatwa yang menyejukkan, penuh kearifan, dan bersifat mendidik.
Nyatanya ybs. sudah ditangkap atas dasar "meresahkan masyarakat". Apakah betul meresahkan, masih menjadi tanda tanya, karea sejauh yang dapat disaksikan melalui tayangan tv, tidak ada masyarakat yang merasa terganggu. Lagi pula berapa banyak masalah khilafiyah dipertentangkan dalam masyarakat semenjak dulu sampai sekarang, dan telah menjadikan umat Islam terpecah menjadi bermazhab-mazhab, tetapi tidak pernah diselesaikan dengan penangkapan Oleh karena itu ybs. seharusnya segera dibebaskan.


Wasalam,


Prof. Dr. Salman Harun
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri
Jakarta








Jakarta, 7 Mei 2005
Kepada Yang Terhormat,
Redaksi Kompas
Jakarta

Salam,
Saya ingin mengomentari lebih jauh kasus salat dalam bahasa Indonesia, sebagai tambahan atas pendapat saya yang dikutip Metro TV dari Detik. Com beberapa hari yang lalu:
1. Menggunakan bahasa non-Arab dalam salat sudah menjadi bahan perdebatan di kalangan ulama Islam semenjak lama. Mazhab Hanafi membolehkannya secara mutlak, atas dasar bahwa yang disebut Qur'an itu bukan hanya kumpulan huruf dan kata dalam bahasa Arab, tetapi juga makna. Nah bila makna itu sudah terungkap, itu sudah berarti membaca Qur'an. Mazhab-mazhab lain membolehkannya dalam keadaan darurat, yaitu bila ybs. tidak bisa mengucapkannya dalam bahasa Arab. Dengan demikian persoalan itu khilafiyah/debatable. Oleh karena itu fatwa sesat bagi pelaku itu berlebihan, bahkan salah, karena ada mazhab yang membenarkannya. Dan perlu dipertimbangkan pula bahwa ybs. sedang mencari-cari kemantapannya dalam menjalankan agama.
2. Fatwa itu diiringi permintaan agar ybs. ditangkap. Permintaan itu jelas emosional. Emosional berarti kekerasan. Rupanya budaya kekerasan telah merasuk ke mana-mana. Seharusnya lembaga seperti MUI dapat mengeluarkan fatwa yang menyejukkan, penuh kearifan, dan bersifat mendidik.
Nyatanya ybs. sudah ditangkap atas dasar "meresahkan masyarakat". Apakah betul meresahkan, masih menjadi tanda tanya, karena sejauh yang dapat disaksikan melalui tayangan tv, tidak ada masyarakat yang merasa terganggu. Lagi pula berapa banyak masalah khilafiyah diperdebatkan dalam masyarakat sampai sekarang, dan telah menjadikan umat Islam terpecah menjadi bergolongan-golongan, tetapi perbedaan pendapat tidak pernah diselesaikan dengan penangkapan Oleh karena itu ybs. seharusnya segera dibebaskan.


Wasalam,


Prof. Dr. Salman Harun
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri
Jakarta

SALATBAHASAASING

SALAT BAHASA ASING
Manna' al-Qattan, Mabahis fi 'Ulum al-Qur'an hal. 318-320

Hanafiyah: Boleh secara mutlak. Alasan: Qur'an nama dari makna-makna yang ditunjukkan kata-kata Arab, dan makna tidak berbeda karena perbedaan kata.
Dua sahabatnya, Abu Yusuf dan Muhammad ibn al-Husain: itu bila darurat, yaitu bagi yang tidak mampu mengucapkannya dalam bahasa Arab. Karena Qur'an pada satu segi mengandung makna, karena itu menyampaikan makna itu lebih baik daripada tidak menyampaikannya, karena beban itu sesuai dengan kemampuan.
Ada pula informasi bahwa Abu Hanifah menarik pendapatnya tentang kebolehan secara mutlak itu.

Jumhur (Malikiyah, Syafi'iyyah, dan Hanabilah): melarang penggunaan terjemahan Qur'an dalam salat, baik mampu atau tidak mempu dalam bahasa Arab, karena terjemahan Qur'an bukanlah Qur'an. Qur'an adalah bentuk susunan kalimat yang mengandung mukjizat, ia adalah Kalam Allah, dan diberi predikat oleh Allah "berbahasa Arab". Terjemah tidak mengandung mukjizat, dan tidak Kalam Allah.
Al-Qadi Abu Bakr ibn al-'Arabiy (Maliki) mengenai tafsir S. Fussilat:44 "Apakah Qur'an itu a'jami sedangkan ia adalah Arabi?: ayat ini membatalkan pendapat Abu Hanifah, karena bagaimana mungkin ia menyimpang ke sesuatu yang tidak dimungkinkan Allah? Penjelasan dan mukjizat hanya dalam bahasa Arab, bila ditukar dengan bahasa lain, tidak lagi Qur'an, penjelasan, dan mukjizat.
Al-Hafiz ibn Hajar (Syafi'iyyah) dalam Fath al-Bariy: bila orang bisa dengan bahasa Arab, ia tidak boleh menukarnya, dan salatnya tidak berpahala, sekalipun ia tidak mampu (dalam bahasa Arab). Ia mengatakan bahwa Allah telah memberikan tukaran bagi yang tidak mampu yaitu zikir.
Ibn Taymiyah (Hanabilah): menyampaikan suatu kata untuk menjelaskan makna kata Qur'an itu tidak mungkin, karena itu tidak boleh membaca dengan bukan bahasa Arab, baik mampu atau tidak, karena itu jauh dari sifatnya sebagai Qur'an.
Ia juga menyatakan dalam Kitab Iqtidha' al-Shirat al-Mustaqim: Menurut Jumhur Qur'an tidak bias dibaca dengan selain bahasa Arab, mampu atau tidak mampu. Bahkan banyak yang berkata tidak mungkin diterjemahkannya satu surat sesuai tantangan.
Ibn Taymiyah: memahami Qur'an dan Sunnah wajib, karena itu mengetahui Bahasa Arab juga wajib, karena "Sesuatu yang tidak sempurna sesuatu yang wajib kecuali dengannya, maka sesuatu itu juga wajib."
Adapun perbedaan mazhab hanafi dalam kebolehan salat dengan terjemahan Qur'an, yang membolehkannya itu memandangnya rukhshah bagi yang tidak mempu. Mereka sependapat bahwa terjemahan bukanlah Qur'an, itu hanya untuk pahala saja, sama halnya dengan zikir bagi mazahab selain Hanafiyah.
Zikir juga diperdepatkan, baik zikir wajib seperti takbiratul ihram, atau zikir bukan wajib. Malik, Ishaq, dan Ahmad melarang terjemahan zikir wajib, Abu Yusuf, Muhammad,m dan Syafi'I memblehkannya. Bagi Malik, Ishaq, dan sebagian sahabat Syafi'i: semua zikir tidak boleh diterjemahkan, bila digunakan salat, salat tidak sah.

SALMANHARUNINSTITUTE

Gagasan

SALMAN HARUN INSTITUTE

VISI

“Untukmu agamamu dan untukku agamaku” (109:6): Islam mengakui eksistensi agama-agama lain.
“Agama di sisi Allah hanyalah Islam” (3:19) dan “Siapa yang mencari agama selain Islam tidak akan diterima, dan ia di akhirat termasuk orang-orang merugi” (3:85): kebenaran agama-agama lain itu tidak diterima.

Islam mengakui eksistensi agama-agama lain, tidak kebenarannya.

MISI
Pengakuan atas eksistensi agama-agama lain tidak pada kebenarannya itu perlu diimplementasikan dalam sikap dan tindakan, antara lain:
Tidak memaksakan Islam, tetapi membangun kebebasan dalam beragama (2:256)).
Menanamkan kesadaran bahwa manusia, baik muslim maupun non-muslim, adalah sama-sama makhluk Allah yang dimuliakan-Nya (17:70), karena itu hak-hak asasi mereka harus dihormati.
Mempersembahkan kebaikan kepada non-muslim setingkat dengan persembahan kebaikan kepada orang tua sendiri, selama umat Islam tidak diperangi dan tidak diusir dari rumah/negeri mereka karena motif agama (60:8).
Melindungi non-muslim dan rumah-rumah ibadah mereka dari perusakan dan penghancuran pihak yang memusuhi agama (22:40).
Menanggulangi kemiskinan dan keterbelakangan tanpa memandang agama pemeluknya (2:272).
Mengembangkan semangat fastabiqul khairat (2:148, 5:48), yaitu berlomba-lomba dalam mempersembahkan bakti kepada masyarakat, bangsa, dan negara Republik Indonesia, dan kemanusiaan.
Memperkuat Islam dan umat Islam agar menjadi penyebar kedamaian dan kesejahteraan bagi umat manusia, sesuai makna namanya (8:60).

STRATEGI
Upaya yang paling efektif untuk membangun sikap dan tindakan itu adalah pendidikan. Untuk itu Center akan bergiat pada:
Menyelenggarakan pertemuan, ceramah, diskusi, seminar, dan workshop.
Menyelenggarakan kursus-kursus (courses) dan pelatihan.
Penerbitan.

Direktur,

Prof. Dr. H. Salman Harun

Minggu, 25 April 2010

Islam, Yoga, dan Pemanasan Global

PENANGGULANGAN MASALAH PEMANASAN GLOBAL MELALUI YOGA DALAM PANDANGAN ISLAM
oleh
Prof. Dr. H. Salman Harun
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Bismillahirrahmanirrahim

Planet bumi ini paling kurang sedang terancam oleh dua ancaman besar: pertama oleh pemanasan global dan kedua oleh senjata nuklir. Pemanasan global diakibatkan oleh dampak bumi sebagai sebuah “rumah kaca” akan terus meningkat bila pembakaran bahan bakar fosil, hutan dan kerusakan alam lainnya tidak bisa dihentikan atau minimal dikurangi. Para ahli memprediksi bahwa bila es di kedua kutub bumi dan di gunung-gunung tinggi mencair dan permukaan laut naik kira-kira dua meter maka 48 negara kepulauan akan tenggelam. Konferensi Kompenhagen baru-baru ini yang diharapkaan dapat menghasilkan program konkret untuk mengatasi ancaman itu gagal mencapai kesepakatan, walaupun seorang presiden dari sebuah negara kepaiulaian di Pacifik sampai menangis dalam pidatonya untuk meminta perhatian serius.

Di pihak lain semakin banyak negara di atas bumi ini berlomba mengembangkan senjara nuklir. Bila di antara Negara-negara itu ada yang kurang mampu mengontrol emosinya maka kehancuran bumi akibat perang nuklir tidak dapat dielakkan.

Alam semesta terdiri kurang lebih100 milyar galakasi, 1 galaksi terdiri 100 milyar tatasurya, dan 1 tatasurya terdiri 8 planit, salah satunya bumi. Jadi banyak bumi itu sekitar 100 m x 100 m, yang memberi harapan untuk tempat hidup baru. Walaupun NASA menyatakan bahwa mereka dalam empat atau lima tahun lagi akan menemukan, dengan telemeter mereka, bumi baru dalam system tatasurya lain (Kompas, 3-1-2010, hal. 23), namun keberhasilan untuk mengangkut manusia ke sana masih penuh ketidakpastian, maka menyelematkan bumi dari bahya yang mengancamnya masih dipandang perioritas yang utama.

Kedua bahaya yang mengancam di atas timbul karena ambisi manusia untuk semakin sejahtera dan semakin kuasa terlalu besar. Ambisi itu telah mengakibatkan eksploitasi alam di luar daya dukung alam itu sendiri atau telah menghabiskan sumber daya bukan untuk kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. Ambisi itu dengan demikian berbahaya dan karena itu perlu minimal dikurangi. Cara pengurangannya yang efektif adalah dengan menghidupkan spiritualisme. Di antara gerakan yang mengembangkan spirirualisme di dunia sekarang adalah “yogaisme”.

Sebagai seorang yang baru mengenal Yoga, setelah membaca buku Dr. Somvir, “Yoga dan Ayurveda” (2009), saya ingin mendefinisikan Yoga sebagai “suatu system pengendalian diri dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia.” Sebagai suatu system, perlu dilakukan latihan secara terus-menerus, yang dimulai dari penguasaan gerak-gerak pikiran. Dan untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia, latihan-latihan perlu dibarengi suatu sikap hidup tidak terikat dengan duniawi. Itulah dua unsur penting Yoga (lihat Somvir, 2009:23).

“Manusia adalah makhluk tertinggi ciptaan Tuhan karena dilengkapi akal dan budhi,” (Somvir, 2009:6). Dalam Islam manusia dipandang sebagai ahsan taqwim (Q.95:4), yaitu suatu genus makhluk terbaik bangunan pisik dan psikisnya. Manusia diciptakan dari dua unsur yang saling mendukung, yaitu tanah dari bumi dan roh dari Tuhan (Q.23:12-14). Tanah membentuk pisik manusia dan roh membentuk psikisnya. Keduanya tidak dipertentangkan secara radikal karena saling mempengaruhi. Hanya manusialah yang memiliki psikis yang paling sempurna sehingga dapat menciptakan ilmu pengetahuan dan beragama. Dan hanya manusia pula yang memiliki pisik yang paling sempurna, misalnya hanya manusia yang berdiri di atas dua kaki dengan tangannya bebas, sehingga manusia mampu merealisasikan ilmu pengetahuan yang dihasilkan psikisnya menjadi teknologi. Dengan demikian hanya manusialah yang berperadaban dan beragama (serta beretika).

Karena kedudukannya sebagai makhluk tertinggi itu, manusia “memikul tanggung jawab atas kelangsungan hidup dan kesejahteraan makhluk lain. Dengan demikian manusia menduduki fungsi sentral dalam seluruh makhluk hidup di dunia,” (Somvir, 2009:6). Semua genus makhluk hidup, baik yang bergerak di bumi maupun yang melayang di udara, sesungguhnya merupakan komunitas (umat) tersendiri seperti halnya manusia (Q.6:38). Sebagai komunitas tersendiri mereka berhak hidup dan karena itu perlu dihormati.

Manusia diciptakan Tuhan sebagai pengganti-Nya (khalifah) (Q.2:30), yaitu makhluk yang dipercayai-Nya untuk mengelola alam ini dengan sebaik-baiknya.
Kedudukan tertinggi dan fungsi sentral itu “telah membangkitkan kesadaran baru dalam diri manusia, bahwa ia sangat beruntung terlahir sebagai manusia,” (Somvir, 2009:6). Kedudukan sebagai pengganti atau wakil Tuhan dalam pengelolaan alam itu seharusnya disyukuri oleh manusia, yaitu dengan memanggul fungsi pengganti atau wakil Tuhan itu dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Fungsi itu adalah memanggul “amanat” (kepercayaan dari Tuhan) (Q.33:72), yang oleh Fazlur Rahman (1979:28, 54) dipahami sebagai “menegakkan suatu tata masyarakat yang adil, berdasarkan etika, dan dapat bertahan di muka bumi ini.” Dalam Yoga tugas itu disebut Karma Yoga (Somvir, 2009:12).
Di dalam Kitab Suci dikisahkan beberapa bangsa yang sudah hilang karena tidak lagi memiliki keadilan dan etika itu. Umat Nabi Nuh musnah karena dosa mereka memuja materi sehingga terjadi pengkotak-kotakan (segmentasi) masyarakat menjadi kaum kaya dan kaum miskin yang bertentangan. Bangsa ‘Ad, di daerah Yaman sekarang, hancur karena membanggakan kekuatan pisik mereka dan berlaku sewenang-wenang (premanisme). Bangsa Tsamud, di daerah Nejed sekarang, luluh karena terlalu membanggakan ilmu dan teknologi mereka dan membangkang kepada Tuhan. Umat Nabi Luth hapus dari muka bumi karena melakukan homoseksual. Bangsa Madyan, di daerah Teluk Aqabah sekarang, hilang karena kejahatan ekonomi yaitu melakukan kecurangan dalam perdagangan. Dan Firaun beserta balatentaranya ditenggelamkan di Laut Merah karena tirani dan kejam. Peristiwa-peristiwa itu hendaknya dijadikan pelajaran oleh umat manusia setelah mereka, supaya tidak mengalami nasib yang sama. Pelajarannya adalah bahwa masyarakat itu hanya akan langgeng bila mengindahkan keadilan dan etika.
Tujuan hidup manusia adalah “mencapai kesadaran tertinggi (god-realisation), …tidak menginginkan apa pun kecuali kebahagiaan” (Somvir/2009:4). Kesadaran tertinggi itu diperoleh dengan terlebih dahulu mengenali jati diri. Jati diri manusia itu, sebagaimana dijelaskan di atas, adalah bahwa ia ditugaskan sebagai petugas Tuhan untuk merealisasikan kehendak-Nya di alam ini. Kehendak-Nya adalah kebaikan. Dengan demikian kebahagiaan akan diperoleh manusia dengan cara menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak Tuhan, yaitu mewujudkan kebaikan.

Di dalam literature Islam disebutkan, “Tidak beriman seseorang sampai ia menyesuaikan kehendaknya dengan apa yang kubawa,” (Hadis al-Bukhari). Bila ia telah mampu menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak-Nya, maka “Ia adalah matanya ketika ia melihat, telinganya ketika ia mendengar, kakinya ketika ia melangkah, dan tangannya ketika ia memegang,” (Hadis). Bila kehendak manusia sudah sejalan dengan kehendak Tuhan, maka tercapailah moksa, yaitu bersatunya makhluk dengan Tuhan. Jadi, persatuan manusia dengan Tuhan, yang sering disalahpahami orang, tidak dimaksudkan persatuan pisik, tetapi persatuan roh, paling kurang persatuan kehendak. Karena kehendak Tuhan pasti yang baik-baik, maka menyatukan kehendak manusia dengan kehendak Tuhan adalah dengan melakukan kebaikan-kebaikan. Dengan demikian yang akan keluar dari orang yang telah dekat bahkan bersatu dengan Tuhan tidak mungkin sesuatu yang tidak baik tetapi pastilah seluruhnya yang baik-baik saja.

“Benda-benda bukan tidak diperlukan, tetapi hanya berfungsi sebagai media, karena itu tidak boleh mengikat kita,” (Somvir, 2009:3). Harta benda sesungguhnya adalah delusi (Q.57:20), yaitu sesuatu yang dipandang sebagai segala-galanya padahal tidak bisa menyelesaikan segala-galanya. Namun ia diperlukan untuk kehidupan di dunia ini (Q.3:14). Yang dipersoalkan adalah bagaimana memperolehnya dan mengeluarkannya.
“Manusia perlu menyadari apa tujuan hidupnya di dunia ini dan menyadari bahwa ia tidak hanya untuk makan, tidur, dan menikmati hubungan seksual karena itu juga dinikmati oleh binatang,” (Somvir, 2009:12). Tujuan hidup, sebagaimana sudah dijelaskan di atas, adalah moksa, yaitu menyatu dengan Tuhan. Karena Tuhan abadi, maka menyatu dengan Tuhan berarti menyatu dengan Yang Abadi. Tujuan hidup dengan demikian adalah keabadian. Orang yang baik dengan demikian akan abadi di dalam bahagia, dan orang yang jahat akan abadi di dalam siksa. Orang yang tahunya hanya kesenangan materi dipandang sebagai seorang yang sangat dangkal wawasanya, karena kebahagiaan akhirat tiada taranya (Q.53:30).
“Akan tetapi saat istilah modernisasi muncul, manusia mulai memanfaatkan dan mengekploitasi alam secara membabi buta. Demi memenuhi keinginan-keinginan yang tak terbatas, manusia menghancurkan alam semesta tanpa mempertimbangkan akibat jangka panjang yang akan diterima oleh generasi berikutnya,” (Somvir, 2009:12). Alam ini sesungguhnya sudah diciptakan dengan amat sempurna oleh Tuhan. Begitu sempurnanya sehingga Ia menantang manusia untuk meniliti alam apakah ia bisa memperoleh suatu kekurangan atau cacat dalam ciptaan-Nya itu (67:1-6). Kesempurnaan alam itu menjadi rusak karena ulah tangan manusia; gunanya supaya manusia dapat merasakan sendiri sebagian akibat kerusakan yang dibuatnya itu (Q.10:41). Akibat kerusakan itu memang sudah dirasakan oleh manusia, dalam bentuk antara lain banjir, longsor, kekeringan, perubahan cuaca/iklim, dsb. Yang disebutkan terakhir telah mengakibatkan pemanasan global. Jelaslah bahwa kerusakan alam menyebabkan penderitaan umat manusia, dan kerusakan itu disebabkan nafsu atau ambisi manusia yang terlalu besar.
Di antara cara penanggulangan penyakit rohani itu adalah pengendalian diri. “Yoga membantu manusia dalam mengendalikan diri, perbuatan, ucapan, dan membersihkan badan melalui Pranayama,” (Somvir, 2009:12). Yoga, sebagaimana sudah dinyatakan di atas, terdiri dua unsure: latihan yang terus menerus dan sikap hidup yang tidak terlalu mementingkan dunia. Yang disebutkan kedua itu merupakan factor yang menentukan dalam keberhasilan Yoga.

1. Sikap Hidup yang Tidak Terlalu Mementingkan Dunia
Sebab dunia ini tidak begitu penting bagi manusia adalah karena dunia itu akan ditinggalkan dan akan mengalami kehancuran. Seseorang pasti mati, dan setelah mati persoalan tidak berakhir, karena manusia akan terus hidup di alam lain setelah kiamat dan perlu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Bila hidup manusia berakhir di dunia ini saja dan tidak ada pertanggungjawaban tentu hakekat eksistensinya sama dengan hakekat eksistensi makhluk-makhluk rendah seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, dsb. Hal itu tidak mungkin, karena manusia diberi akal dan budhi (serta pisik dan psikis yang paling sempurna) sedangkan alam lain itu tidak. Oleh karena itu perbuatan baik perlu memperoleh imbalan (reward) dan perbuatan buruk perlu memperoleh ganjaran (punishment) dari Tuhan. Dan itu akan berlangsung selamanya. Oleh karena itulah seorang yang terlalu mementingkan dunia, dalam arti menikmatinya tanpa mengindahkan aturan-aturan yang digariskan-Nya, akan sangat merugi nanti di akhirat. Dengan demikian mereka yang melakukan kejahatan, termasuk kejahatan lingkungan sehingga membahayakan bagi manusia dan kemanusiaan, akan mendapat sanksi keras dari Tuhan nanti di akhirat.

2. Latihan Yoga
Latihan Yoga sebagaimana diajarkan Patanjali meliputi delapan tahap (Astangga Yoga), yaitu Yama, Nyama, Asana, Pranayama, Patahayara, Dharana, Dhayana, dan Samadhi (Somvir, 2009:23).
a. Yama adalah prinsip etika meliputi:
1) Tanpa kekerasan
Semua yang ada di alam ini adalah makhluk Tuhan. Tuhan memuliakan makhluknya, apalagi manusia (Q.17:70). Oleh karena itu tidak boleh ada siapa pun memaksakan kehendaknya kepada alam atau orang lain, apalagi melakukan kekerasan. Orang yang memaksakan kehendaknya kepada alam atau orang lain, apalagi melakukan kekerasan, berarti ia menempatkan dirinya lebih tinggi dari Tuhan.
2) Kebenaran
Gandhi (1962:13) berpendapat bahwa kebenaran adalah Tuhan (Truth is God). Bahkan orang atheis sekalipun, dalam pandangannya, sebenarnya adalah seorang yang bertuhan, karena ia juga mencari kebenaran. Dalam Islam salah satu nama Tuhan dari sembilan puluh sembilan nama-Nya adalah al-Haqq ‘kebenaran’, al-Haqq itu adalah Tuhan. Dengan demikian kedudukan kebenaran itu begitu tinggi. Manusia harus berbuat benar, yang akan menguntungkan umat manusia, tidak berbuat salah yang akan menyengsarakan umat manusia. Merusak lingkungan salah, itu adalah perbuatan dosa.
3) Tidak mencuri
Mencuri merupakan kesewenang-wenangan, dan memperkosa hak-hak asasi manusia, karena itu merupakan pelanggaran. Untuk menghentikannya, kemampuan pelakunya untuk melakukan pencurian itu perlu diputus (Q.5:38). Oleh karena itu pencurian hasil laut dan hutan dengan cara-cara yang merusak hutan atau lautan itu adalah perbuatan kriminal yang perlu diberi sanksi internasional.
4) Mengendalikan nafsu dan indrya
Nafsu selalu membawa kepada kejahatan (Q.12:53), oleh karena itu manusia seharusnya tidak mengikutinya, tetapi mengikuti hati nuraninya. Penggundulan hutan telah mengakibatkan rusaknya lingkungan dan seterunya berdampak tidak terserapnya karbon (CO2). Tetapi di pihak lain produksi karbon itu sendiri tidak pernah hendak dikurangi terutama oleh Negara-negara industri. Dengan demikian penggundulan hutan dan produksi karbon tanpa batas itu merupakan kejahatan kemanusiaan.
5) Hidup sederhana (tidak mengumpulkan sesuatu lebih dari keperluan)
Mengumpulkan materi sampai seakan-akan tidak pernah puas-puasnya sesungguhnya tidak masuk akal, karena yang diperlukan manusia hanya sebatas yang dapat dimanfaatkannya dalam hidupnya secara normal. Karena itu manusia sebenarnya tidak perlu memburu materi tanpa batas apalagi tanpa mengindahkan keadilan dan etika dan hokum dalam memperolehnya. Bila manusia bisa mengontrol nafsunya maka alam akan lestari dan umat manusia akan selamat.
b. Nyama (aturan-aturan moralitas)
1) Kebersihan luar dan dalam
Perilaku luar manusia, berupa ucapan, perbuatan, sikap, dsb., merupakan refleksi perilaku dalamnya. Oleh karena itu sisi dalam manusia perlu bersih supaya sisi luarnya juga bersih. Kebersihan sisi dalam dapat diperoleh melalui agama, karena agama mengajarkan keikhlasan dan pengabdian hanya kepada Tuhan (Yoga menerima hal itu). Tuhan mencatat dan membalasi perilaku luar dan perilaku dalam yang baik manusia. Tetapi, karena kasih-Nya, Ia memaafkan perilaku dalam yang buruk manusia, tidak membalasnya. Dengan demikian Tuhan menghendaki manusia menghentikan rencana buruknya dan menggantinya dengan perbuatan baik yang berguna bagi umat manusia.
2) Selalu sabar
Sabar meliputi dua sisi, terhadap apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Manusia perlu tabah atas kerusakan alam yang telah terjadi. Tetapi yang terlebih penting adalah bahwa ia juga harus tabah dalam mencari jalan keluar dari problema yang sedang dihadapi. Dalam agama terdapat pernyataan, “Tuhan bersama orang yang sabar,” yaitu menolongnya dalam menanggulangi masalah yang dihadapinya. Pemanasan global dapat ditanggulangi dengan tekad bersama.
3) Suka bekerja keras
Kerja keras dalam terminologi agama disebut jihad (tidak selalu konotasinya perang). Dasar penilaian Tuhan atas manusia adalah kerja kerasnya itu. Agama memuji manusia yang bekerja keras untuk menyelamatkan bumi ini dari kehancurannya, di samping kerja keras dalam menemukan produk-produk alternatif yang ramah lingkungan ataupun alternatif planit hunian baru.
4) Membaca buku-buku yang bermanfaat
Buku adalah sahabat setia yang boleh dibawa ke mana saja kapan pun dan di bagaimana pun. Ia adalah sumber informasi. Informasi yang baik akan membentuk perilaku baik dan sebaliknya. Penyebaran informasi mengenai lingkungan dan perlunya pelestariannya perlu diiintensifkan.
5) Selalu merenungkan kebesaran Tuhan sesuai dengan kepercayaan.
Tuhan pencipta alam semesta (universe) yang begitu besar terdiri 100 milyar galakasi x 100 milyar tatasurya x 8 planit x 1 atau lebuh satelit (dalam Kitab Suci alam semesta itu dinyatakan “tujuh” yang bisa berarti 6+1, bisa berarti banyak sekali). Semuanya ditunjang-Nya dengan hokum-hukum yang kokoh. Semuanya itu pasti diciptakan oleh suatu zat yang mahabesar, karena sesuatu itu tidak pernah menciptakan dirinya sendiri. Itulah Tuhan, yang menunjukkan bahwa Ia Mahabesar. Merenungkan Tuhan akan menghasilkan sikap santun terhadap alam.
c. Asana,
Ini adalah gerakan-gerakan meliputi sikap duduk, berdiri, dan berbaring tertentu serta suryanamaskar. Gerakan itu pada intinya adalah penyesuaian sikap dan gerakan tubuh dengan kehendak alam untuk memperoleh kesehatan. Dengan demikian manusia perlu menjaga keselarasan dengan alam.
d. Pranayama,
Ini adalah latihan pernafasan, yang berfungsi menarik energi kosmik untuk kesehatan. Manusia juga dengan demikian perlu menjaga keselarasan dengan alam.
Mengenai tangga-tangga Yoga yang lain saya sudah membahasnya dalam seminar Yoga tahun yang lalu (Lihat “Yoga for Health” April 2009). Namun berikutnya adalah tahap yang sangat penting dalam Yoga, yaitu “menarik seluruh indrya (keinginan) dari obyek-obyek duniawi dan membawa pikiran kepada satu titik focus…sambil bermeditasi kepada Tuhan.” Dengan demikian yang dikendalikan terlebih dahulu adalah pikiran. “Pikiran memiliki berbagai keinginan…yang pada akhirnya akan menjauhkan manusia dari kebenaran yaitu Tuhan,” (Somvir, 2009:44). “Tuhan itu penuh dengan kekuatan, Mahatahu segala keinginan manusia dan akan memenuhinya tanpa memintanya,” (Somvir, 2009:44). Seorang Yogi dengan demikian mulai memasuki dunia spiritualisme.
Salah satu teknik meditasi yang diajarkan dalam Yoga adalah:
Konsentrasi pada cakra pertama, Maladhara Cakra, terletak di bagian atas anus, yang merupakan sumber energi. Dari sini energi naik ke atas dengan berkonsentrasi pada Bhuh, sumber energi dalam tubuh manusia.
Konsentrasi pada cakra kedua, Svadhistana Cakra, terletak di bawah pusat. Dengan merenungkan nama energi Bhuvah, sumber energi untuk melepaskan diri dari segala kesulitan.
Konsentrasi pada cakra ketiga, Manipura Cantara dada dan perut, tempat semua nadi dan saluran darah, dan merenungkan Svah, yaitu kebahagiaan.
Konsentrasi pada cakra keempat, Anahata Cakra, daerah jantung, renungkan Mahah, Tuhan yang berada di sana.
Konsentrasi pada cakra kelima, Visuddhi Cakra, daerah tenggorokan, dan renungkan Janah, untuk memperoleh ucapan yang baik dan manis.
Konsentrasi pada cakra keenam, Ajna, antara dua alis mata, dan renungkan Tapah, yaitu merenungkan nama-nama Tuhan sesuai kepercayaan.
Konsentrasi pada cakra ketujuh, Sahasrasra Cakra, melakukan meditasi dengan tenang dan memusatkan pikiran pada pusat kepala dan merenungkan Satyam, kebenaran abadi yaitu Tuhan.
Konsentrasi pada organ-organ tubuh itu dapat dipandang sebagai pengenalan jati diri dalam Islam. Nabi saw bersabda, “Siapa yang mengenal jati dirinya berarti mengenal Tuhannya.” Dan nama-nama sumber energi itu dapat ditemukan dalam nama-nama Tuhan yang sembilan puluh sembilan yang menciptakan sumber-sumber energi itu. Bhuh, sumber energi dalam tubuh manusia, adalah al-Qawiy ‘Yang Mahakuat’; Bhuvah, sumber energi untuk melepaskan diri dari segala kesulitan adalah al-‘Aziz ‘Yang Mahaperkasa’; Svah, yaitu kebahagiaan adalah al-Sa’id ‘Yang Maha Berbahagia’; Mahah, Tuhan yang berada di sana adalah Rabbi ‘Tuhanku’; Janah, untuk memperoleh ucapan yang baik dan manis adalah al-Mutakallim ‘Yang Maha Berbicara’; Tapah, yaitu merenungkan nama-nama Tuhan sesuai kepercayaan, seperti al-Asma’ al-Husna; Satyam, kebenaran abadi yaitu Tuhan, yaitu al-Haqq ‘Yang Mahabenar’. Jadi konsentrasi dalam meditasi adalah pada nama-nama Tuhan.

e. Patahayara,

f. Dharana,
g.
h. Dhayana, dan
i.
j. Samadhi
Indra (indrya) itu sendiri dikontrol oleh pikiran. Dengan demikian yang dikendalikan terlebih dahulu adalah pikiran.

Yoga memiliki metode dalam pengendalian pikiran. Metodenya adalah



“Banyak di antara mereka sungguh menjadi orang-orang tamak setelah itu di muka bumi,” (Q.5:32).
Dalam mengubah nilai-nilai yang tidak sesuai dengan dasar kehidupan, lahirlah para pejuang reformasi yang dalam upayanya memperjuangkan kemajuan umat manusia bahkan sampai berkorban jiwa dan raga. (Somvir, 2009:6). Dalam Islam hal itu disebut jihad

Manusia selalu melahirkan ide-ide yang bertujuan agar mereka mendapat kebahagiaan(Somvir, 2009:7. Konsep agama pun lahir karena manusia beranggapan bahwa setiap agama diturunkan Tuhan dan kitab suci adalah sabda Tuhan. Namun yang terjadi adalah setiap orang menganggap agamanya yang paling benar dan untuk membuktikan hal itu mereka berdebat, berargumentasi, hingga terjadi pertikaian he bat yang menghancurkan manusia itu sendiri. (Somvir, 2009:7. Dalam Islam hal itu diakui, bahwa umat manusia itu pada awalnya adalah satu umat saja. Tetapi kemudian mereka berpecah belah, justru setelah wahyu diturunkan kepada mereka. Perpecahan itu terjadi karena ada yang mau menerima isi wahyu itu dan ada yang tidak mau menerimanya. Penyebabnya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, adalah baghy ‘agresivitas’, yaitu suatu sikap, sebagaimana disebutkan lebih kurang oleh Dr. Somvir, “setiap orang menganggap agamanya yang paling benar dan untuk membuktikan hal itu mereka berdebat, berargumentasi, hingga terjadi pertikaian he bat yang menghancurkan manusia itu sendiri,” (Somvir, 2009:7), artinya memaksakan pendapat, paham, atau agama itu kepada orang lain.

Kemajuan manusia baru dikatakan sempurna apabila ia mampu menciptakan sarana dan prasarana ramah lingkungan dan tidak menghancurkan keindahan bumi ciptaan Tuhan (Somvir, 2009:10). Dalam Al-Qur’an Allah menyalahkan para perusak, dan memuji para pelaku reformasi (26:152).
Akan tetapi jika manusia mulai memahami hidup spiritual, pertikaian antar umat beragama akan semakin berkurang bahkan hilang karena kita mulai menyadari bahwa seluruh umat manusia di dunia adalah dalam sebuah keluarga besar. (Somvir, 2009:8).
Setiap makhluk hidup memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Terdapat mutual simbiosism antara makhluk hidup. Angin membersihkan udara, hujan membersihkan kotoran, tumbuh-tumbuhan membersihkan karbondioksida(Somvir, 2009:

Setiap manusia memiliki hak untuk hidup di dunia yang indah ini bukan saja manusiaa melainkan seluruh ciptaan Tuhan dengan berbagai bahasa dan terhormat. (Somvir, 2009:15).


Manusia memiliki tujuan yang lebih mulia yaitu kemajuan di bidang spiritual. Perkembangan spiritual itu dimulai dengan melakukan yoga dan meditasi dengan kesungguhan dan disiplin. (Somvir, 2009:12).

1. Kedudukan alam
Gunung Himalaya.
- Es abadi = Sumber inspirasi untuk mendapatkan kedamaian abadi,
- tempat yang murni, bersih, dan hijau, sumber air Gangga yang suci
- di pinggirnya ashram-ashram dan masyarakat sedang beryoga
- para yogi harus pernah sekali seumur hidup beryoga di sana: membuka pikiran, mengajarkan kebenaran, kehidupan, dan mendorong kita dekat dengan Tuhan
- pohon-pohon. Biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran masih segar dan alami, berguna untuk obat-obatan Ayurveda. 1
- setahun sekali kita perlu melihat keindahan alam, berkunjung ke gunung, danau dan sungai untuk memperoleh inspirasi untuk menjadi seorang spiritual yang sesungguhnya untuk merealisasikan kebenaran yaitu jiwa kepada Tuhan. (Somvir, 2009:2

Kesadaran menjadi makhluk alam
-

2. Hakekat hidup


3. Tujuan hidup
-

- Para leluhur hidup dalam system kerajaan-kerajaan kecil yang sering berperang, tetapi hebatnya mereka sama sekali tidak pernah menghancurkan alam semesta… Akan tetapi saat istilah modernisasi muncul, manusia mulai memanfaatkan dan mengekploitasi alam secara membabi buta… tanpa mempertimbangkan akibat jangka panjang yang akan diterima oleh generasi berikutnya… Sekarang saatnya kita hentikan eksploitasi terhadap bumi. Manusia perlu menyadari apa tujuan hidupnya di dunia ini dan menyadari bahwa ia tidak hanya untuk makan, tidur, dan menikmati hubungan seksual karena itu juga dinikmati oleh binatang. Manusia memiliki tujuan yang lebih mulia yaitu kemajuan di bidang spiritual. Perkembangan spiritual itu dimulai dengan melakukan yoga dan meditasi dengan kesungguhan dan disiplin. (Somvir, 2009:12).
Untuk mengatasi hal itu manusia memang perlu menyadari apa tujuan hidupnya. Tujuan hidup manusia memang tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan pisik, tetapi juga kebutuhan psikis dan spiritual
4. Sikap hidup yoga

- Yoga mengajarkan kita hidup teratur, sehat, dan menghilangkan kebiasaan buruk. Latihan pernafasan (pranayama) menyuplai oksigen yang cukup terutama ke otak. Dengan mengatur nafas, pikiran tenang, dengan demikian mengendalikan pikiran dan indriya. (Somvir, 2009:2).

- Gerakan-gerakan badan (asana) meningkatkan kelenturan, kebugaran, dan kesehatan secara menyeluruh, membantu membentuk postur tubuh yang ideal dan tegap, karena dengan setiap gerakan selalu dijaga agar tulang punggung selalu lurus, membusungkan dada, dan mengangkat dagu dan melihatr ke depan. Sikap tubuh itu menumbuhkan sikap percaya diri, berani memandang dunia dan menghadapi tantangan dalam kehidupan. (Somvir, 2009:5)

- Dhyana (meditasi) untuk meningkatkan kesadaran, yang diawali dengan konsentrasi pada tubuh, pikiran dan nafas. Tingkat yang lebih tinggi adalah Samadhi, yaitu menyatukan diri dengan kesadaran yang universal. (Somvir, 2009:5

- Delapan tahap (Astangga Yoga): Yama (pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Patayahara (menarik semua indrinya ke dalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan) Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (mendekatkan diri/menyatu/merealisasikan diri). (Somvir, 2009:24
5.
6. Lihatlah di Eropa maupun Amerika , tingkat kehilangan kepercayaan orang terhadap agama sangat tinggi. Perkembangan yang terjadi dewasa ini banyak masyarakat Negara Barat merindukan spiritualitas. Banyak mereka meninggalkann negaranya untuk mempelajari bidang spiritual di Negara-negara Timur. (Somvir, 2009:

Alam sudah diciptakan dalam keadaan sempurna

1. Lukisan surge adalah taman yang indah (78:6) (18:33), bertolak belakang dengan lukisan neraka (80:41)
Surge yang sebenarnya adalah yang tak t3erbayangkan
2. Kerusakan alam adalah karena ulah perbuatan manusia
3. Bagaimana cara manusia tidak membuat ulah?
a. Pengakuan atas fungsi pohon (58:72)
b. Menindak yang membuat kerusakan (5:33)
c. Memperbaiki alam (26:152)
Referensi:
Al-Qur’an al-Karim
Hadits al-Arba’in
Gandhi. 1962. My God. Ahmedabad: Navajivan Publishing House. (Compiled by M. K. Prabhu).
Harun, Salman. ”Islam dan Yoga”, Yoga for Health. April 2009.
Somvir. 2009. Yoga & Ayurveda. Denpasar: Fokus Production

BUILDING A CULTURE OF PEACE FOR A CIVIL SOCIETY
Some Principles of Islam on Harmony and Peace Education
by
Salman Harun**

Among principles established in the Charter of United Nations (A/Res/52/13, 1998) are respect for human rights, democracy and tolerance, and promotion of development and education for peace. As a response of that resolution, UNESCO has declared the decade 2001-2010 as the International Decade for a Culture of Peace and Non-Violence. The organizing of the Big Hope Global Youth Congress held by Liverpool Hope University could be considered as an implementation of the declaration.
I comprehend that the theme or the vision of the Congress emphasizes on “the creation of a more humane global society, with integrity in public life and respect for faith; a society in which every individual has the right to participate and to which every individual has the responsibility to participate.”
Its objective is “to bring together leaders of the future to consider the much needed inter-connection between personal integrity and public life and to consider the question of how we may develop a humane global society and our role as individuals to help make it possible.”
And its strategy and method to reach that objective are “listening, learning, and discussion, and sharing; action, performance, service and prayer; with young people from many cultures, many countries and every continents; young vision of faith, vision and humanity,” we put our big hope and expectation to “shape the global society in 21st Century.”

The global community contains many aspects of differences of cultures, philosophies of life, and religions. Concerning the religions, one of them is Islam. In this paper I would like to inform some verses of the Qur’an that teach its believers some basic teachings of Islam concerning the principles of the brotherhood, solidarity, harmony and peace among mankind.

A. ISLAM
Islam literally means "peace". A good Muslim performs five
prayers a day. In the end of each prayer he declares "peace for you, and Mercy of God and His Bliss" to his right and left side (audience). Peace, then, is the fundamental meaning and teaching of Islam.
The concept of faith of Islam is quiet compatible with the concept of faith in other religions. That is based on oneness of God, although the oneness of God in Islamic faith, namely tawhid, is shaper than what other religions have. In facts, three religions, (Islam, Judaism, and Christianity), have the same God, namely Allah.
That slight different in oneness of God, in fact or history, has caused the world in many difficulties in relationship between the adherents of the religions. It must not be happened again. The causal factors are only misunderstanding, prejudice, or dislike.[1]

B. THE PRINCIPLES OF INTER-RELIGIOUS RELATIONSHIP FOR PEACE:

Although Islam is different from other religions in its concept of faith, it has many principles and values in treating the adherents of other religions to live together in harmony and peace.
1. The first policy taken by Prophet Muhammad after he
migrated to Medina was reconciling the tribes and the religions. The reconciliation was issued in the form of law, which was well known as "The Constitution of Medina ".[2] The Prophet, thus, gave us an example how to treat the various ethnics, races and religions so that they can live always in peace and harmony and the development of the country can be carried out satisfactorily.
2.Islam has acknowledged other religions as religions as a verse of the Qur'an states, "To you be your religion and to me my religion".[3] The
meaning of "acknowledgement" is that God recognizes the existence of the religions,[4] but in the day of hereafter the true religion for Him is only Islam.[5]
3. Islam forbids its adherents not to look down on the people who their God is more than one God. If they despise other believers, they will also despise Allah. It is only God (Allah) who has the right to judge the truth of one religion.[6]
4. Islam forbids war in the name of religion. If it is done Allah will defend those who are warred on. It is naturally understandable, that if they are allowed to war on other religions, they will destroy everything including the worshipping places being considered as the symbols of religions in which His Name is glorified.[7]
5. Islam gives protection for non-Muslims their life and their safety. If they are part in the Muslim's community they will be treated as their neighbors who must be hold in high esteem, and if they come to the Muslim's community for a business their safety in the Muslim's community must be guaranteed.[8]
6. Islam views that human beings come from one same ancestor i.e. Adam (and Eve). They come from one blood pedigree, and it must be maintained as it is the human nature.[9] They are indeed brothers and sisters.
7. To maintain the brotherhood (and sisterhood) of the mankind, Allah has declared that killing anyone means "the end of the world" (Doomsday); it is the biggest crime.[10] Anyone must respect one's life. If that is taken care, all people will be safe because people safety is dependent on individual safety. That is why that taking one's life should be sentenced to death (qisas) or forgiveness of his/her family.[11] And the forgiveness is better than sentence to death.[12]
8. Allah admits the differences of human beings based on sexes, nationalities, ethnics. The purpose is to make them be acquainted with each other, whereas the degree of their dignity is based on their good deed they perform.[13] The life of a couple proves that the differences of sexes just exactly bring about love that is started from knowing and then understanding. The differences of ethnics, nationalities and races, then, should be treated as differences in a family. This treatment will produce a mosaic that will beautify the world as the beauty of a family.
9. Harmony and peace among people in the world should not be broken because of religious differences. God declares that He intentionally lets mankind vary in their creeds. That is because of their varying ways and approaches. But His intension is to bring about competition among believers to serve their devotions to mankind. The truth of God is really one, but He will only confirm it in the Day of Judgment.[14]
10. Allah lets people dedicate to others as well as they do for their own parents. But it must be under the condition that they are not fought for and are not expelled from their homes in the name of a religion.[15]
11. Islam does not discriminate the poor based on their religions. Help must be given to the poor without considering what religion they embrace. One's faith is not a matter of anyone but it is in God's authority. What God appraises is only what one performed sincerely. God will reward the sincerity not the quantity they have done.[16]

D. SOME VALUES TOUGHT BY ISLAM FOR PEACE:
The above eleven principles contain some core and sub values:
From 1st principle: reconciliation taken by the Prophet:
1. Harmony: trust and understanding, collaboration, reconciliation, consensus;
From 2nd principle: acknowledgment other religions:
2. Tolerance: equality, respect for other, respect for differences, accept cultural diversity, respect for minority and foreigners, acceptance, openness;
From 3rd principle: forbidden to look down other believers:
3. Empathy: friendliness, resilience, morality, sensitivity, stewardship, encouragement, fairness;
From 4th principle: forbidden of making war in the name of religion:
4. Love: self respect, trust and respect for others, openness, caring for other, loyalty, courage;
From 5th principle: one same ancestor:
5. Brotherhood/sisterhood: understand others, respect for others, respect for the value of life, belief in the spirit of mankind, honesty, reflective attitude, globalization;
From 6th principle: neighborhood:
6. Helpful: honest, collaboration, caring;
From 7th principle: forbidden of killing others:
7. Respect for human rights: respect for life of mankind, willingness to accept, justice;
From 8th principle: equality of the sexes, nationalities, and ethnics:
8. Freedom: freedom of expression and belief, equality rights of job;
From 9th principle: competition in good deeds:
9. Loyalty: enthusiasm, socialistic attitude, humanism, puritan, holiness;
From 10th principle: dedication for others:
10. Dedication for mankind: helpful, sacrifice, non-materialistic attitude, thankfulness, socialistic responsibility;
From 11th principle: dealing with poverty:
11. Development: discipline, work hard, non-consumerism.

E. MULTI-FAITH EDUCATION FOR PEACE

1. Philosophy
Peace is the state of mind felt and experienced by anyone or people or society or even a nation where people live together harmoniously, and love, care, understanding and tolerance have become ways of life of the people. Peace is not simply the absence of violence, but rather a dynamic state of consciousness and behaviors built in daily activities into a culture.
Education for peace is all endeavors and activities through learning processes directed to build the culture of harmony and peace. Multi-faith education for peace is education to develop the culture of harmony and peace among religious adherents.

2. Goal of Multi-faith education for peace
The goal of Multi-faith education for peace is to develop skills, knowledge, and attitudes in learners and teachers that they can transform the present condition of multi-faith relationship to the condition where the adherents of religions live together in harmony and peace.
And its objectives are:
a. To deepen the moral values taught by religions on harmony and peace;
b. To understand the nature and origins of violence and its effects;
c. To sharpen awareness about existence of peaceful relationship between people within, and between religious adherents.
d. To encourage the search for alternative or possible non violence skills.
e. To equip learners with personal conflicts resolution skills.

3. Learning Process
a. Content:
1) Knowledge: containing matters related to origin and philosophy of religion, human rights, justice, freedom, human welfare;
2) Skill: behavior of nonviolence, ability to negotiate, compromise, and assess personal feelings, listening and communication, and conflict resolution.
3) Values: common and different moral values, principles, and faiths, caring, awareness, and tolerance.
b. Learning Methodologies: must be in accordance with the nature of values education processes.
c. Strategies:
1) Students' active based learning: inquire approach, student' active learning, experiential learning approach;
2) Various kinds of peace skills;
3) Conflict resolution model: mediation, negotiation, constructive dialogue;
4) Diversity management as a strategy in managing diversity of people.
d. Learning Outcome:
Because the content of multi-faith education consists of knowledge, skills, and values, the learning outcome is the degree of accomplishment of all those aspects.
e. Evaluation:
1) whether the learners have acquired the values in their behaviors;
2) is the value really installed in the behaviors of the learners;
3) are respect for others, love others and compassion really installed in the mind and behaviors of the learners and have become their habitual activities (Gaffar, 2005:6).

4. Development of models of learning for peace
A learning model contains teaching materials, time frame, teaching methodologies, learning facilities, values attached, and evaluation instrument (Gaffar, 2005:8).

F. EDUCATIONAL STATEGIES
1. In elementary level: values education is integrated in all lessons without stating that certain value comes from certain religion;
2. In secondary level: value education is integrated in all lessons and the students know what religion is the origin of the values;
3. In university level: the students study the teachings of the religions from their own sources.

G. EDUCATIONAL POLICIES
It should be prepared an international program sponsored by United Nations. The program includes:
1. At United Nations level:
a. Formation of a committee in global level from different representatives of world religions. And UNESCO is responsible for the program.
b. Developing an action plan.
c. Developing a pro-type of instructional material for teachers and students act different educational levels.
d. Testing implementation of this new program in some countries.
e. Implementation of this program all over the world (Moafi, 2005:948).

2. At international level:
Formation an international association for multi-faith education.
It is better to inform that the Center for Multi-faith Education State Islamic University Jakarta in February 2005 has organized an international seminar on multi-faith education for harmony and peace. Among the speakers are:
a. Venerable Master Chin Kung, President of Pure Land College.
Australia.
b. H. Abdurrahman Wahid, Former President of the Republic of Indonesia.
c. Prof. Toh Sween Hin, Director of The Multi-faith Centre Griffith University, Australia.
d. Baroness Caroline Cox, House of Representative, UK.
e. Prof. Dr. Azyumardi Azra, Rector of State Islamic University, Jakarta, Indonesia.
f. Prof. John D’Arcy May, Director of Trinity College of Dublin.
g. Master Lee Zhiwang, President of Toist Mission, Singapore.
h. Sister Joan Kirby, Director of Temple of Understanding, USA
i. Nurah-Rosalie P. Jeter Ammat'ullah, Director of Muslim Women’s Institute for Research and Development-MWIRD, New York, USA
j. Mir Nawaz Khan Marwat, International President, World Conference of Religion and Peace, Pakistan
k. Xue Cheng, Secretary General, The Buddhist Association of China, Beijing.
l. Dr. Somvir, Ministry of Education and Culture, India.
In the business meeting they formed the International Association for Multi-faith Education (IAMFE), and Professor Dr. Azyumardi Azra is elected as its first president. And decided that second seminar will be in Peng Lei, China.

3. At national level:
Formation a national association for multi-faith education.

4. At university level:
Formation a center for multi-faith education in universities.

References:
Gaffar, Mohammad Fakry. 2005. The Roles of Education in Promoting
Peace. Paper presented at 5th CESA Conference. Kuala Lumpur: Universiti Kebangsaan Malaysia.
Moafi, Mahmood. 2005. Spiritual Curriculum Theory for Peace
Education and Its Dimensions. Paper presented at 5th CESA Conference. Kuala Lumpur: Universiti Kebangsaan Malaysia.
Rahman, Fazlur. 1983. Major Themes of the Qur'an. Translated to
Indonesian by Mahyudin. Bandung: Mizan.
Watt , W. Montgomery. 1994. Muhammad at Medina. Karachi: Oxford
University Press.







































Appendix
THE CONSTITUTION OF MEDINA
(W. Montgomery Watt, 1994, Muhammad at Medina, Karachi, Oxford University Press, pp. 221-225)
IBN ISHAQ has preserved an ancient document commonly known as the 'Constitution of Medina'. Apart from the introductory: words, however, he tells us nothing about it, neither how he come by it nor when and how it was brought into force. On the otter points he must be presumed ignorant; its place near the beginning of his account of the Medinan period is simply that called for by logic.
The text of the document
Ibn Ishaq said: The Messenger of God (God bless and preserve him) wrote a writing (kitab) between the Emigrants and the Ansar, in which he made a treaty and covenant with the Jews, confirmed them in their religion and possessions, and gave them certain duties and rights:
In the name of God, the Merciful, the Compassionate!
This is a writing of Muhammad the prophet between the be­lievers and Muslims of Quraysh and Yathrib and those who follow them and are attached to them and who crusade (jahadu) along
,With them..
They are a single community (ummah) distinct from (other) people.
1. The Emigrants of Quraysh, according to their former con­dition, pay jointly the blood-money between them, and they (as a group) ransom their captive(s), (doing so) with uprightness and justice between the believers.
2. Banu 'Awf, according to their former condition, pay jointly the previous blood-wits, and each sub-clan (tai'ifah) ransoms captive(s), (doing so) with uprightness and justice between believers.
3. Bani '1-Harith, according to their former condition, jointly. . . (as 3)..
4. Bani Sa'idah . . . (as 3).
5. Bani Jusham . . . (as 3).
6. Bani 'n-Najjar . . . (as 3).
7. Bani 'Amr b. 'Awf . . . (as 3).
8. Bani 'n-Nabit . . . (as 3).
9. Banii 'l-Aws . . . (as 3).
10. The believers do not forsake a debtor among them, but give him (help), according to what is fair, for ransom or blood-wit.
11. A believer does not take as confederate (halif) the client (mawla) of a believer without his (the latter's) consent.
12. The God-fearing believers are against whoever of them ac wrongfully or seeks (? plans) an act that is unjust or treacherous or hostile or corrupt among the believers; their hands are all again him, even if he is the son of one of them.
13. A believer does not kill a believer because of an unbeliever and does not help an unbeliever against a believer.
14. The security (dhimmah) of God is one; the granting of 'neighbourly protection' (yujir) by the least of them (the believer is binding on them; the believers are patrons (or clients-mawali) of one another to the exclusion of (other) people.
15. Whoever of the Jews follows us has the (same) help support (nasr, iswah) (as the believers), so long as they are wronged (by him) and he does not help (others) against them;
16. The peace (silm) of the believers is one; no believer m peace apart from another believer, where
there is fighting in the way of God, except in so far as equality and justice between them (is
maintained).
17. In every expedition made with us the parties take turns with one another.
18. The believers exact vengeance for one another where a man gives his blood in the way of
God. The God-fearing believers are under the best and most correct guidance.
19. No idolater (mushrik) gives 'neighbourly protection' (yujir) for goods or person to Quraysh, no
intervenes in his (a Qurashi's) favour against a believer.
20. When anyone wrongfully kills a believer, the evidence being clear, then he is liable to be killed in retaliation for him, unless the representative of the murdered man is satisfied (with a payment). The believers are against him (the murderer) entirely; nothing is permissible to them except to oppose him.
21. It is not permissible for a believer who has agreed to what '_in this document (fahifah) and believed in God and the last day help a wrong-doer! or give him lodging. If anyone helps him gives him lodging, then upon this man is the curse of God and His wrath on the day of resurrection, and from him nothing will be accepted to make up for it or take its place.
22. Wherever there is anything about which you differ, it _is. to be referred to God and to Muhammad (peace be upon him).
23. The Jews bear expenses along with the believers so long as they continue at war.
24. The Jews of Banu 'Awf are a community (ummalz) along with the believers. To the Jews their religion (din) and to the Muslims their religion. (This applies) both to their clients and to themselves, with the exception of anyone who has done wrong or acted treacherously i he brings evil only on himself and on his household.
25. For the Jews of Banu 'n-Najjar the like of what is for the Jews of Banu 'Awf.
26. For the Jews of Banu '1-I:Hirith the like. . .
27. For the Jews of Banu Sa'idah the like. . . .
28. For the Jews of Banu Jusham the like. . .
29. For the Jews of Banu 'l-Aws the like. .
30. For the Jews of Banu Tha'labah the like of what is for the Jews of Banu 'Awf, with the exception of anyone who has done wrong or acted treacherously i he brings evil only on himself and household.
31. Jafnah, a subdivision (batn) of Tha'labah, are like them.
32. For Banu 'sh-Shutaybahl the like of what is for the Jews Banu 'Awf; honourable dealing (comes) before treachery.
33. The clients of Tha'labah are like them.
34. The bitanah of (particular) Jews are as themselves.
35. No one of them (? those belonging to the ummah) may go out (to war) without the permission of Muhammad (peace be upon him), but he is -not restrained from taking vengeance for wounds. Whoever acts rashly (fataka) , it (involves) only himself and household, except where a man has been wronged. God is the truest (fulfiller) of this (document).
36. It is for the Jews to bear their expenses and for the Muslims to bear their expenses. Between them (that is, to one another) there is help (nasr) against whoever wars against the people of this document. Between them is sincere friendship (nas'h wa-nasihah),. and honourable dealing, not treachery. A man is not guilty of treachery through (the act of) his confederate. There is hell (or, help is to be given to) the person wronged.
37. The Jews bear expenses along with the believers so long they continue at war.
38. The valley of Yathrib is sac red for the people document.
39. The 'protected neighbour' (jar) is as the man himself so long as he does no harm and does not act treacherously.
No woman is given 'neighbourly protection' (tujar) without the consent of her people. _
40. Whenever among the people of this document there ( any incident (disturbance) or quarrel from which disaster (the people) is to be feared, it is to be referred to God a Mul:1ammad, the Messenger of God (God bless and preserve God is the most scrupulous and truest (fulfiller) of what is in this document.
41. No 'neighbourly protection' is given'(la tujar) to Quraysh and those who help them.
42. Between them (? the people of this document) is help against whoever suddenly attacks Yathrib.
43. Whenever they are summoned to conclude and accept it; when they conclude and accept it; when they in turn summon to the like of that, it is for them upon the believers, except whoever wars about religion; for (? = incumbent on) each man is his share from side which is towards them.
44. The Jews of al-Aws, both their clients and themselves, are the same position as belongs to the people of this document while they are thoroughly honourable in their dealings with the people of this document. Honourable dealing (comes) before treachery.
45. A person acquiring (? guilt) acquires it only against him­self. God is the most upright and truest (fulfiller) of what is in this document. This writing does not intervene to protect a wrong-doer or traitor. He who goes out is safe, and he who sits still is safe in Medina, except whoever does wrong and acts treacherously. God is 'protecting neighbour' (Jar) of him who acts honourably and fears God, and Muhammad is the Messenger of God (God bless and preserve him).


* Pointers presented at WCCI 12th World Conference in Education on “Building a Culture of Peace for a Civil Society”.
** Salman Harun is Professor in Tafsir (Qur'anic interpretation), former Dean of the Faculty of Education, "Syarif Hidayatullah" State Islamic University, Jakarta (1994-1996, 2001-2005), Indonesia. He is now the Director of the Center for Multi-faith Education at that University. His address is: Jl. Juanda 95 Ciputat 15419 Jakarta Indonesia, phone: 021-7409866, mobile: 081314130061, e-mail: salmanhar2000@ yahoo.com

[1] The Qur’an says, “Mankind were one community and Allah sent prophets with glad tidings and warnings and with them He sent the Scripture in truth to judge between people in matters wherein they differed. And only those to whom (the Scripture) was given differed concerning it after clear Signshad come unto them through hatred one to another. Then Allah by His leave guide those who believe unto the truth of that wherein they differed. And Allah guides whom He will to a straight path.” (2:213)
[2] Text of the Constitution, please see Appendix

[3] “Say, O disbelievers! I worship not that which you worship. Not will you worship that which I worship. And I shall not worship that which you are worshiping. Nor will you worship that which I worship. To you be your religion and to me my religion.” (Q.S. 109).

[4] To each among you We have prescribed a Law and an Open Way. If Allah willed, He would have made you one umma (one religious community), but that (He) may test you in what He has given you; so strive as in a race in good deeds. The return of you (all) is to Allah; then He will inform you about that in which you used to differ (S. 5:48).
Ibn Kasir (n.d.:285) stated that the acknowledgement is intended for the adherents of all religions. According to Fazlurrahman (1983:286), Al-Qur'an explains endlessly that Islam, Judaism, and Christianity have the same foundation that is the Oneness of God as it was taught by the same ancestor, Prophet Ibrahim. Because they refused to accept the foundation, they are called "al-Ahzab" meaning that they belong to fractions having the same root. Furthermore they are exclusively called Judaism and Christianity, which mean that there are two (new) religions appearing besides Islam.

[5] Truly the religion in the Sight of Allah is Islam… (Q.S. 3:19); And whoever desires a religion other than Islam, it will never be accepted of him, and in the Hereafter he will be one of the losers (Q.S. 3:85).

[6] And insult not those whom they (disbelievers) worship besides Allah, lest they insult Allah wrongfully without knowledge. Thus We have made fair-seeming to each people its own doings, then to their Lord is their return and He shall then inform them of all that they used to do.” (S.6:108)

[7] Permission to fight is given to those (i.e. believers against those disbelievers) who are fighting them (and) because they (believers) have been wronged, and surely Allah is Able to give them (believers) victory. (They are) those who have been expelled from their home unjustly only because they said, “Our Lord is Allah.” For had it not been that Allah check one set of people by means of another, there would surely have been pulled down monasteries, churches, synagogues, and mosques, wherein the Name of Allah is mentioned much. Verily, Allah will help those who help His (Cause). Truly Allah is All-Strong, All-Mighty (S. 22:39-40). Monasteries are worshipping places for Hindu and Buddha.

[8] And if anyone of the Pagans seek your protection, than grant him protection, so that he mayhear the word of Allah (i.e. Al-Qur’an), and then escort him to where he can be secure, that is because they are men who know not Q.S. 9:6).
.
[9] O mankind! Be dutiful to your Lord, Who created you from a single soul and from it created its mate, and from them both scattered many men and women, and fear Allah through Whom you demand your mutual (rights) and not to cut the relations of the wombs (kinship). Surely Allah is ever a wether over you (S. 4:1).

[10] Because of the account, We ordained for the children of Israel that if anyone killed a person, it would be as if he killed all mankind, and if anyone saved a life, it would be as he saved the life of all minkind. And indeed there came to them Our apostles with clear signs, even then after that many of them continued to exceed the limits (S. 5:32).

[11] O you who believes! The Law of Equality in punishment is made compulsory for you in case of murder, the free for the free, the slave for the slave, and(S. 2:178).

[12] The recompense for the evil is an evil the like thereof but whoever forgives and makes amends his reward is due from Allah. Verily He likes not the wrong-doers (Q.S. 42:40)

[13] O, mankind! We have created you from a single (pair) of a male and a female, and made you into nations and tribes that you may know one another. Verily, the most honorable of you in the sight of Allah is that (believer) who is best in good deeds. Verily, Allah is All-Knowing, All-Aware (S.49:13).

[14] To each among you We have prescribed a Law and an Open Way. If Allah willed, He would have made you one umma (one religious community), but that (He) may test you in what He has given you; so strive as in a race in good deeds. The return of you (all) is to Allah; then He will inform you about that in which you used to differ (S. 5:48).

[15] Allah forbids you not with regards to those who fought not against you on account of religion and drove you not out from your homes that you should show them kindness and deal justly with them. Verily, Allah loves the just dealers (S. 60:8). The meaning of birr is the sincere devotion and it is used for devoting our life to our parents, close relatives and the poor (S. 19:14, 32; S. 2:177). That similar world has been used by Allah in the Qur'an for other religious followers having done good deeds.

[16] Not upon you (Muhammad saw.) is their guidance, but Allah guides whom He will. And whatever of good you spend, it is for yourselves, when you spend not except for the Sake of Allah. And whatever of good you spend, it will be repaid to you in full, and you shall not be wronged (S. 2:272).
and drove you not out from your homes that you should show them kindness and deal justly with them. Verily, Allah loves the just dealers (S. 60:8). The meaning of birr is the sincere devotion and it is used for devoting our life to our parents, close relatives and the poor (S. 19:14, 32; S. 2:177). That similar world has been used by Allah in the Qur'an for other religious followers having done good deeds.

[16] Not upon you (Muhammad saw.) is their guidance, but Allah guides whom He will. And whatever of good you spend, it is for yourselves, when you spend not except for the Sake of Allah. And whatever of good you spend, it will be repaid to you in full, and you shall not be wronged (S. 2:272).