Sabtu, 19 September 2009

TAKBIRAN

TAKBIRAN
Oleh
Prof. Dr. H. Salman Harun
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah

Perintah Allah agar umat Islam bertakbir di penutup Ramadhan jelas adanya, yaitu termaktub di ujung Surah al-Baqarah/2:185:


       ••                                        
185. (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakbir mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Hukum bertakbir itu minimal sunat mu’akkad (sunat yang sangat ditekankan).

Di dalam ayat itu tidak diatur di mana takbir itu hendaknya dilaksanakan. Penulis juga belum menemukan informasi dari hadis atau atsar (pendapat sahabat) yang menjelaskan di mana takbir itu seharusnya dilaksanakan.

Yang jelas adalah bahwa salat Ied Fitri (dan Ied Adha) dianjurkan dikerjakan di lapangan. Dalam ritual salat Ied takbir merupakan agenda yang paling utama di samping salat itu sendiri. Adanya anjuran salat Ied di lapangan dengan takbirnya itu menunjukkan bahwa Islam mementingkan pula syiar agama.

Syiar agama adalah gaung keagamaan, bila tidak dapat dikatakan semacam show of forces, ia merupakan show of religiousity. Bukan berarti ria (pamer) dalam beribadat, tetapi kesemarakan yang dapat meningkatkan semangat keagamaan. Dalam hari raya Ied Fitri kesemarakan itu ditunjukkan pula dengan adanya kewajiban membayar zakat fitrah (juga zakat harta bila sudah sampai waktunya). Dan dalam Ied Adha syiar agama itu ditambah dengan penyembelihan hewan kurban yang oleh Allah jelas-jelas dinyatakan sebagai sya’a’ir Allah (syiar-syiar Allah).

Dengan demikian di dalam dua hari raya itu perlu dipertunjukkan kesemarakan beragama. Kesemarakan itu antara lain diperlihatkan dengan mengumandangkan takbir. Takbir dapat dilaksanakan di masjid-masjid. Tetapi dalam rangka menyemarakkan agama itu tidak ditemukan adanya larangan bertakbir di luar masjid. Bila tidak ada larangan berarti hukumnya ja’iz (boleh). Oleh karena itu takbir dapat dilaksanakan di hotel-hotel, pawai-pawai dan arak-arakan di jalan raya, dsb.

Pawai dan arak-arakan bahkan dapat berfungsi sebagai arena pendidikan (dakwah) untuk meningkatkan keimanan terutama bagi remaja. Peningkatan keimanan itu terjadi ketika mereka mengumandangkan takbir secara bersama-sama dalam jumlah besar itu. Takbir yang dikumandangkan berkali-kali itu merupakan latihan (drill). Latihan mengenai sesuatu yang baik akan mendorong orang mudah mengerjakan perbuatan baik dan menjadi orang baik. Bertakbir akan akan menimbulkan rasa memiliki, meningkatkan jiwa keagamaan, memperdalam penghayatan keagamaan, dan akan meningkat pula rasa iman kepada Allah swt.

Hal itu sama misalnya dengan pawai ulang tahun kemerdekaan. Pawai itu dapat meningkatkan rasa kebangsaan di kalangan peserta pawai dan penonton. Juga pawai dalam kemenangan tim sepak bola, bulu tangkis, dsb., yang dapat meningkatkan semangat cinta olah raga dan juga kebangsaan.

Yang menjadi persoalan adalah mengapa takbir dengan kendaraan (konvoi) di Ibu Kota Jakarta ini dilarang? Yang sering dijadikan alasan adalah gangguan kelancaran lalu lintas akibat pawai. Tetapi hal itu sebenarnya dapat diatur baik oleh peserta pawai maupun polisi lalulintas. Kiranya wajar masyarakat menumpahkan kegembiraan mereka dalam bentuk pawai takbir itu –dan karena itu merepotkan petugas- karena telah berhasil menjalankan puasa sebulan penuh, sebagaimana masyarakat menumpahkan kegembiraan mereka dalam bentuk pawai pada ulang tahun kemerdekaan dan kemenangan tim olah raga.

Kalau ada alasan-alasan lain lagi seperti gangguan ketertiban, dsb. semuanya itu adalah ekses bukan substansi. Takbir adalah substansi, karena perintah Allah, dan gangguan ketertiban adalah ekses yang dapat dikendalikan. Pawai ulang tahun kemerdekaan dan olah raga juga menimbulkan ekses, tetapi tidak dilarang, bukan?!

Apa yang terjadi di Ibu Kota dijadikan barometer oleh sebagian daerah-daerah untuk juga tidak mengadakan pawai di jalan-jalan raya, pada hal kondisi lalu lintasnya sangat berbeda. Pawai takbir di jalan raya mengandung pendidikan dan dakwah. Umat tentunya perlu diberi kebebasan, termasuk dalam berekspresi dan berkreasi.


Ciputat, 29 Ramadhan 1430