Minggu, 25 April 2010
Islam, Yoga, dan Pemanasan Global
oleh
Prof. Dr. H. Salman Harun
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Bismillahirrahmanirrahim
Planet bumi ini paling kurang sedang terancam oleh dua ancaman besar: pertama oleh pemanasan global dan kedua oleh senjata nuklir. Pemanasan global diakibatkan oleh dampak bumi sebagai sebuah “rumah kaca” akan terus meningkat bila pembakaran bahan bakar fosil, hutan dan kerusakan alam lainnya tidak bisa dihentikan atau minimal dikurangi. Para ahli memprediksi bahwa bila es di kedua kutub bumi dan di gunung-gunung tinggi mencair dan permukaan laut naik kira-kira dua meter maka 48 negara kepulauan akan tenggelam. Konferensi Kompenhagen baru-baru ini yang diharapkaan dapat menghasilkan program konkret untuk mengatasi ancaman itu gagal mencapai kesepakatan, walaupun seorang presiden dari sebuah negara kepaiulaian di Pacifik sampai menangis dalam pidatonya untuk meminta perhatian serius.
Di pihak lain semakin banyak negara di atas bumi ini berlomba mengembangkan senjara nuklir. Bila di antara Negara-negara itu ada yang kurang mampu mengontrol emosinya maka kehancuran bumi akibat perang nuklir tidak dapat dielakkan.
Alam semesta terdiri kurang lebih100 milyar galakasi, 1 galaksi terdiri 100 milyar tatasurya, dan 1 tatasurya terdiri 8 planit, salah satunya bumi. Jadi banyak bumi itu sekitar 100 m x 100 m, yang memberi harapan untuk tempat hidup baru. Walaupun NASA menyatakan bahwa mereka dalam empat atau lima tahun lagi akan menemukan, dengan telemeter mereka, bumi baru dalam system tatasurya lain (Kompas, 3-1-2010, hal. 23), namun keberhasilan untuk mengangkut manusia ke sana masih penuh ketidakpastian, maka menyelematkan bumi dari bahya yang mengancamnya masih dipandang perioritas yang utama.
Kedua bahaya yang mengancam di atas timbul karena ambisi manusia untuk semakin sejahtera dan semakin kuasa terlalu besar. Ambisi itu telah mengakibatkan eksploitasi alam di luar daya dukung alam itu sendiri atau telah menghabiskan sumber daya bukan untuk kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. Ambisi itu dengan demikian berbahaya dan karena itu perlu minimal dikurangi. Cara pengurangannya yang efektif adalah dengan menghidupkan spiritualisme. Di antara gerakan yang mengembangkan spirirualisme di dunia sekarang adalah “yogaisme”.
Sebagai seorang yang baru mengenal Yoga, setelah membaca buku Dr. Somvir, “Yoga dan Ayurveda” (2009), saya ingin mendefinisikan Yoga sebagai “suatu system pengendalian diri dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia.” Sebagai suatu system, perlu dilakukan latihan secara terus-menerus, yang dimulai dari penguasaan gerak-gerak pikiran. Dan untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia, latihan-latihan perlu dibarengi suatu sikap hidup tidak terikat dengan duniawi. Itulah dua unsur penting Yoga (lihat Somvir, 2009:23).
“Manusia adalah makhluk tertinggi ciptaan Tuhan karena dilengkapi akal dan budhi,” (Somvir, 2009:6). Dalam Islam manusia dipandang sebagai ahsan taqwim (Q.95:4), yaitu suatu genus makhluk terbaik bangunan pisik dan psikisnya. Manusia diciptakan dari dua unsur yang saling mendukung, yaitu tanah dari bumi dan roh dari Tuhan (Q.23:12-14). Tanah membentuk pisik manusia dan roh membentuk psikisnya. Keduanya tidak dipertentangkan secara radikal karena saling mempengaruhi. Hanya manusialah yang memiliki psikis yang paling sempurna sehingga dapat menciptakan ilmu pengetahuan dan beragama. Dan hanya manusia pula yang memiliki pisik yang paling sempurna, misalnya hanya manusia yang berdiri di atas dua kaki dengan tangannya bebas, sehingga manusia mampu merealisasikan ilmu pengetahuan yang dihasilkan psikisnya menjadi teknologi. Dengan demikian hanya manusialah yang berperadaban dan beragama (serta beretika).
Karena kedudukannya sebagai makhluk tertinggi itu, manusia “memikul tanggung jawab atas kelangsungan hidup dan kesejahteraan makhluk lain. Dengan demikian manusia menduduki fungsi sentral dalam seluruh makhluk hidup di dunia,” (Somvir, 2009:6). Semua genus makhluk hidup, baik yang bergerak di bumi maupun yang melayang di udara, sesungguhnya merupakan komunitas (umat) tersendiri seperti halnya manusia (Q.6:38). Sebagai komunitas tersendiri mereka berhak hidup dan karena itu perlu dihormati.
Manusia diciptakan Tuhan sebagai pengganti-Nya (khalifah) (Q.2:30), yaitu makhluk yang dipercayai-Nya untuk mengelola alam ini dengan sebaik-baiknya.
Kedudukan tertinggi dan fungsi sentral itu “telah membangkitkan kesadaran baru dalam diri manusia, bahwa ia sangat beruntung terlahir sebagai manusia,” (Somvir, 2009:6). Kedudukan sebagai pengganti atau wakil Tuhan dalam pengelolaan alam itu seharusnya disyukuri oleh manusia, yaitu dengan memanggul fungsi pengganti atau wakil Tuhan itu dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Fungsi itu adalah memanggul “amanat” (kepercayaan dari Tuhan) (Q.33:72), yang oleh Fazlur Rahman (1979:28, 54) dipahami sebagai “menegakkan suatu tata masyarakat yang adil, berdasarkan etika, dan dapat bertahan di muka bumi ini.” Dalam Yoga tugas itu disebut Karma Yoga (Somvir, 2009:12).
Di dalam Kitab Suci dikisahkan beberapa bangsa yang sudah hilang karena tidak lagi memiliki keadilan dan etika itu. Umat Nabi Nuh musnah karena dosa mereka memuja materi sehingga terjadi pengkotak-kotakan (segmentasi) masyarakat menjadi kaum kaya dan kaum miskin yang bertentangan. Bangsa ‘Ad, di daerah Yaman sekarang, hancur karena membanggakan kekuatan pisik mereka dan berlaku sewenang-wenang (premanisme). Bangsa Tsamud, di daerah Nejed sekarang, luluh karena terlalu membanggakan ilmu dan teknologi mereka dan membangkang kepada Tuhan. Umat Nabi Luth hapus dari muka bumi karena melakukan homoseksual. Bangsa Madyan, di daerah Teluk Aqabah sekarang, hilang karena kejahatan ekonomi yaitu melakukan kecurangan dalam perdagangan. Dan Firaun beserta balatentaranya ditenggelamkan di Laut Merah karena tirani dan kejam. Peristiwa-peristiwa itu hendaknya dijadikan pelajaran oleh umat manusia setelah mereka, supaya tidak mengalami nasib yang sama. Pelajarannya adalah bahwa masyarakat itu hanya akan langgeng bila mengindahkan keadilan dan etika.
Tujuan hidup manusia adalah “mencapai kesadaran tertinggi (god-realisation), …tidak menginginkan apa pun kecuali kebahagiaan” (Somvir/2009:4). Kesadaran tertinggi itu diperoleh dengan terlebih dahulu mengenali jati diri. Jati diri manusia itu, sebagaimana dijelaskan di atas, adalah bahwa ia ditugaskan sebagai petugas Tuhan untuk merealisasikan kehendak-Nya di alam ini. Kehendak-Nya adalah kebaikan. Dengan demikian kebahagiaan akan diperoleh manusia dengan cara menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak Tuhan, yaitu mewujudkan kebaikan.
Di dalam literature Islam disebutkan, “Tidak beriman seseorang sampai ia menyesuaikan kehendaknya dengan apa yang kubawa,” (Hadis al-Bukhari). Bila ia telah mampu menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak-Nya, maka “Ia adalah matanya ketika ia melihat, telinganya ketika ia mendengar, kakinya ketika ia melangkah, dan tangannya ketika ia memegang,” (Hadis). Bila kehendak manusia sudah sejalan dengan kehendak Tuhan, maka tercapailah moksa, yaitu bersatunya makhluk dengan Tuhan. Jadi, persatuan manusia dengan Tuhan, yang sering disalahpahami orang, tidak dimaksudkan persatuan pisik, tetapi persatuan roh, paling kurang persatuan kehendak. Karena kehendak Tuhan pasti yang baik-baik, maka menyatukan kehendak manusia dengan kehendak Tuhan adalah dengan melakukan kebaikan-kebaikan. Dengan demikian yang akan keluar dari orang yang telah dekat bahkan bersatu dengan Tuhan tidak mungkin sesuatu yang tidak baik tetapi pastilah seluruhnya yang baik-baik saja.
“Benda-benda bukan tidak diperlukan, tetapi hanya berfungsi sebagai media, karena itu tidak boleh mengikat kita,” (Somvir, 2009:3). Harta benda sesungguhnya adalah delusi (Q.57:20), yaitu sesuatu yang dipandang sebagai segala-galanya padahal tidak bisa menyelesaikan segala-galanya. Namun ia diperlukan untuk kehidupan di dunia ini (Q.3:14). Yang dipersoalkan adalah bagaimana memperolehnya dan mengeluarkannya.
“Manusia perlu menyadari apa tujuan hidupnya di dunia ini dan menyadari bahwa ia tidak hanya untuk makan, tidur, dan menikmati hubungan seksual karena itu juga dinikmati oleh binatang,” (Somvir, 2009:12). Tujuan hidup, sebagaimana sudah dijelaskan di atas, adalah moksa, yaitu menyatu dengan Tuhan. Karena Tuhan abadi, maka menyatu dengan Tuhan berarti menyatu dengan Yang Abadi. Tujuan hidup dengan demikian adalah keabadian. Orang yang baik dengan demikian akan abadi di dalam bahagia, dan orang yang jahat akan abadi di dalam siksa. Orang yang tahunya hanya kesenangan materi dipandang sebagai seorang yang sangat dangkal wawasanya, karena kebahagiaan akhirat tiada taranya (Q.53:30).
“Akan tetapi saat istilah modernisasi muncul, manusia mulai memanfaatkan dan mengekploitasi alam secara membabi buta. Demi memenuhi keinginan-keinginan yang tak terbatas, manusia menghancurkan alam semesta tanpa mempertimbangkan akibat jangka panjang yang akan diterima oleh generasi berikutnya,” (Somvir, 2009:12). Alam ini sesungguhnya sudah diciptakan dengan amat sempurna oleh Tuhan. Begitu sempurnanya sehingga Ia menantang manusia untuk meniliti alam apakah ia bisa memperoleh suatu kekurangan atau cacat dalam ciptaan-Nya itu (67:1-6). Kesempurnaan alam itu menjadi rusak karena ulah tangan manusia; gunanya supaya manusia dapat merasakan sendiri sebagian akibat kerusakan yang dibuatnya itu (Q.10:41). Akibat kerusakan itu memang sudah dirasakan oleh manusia, dalam bentuk antara lain banjir, longsor, kekeringan, perubahan cuaca/iklim, dsb. Yang disebutkan terakhir telah mengakibatkan pemanasan global. Jelaslah bahwa kerusakan alam menyebabkan penderitaan umat manusia, dan kerusakan itu disebabkan nafsu atau ambisi manusia yang terlalu besar.
Di antara cara penanggulangan penyakit rohani itu adalah pengendalian diri. “Yoga membantu manusia dalam mengendalikan diri, perbuatan, ucapan, dan membersihkan badan melalui Pranayama,” (Somvir, 2009:12). Yoga, sebagaimana sudah dinyatakan di atas, terdiri dua unsure: latihan yang terus menerus dan sikap hidup yang tidak terlalu mementingkan dunia. Yang disebutkan kedua itu merupakan factor yang menentukan dalam keberhasilan Yoga.
1. Sikap Hidup yang Tidak Terlalu Mementingkan Dunia
Sebab dunia ini tidak begitu penting bagi manusia adalah karena dunia itu akan ditinggalkan dan akan mengalami kehancuran. Seseorang pasti mati, dan setelah mati persoalan tidak berakhir, karena manusia akan terus hidup di alam lain setelah kiamat dan perlu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Bila hidup manusia berakhir di dunia ini saja dan tidak ada pertanggungjawaban tentu hakekat eksistensinya sama dengan hakekat eksistensi makhluk-makhluk rendah seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, dsb. Hal itu tidak mungkin, karena manusia diberi akal dan budhi (serta pisik dan psikis yang paling sempurna) sedangkan alam lain itu tidak. Oleh karena itu perbuatan baik perlu memperoleh imbalan (reward) dan perbuatan buruk perlu memperoleh ganjaran (punishment) dari Tuhan. Dan itu akan berlangsung selamanya. Oleh karena itulah seorang yang terlalu mementingkan dunia, dalam arti menikmatinya tanpa mengindahkan aturan-aturan yang digariskan-Nya, akan sangat merugi nanti di akhirat. Dengan demikian mereka yang melakukan kejahatan, termasuk kejahatan lingkungan sehingga membahayakan bagi manusia dan kemanusiaan, akan mendapat sanksi keras dari Tuhan nanti di akhirat.
2. Latihan Yoga
Latihan Yoga sebagaimana diajarkan Patanjali meliputi delapan tahap (Astangga Yoga), yaitu Yama, Nyama, Asana, Pranayama, Patahayara, Dharana, Dhayana, dan Samadhi (Somvir, 2009:23).
a. Yama adalah prinsip etika meliputi:
1) Tanpa kekerasan
Semua yang ada di alam ini adalah makhluk Tuhan. Tuhan memuliakan makhluknya, apalagi manusia (Q.17:70). Oleh karena itu tidak boleh ada siapa pun memaksakan kehendaknya kepada alam atau orang lain, apalagi melakukan kekerasan. Orang yang memaksakan kehendaknya kepada alam atau orang lain, apalagi melakukan kekerasan, berarti ia menempatkan dirinya lebih tinggi dari Tuhan.
2) Kebenaran
Gandhi (1962:13) berpendapat bahwa kebenaran adalah Tuhan (Truth is God). Bahkan orang atheis sekalipun, dalam pandangannya, sebenarnya adalah seorang yang bertuhan, karena ia juga mencari kebenaran. Dalam Islam salah satu nama Tuhan dari sembilan puluh sembilan nama-Nya adalah al-Haqq ‘kebenaran’, al-Haqq itu adalah Tuhan. Dengan demikian kedudukan kebenaran itu begitu tinggi. Manusia harus berbuat benar, yang akan menguntungkan umat manusia, tidak berbuat salah yang akan menyengsarakan umat manusia. Merusak lingkungan salah, itu adalah perbuatan dosa.
3) Tidak mencuri
Mencuri merupakan kesewenang-wenangan, dan memperkosa hak-hak asasi manusia, karena itu merupakan pelanggaran. Untuk menghentikannya, kemampuan pelakunya untuk melakukan pencurian itu perlu diputus (Q.5:38). Oleh karena itu pencurian hasil laut dan hutan dengan cara-cara yang merusak hutan atau lautan itu adalah perbuatan kriminal yang perlu diberi sanksi internasional.
4) Mengendalikan nafsu dan indrya
Nafsu selalu membawa kepada kejahatan (Q.12:53), oleh karena itu manusia seharusnya tidak mengikutinya, tetapi mengikuti hati nuraninya. Penggundulan hutan telah mengakibatkan rusaknya lingkungan dan seterunya berdampak tidak terserapnya karbon (CO2). Tetapi di pihak lain produksi karbon itu sendiri tidak pernah hendak dikurangi terutama oleh Negara-negara industri. Dengan demikian penggundulan hutan dan produksi karbon tanpa batas itu merupakan kejahatan kemanusiaan.
5) Hidup sederhana (tidak mengumpulkan sesuatu lebih dari keperluan)
Mengumpulkan materi sampai seakan-akan tidak pernah puas-puasnya sesungguhnya tidak masuk akal, karena yang diperlukan manusia hanya sebatas yang dapat dimanfaatkannya dalam hidupnya secara normal. Karena itu manusia sebenarnya tidak perlu memburu materi tanpa batas apalagi tanpa mengindahkan keadilan dan etika dan hokum dalam memperolehnya. Bila manusia bisa mengontrol nafsunya maka alam akan lestari dan umat manusia akan selamat.
b. Nyama (aturan-aturan moralitas)
1) Kebersihan luar dan dalam
Perilaku luar manusia, berupa ucapan, perbuatan, sikap, dsb., merupakan refleksi perilaku dalamnya. Oleh karena itu sisi dalam manusia perlu bersih supaya sisi luarnya juga bersih. Kebersihan sisi dalam dapat diperoleh melalui agama, karena agama mengajarkan keikhlasan dan pengabdian hanya kepada Tuhan (Yoga menerima hal itu). Tuhan mencatat dan membalasi perilaku luar dan perilaku dalam yang baik manusia. Tetapi, karena kasih-Nya, Ia memaafkan perilaku dalam yang buruk manusia, tidak membalasnya. Dengan demikian Tuhan menghendaki manusia menghentikan rencana buruknya dan menggantinya dengan perbuatan baik yang berguna bagi umat manusia.
2) Selalu sabar
Sabar meliputi dua sisi, terhadap apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Manusia perlu tabah atas kerusakan alam yang telah terjadi. Tetapi yang terlebih penting adalah bahwa ia juga harus tabah dalam mencari jalan keluar dari problema yang sedang dihadapi. Dalam agama terdapat pernyataan, “Tuhan bersama orang yang sabar,” yaitu menolongnya dalam menanggulangi masalah yang dihadapinya. Pemanasan global dapat ditanggulangi dengan tekad bersama.
3) Suka bekerja keras
Kerja keras dalam terminologi agama disebut jihad (tidak selalu konotasinya perang). Dasar penilaian Tuhan atas manusia adalah kerja kerasnya itu. Agama memuji manusia yang bekerja keras untuk menyelamatkan bumi ini dari kehancurannya, di samping kerja keras dalam menemukan produk-produk alternatif yang ramah lingkungan ataupun alternatif planit hunian baru.
4) Membaca buku-buku yang bermanfaat
Buku adalah sahabat setia yang boleh dibawa ke mana saja kapan pun dan di bagaimana pun. Ia adalah sumber informasi. Informasi yang baik akan membentuk perilaku baik dan sebaliknya. Penyebaran informasi mengenai lingkungan dan perlunya pelestariannya perlu diiintensifkan.
5) Selalu merenungkan kebesaran Tuhan sesuai dengan kepercayaan.
Tuhan pencipta alam semesta (universe) yang begitu besar terdiri 100 milyar galakasi x 100 milyar tatasurya x 8 planit x 1 atau lebuh satelit (dalam Kitab Suci alam semesta itu dinyatakan “tujuh” yang bisa berarti 6+1, bisa berarti banyak sekali). Semuanya ditunjang-Nya dengan hokum-hukum yang kokoh. Semuanya itu pasti diciptakan oleh suatu zat yang mahabesar, karena sesuatu itu tidak pernah menciptakan dirinya sendiri. Itulah Tuhan, yang menunjukkan bahwa Ia Mahabesar. Merenungkan Tuhan akan menghasilkan sikap santun terhadap alam.
c. Asana,
Ini adalah gerakan-gerakan meliputi sikap duduk, berdiri, dan berbaring tertentu serta suryanamaskar. Gerakan itu pada intinya adalah penyesuaian sikap dan gerakan tubuh dengan kehendak alam untuk memperoleh kesehatan. Dengan demikian manusia perlu menjaga keselarasan dengan alam.
d. Pranayama,
Ini adalah latihan pernafasan, yang berfungsi menarik energi kosmik untuk kesehatan. Manusia juga dengan demikian perlu menjaga keselarasan dengan alam.
Mengenai tangga-tangga Yoga yang lain saya sudah membahasnya dalam seminar Yoga tahun yang lalu (Lihat “Yoga for Health” April 2009). Namun berikutnya adalah tahap yang sangat penting dalam Yoga, yaitu “menarik seluruh indrya (keinginan) dari obyek-obyek duniawi dan membawa pikiran kepada satu titik focus…sambil bermeditasi kepada Tuhan.” Dengan demikian yang dikendalikan terlebih dahulu adalah pikiran. “Pikiran memiliki berbagai keinginan…yang pada akhirnya akan menjauhkan manusia dari kebenaran yaitu Tuhan,” (Somvir, 2009:44). “Tuhan itu penuh dengan kekuatan, Mahatahu segala keinginan manusia dan akan memenuhinya tanpa memintanya,” (Somvir, 2009:44). Seorang Yogi dengan demikian mulai memasuki dunia spiritualisme.
Salah satu teknik meditasi yang diajarkan dalam Yoga adalah:
Konsentrasi pada cakra pertama, Maladhara Cakra, terletak di bagian atas anus, yang merupakan sumber energi. Dari sini energi naik ke atas dengan berkonsentrasi pada Bhuh, sumber energi dalam tubuh manusia.
Konsentrasi pada cakra kedua, Svadhistana Cakra, terletak di bawah pusat. Dengan merenungkan nama energi Bhuvah, sumber energi untuk melepaskan diri dari segala kesulitan.
Konsentrasi pada cakra ketiga, Manipura Cantara dada dan perut, tempat semua nadi dan saluran darah, dan merenungkan Svah, yaitu kebahagiaan.
Konsentrasi pada cakra keempat, Anahata Cakra, daerah jantung, renungkan Mahah, Tuhan yang berada di sana.
Konsentrasi pada cakra kelima, Visuddhi Cakra, daerah tenggorokan, dan renungkan Janah, untuk memperoleh ucapan yang baik dan manis.
Konsentrasi pada cakra keenam, Ajna, antara dua alis mata, dan renungkan Tapah, yaitu merenungkan nama-nama Tuhan sesuai kepercayaan.
Konsentrasi pada cakra ketujuh, Sahasrasra Cakra, melakukan meditasi dengan tenang dan memusatkan pikiran pada pusat kepala dan merenungkan Satyam, kebenaran abadi yaitu Tuhan.
Konsentrasi pada organ-organ tubuh itu dapat dipandang sebagai pengenalan jati diri dalam Islam. Nabi saw bersabda, “Siapa yang mengenal jati dirinya berarti mengenal Tuhannya.” Dan nama-nama sumber energi itu dapat ditemukan dalam nama-nama Tuhan yang sembilan puluh sembilan yang menciptakan sumber-sumber energi itu. Bhuh, sumber energi dalam tubuh manusia, adalah al-Qawiy ‘Yang Mahakuat’; Bhuvah, sumber energi untuk melepaskan diri dari segala kesulitan adalah al-‘Aziz ‘Yang Mahaperkasa’; Svah, yaitu kebahagiaan adalah al-Sa’id ‘Yang Maha Berbahagia’; Mahah, Tuhan yang berada di sana adalah Rabbi ‘Tuhanku’; Janah, untuk memperoleh ucapan yang baik dan manis adalah al-Mutakallim ‘Yang Maha Berbicara’; Tapah, yaitu merenungkan nama-nama Tuhan sesuai kepercayaan, seperti al-Asma’ al-Husna; Satyam, kebenaran abadi yaitu Tuhan, yaitu al-Haqq ‘Yang Mahabenar’. Jadi konsentrasi dalam meditasi adalah pada nama-nama Tuhan.
e. Patahayara,
f. Dharana,
g.
h. Dhayana, dan
i.
j. Samadhi
Indra (indrya) itu sendiri dikontrol oleh pikiran. Dengan demikian yang dikendalikan terlebih dahulu adalah pikiran.
Yoga memiliki metode dalam pengendalian pikiran. Metodenya adalah
“Banyak di antara mereka sungguh menjadi orang-orang tamak setelah itu di muka bumi,” (Q.5:32).
Dalam mengubah nilai-nilai yang tidak sesuai dengan dasar kehidupan, lahirlah para pejuang reformasi yang dalam upayanya memperjuangkan kemajuan umat manusia bahkan sampai berkorban jiwa dan raga. (Somvir, 2009:6). Dalam Islam hal itu disebut jihad
Manusia selalu melahirkan ide-ide yang bertujuan agar mereka mendapat kebahagiaan(Somvir, 2009:7. Konsep agama pun lahir karena manusia beranggapan bahwa setiap agama diturunkan Tuhan dan kitab suci adalah sabda Tuhan. Namun yang terjadi adalah setiap orang menganggap agamanya yang paling benar dan untuk membuktikan hal itu mereka berdebat, berargumentasi, hingga terjadi pertikaian he bat yang menghancurkan manusia itu sendiri. (Somvir, 2009:7. Dalam Islam hal itu diakui, bahwa umat manusia itu pada awalnya adalah satu umat saja. Tetapi kemudian mereka berpecah belah, justru setelah wahyu diturunkan kepada mereka. Perpecahan itu terjadi karena ada yang mau menerima isi wahyu itu dan ada yang tidak mau menerimanya. Penyebabnya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, adalah baghy ‘agresivitas’, yaitu suatu sikap, sebagaimana disebutkan lebih kurang oleh Dr. Somvir, “setiap orang menganggap agamanya yang paling benar dan untuk membuktikan hal itu mereka berdebat, berargumentasi, hingga terjadi pertikaian he bat yang menghancurkan manusia itu sendiri,” (Somvir, 2009:7), artinya memaksakan pendapat, paham, atau agama itu kepada orang lain.
Kemajuan manusia baru dikatakan sempurna apabila ia mampu menciptakan sarana dan prasarana ramah lingkungan dan tidak menghancurkan keindahan bumi ciptaan Tuhan (Somvir, 2009:10). Dalam Al-Qur’an Allah menyalahkan para perusak, dan memuji para pelaku reformasi (26:152).
Akan tetapi jika manusia mulai memahami hidup spiritual, pertikaian antar umat beragama akan semakin berkurang bahkan hilang karena kita mulai menyadari bahwa seluruh umat manusia di dunia adalah dalam sebuah keluarga besar. (Somvir, 2009:8).
Setiap makhluk hidup memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Terdapat mutual simbiosism antara makhluk hidup. Angin membersihkan udara, hujan membersihkan kotoran, tumbuh-tumbuhan membersihkan karbondioksida(Somvir, 2009:
Setiap manusia memiliki hak untuk hidup di dunia yang indah ini bukan saja manusiaa melainkan seluruh ciptaan Tuhan dengan berbagai bahasa dan terhormat. (Somvir, 2009:15).
Manusia memiliki tujuan yang lebih mulia yaitu kemajuan di bidang spiritual. Perkembangan spiritual itu dimulai dengan melakukan yoga dan meditasi dengan kesungguhan dan disiplin. (Somvir, 2009:12).
1. Kedudukan alam
Gunung Himalaya.
- Es abadi = Sumber inspirasi untuk mendapatkan kedamaian abadi,
- tempat yang murni, bersih, dan hijau, sumber air Gangga yang suci
- di pinggirnya ashram-ashram dan masyarakat sedang beryoga
- para yogi harus pernah sekali seumur hidup beryoga di sana: membuka pikiran, mengajarkan kebenaran, kehidupan, dan mendorong kita dekat dengan Tuhan
- pohon-pohon. Biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran masih segar dan alami, berguna untuk obat-obatan Ayurveda. 1
- setahun sekali kita perlu melihat keindahan alam, berkunjung ke gunung, danau dan sungai untuk memperoleh inspirasi untuk menjadi seorang spiritual yang sesungguhnya untuk merealisasikan kebenaran yaitu jiwa kepada Tuhan. (Somvir, 2009:2
Kesadaran menjadi makhluk alam
-
2. Hakekat hidup
3. Tujuan hidup
-
- Para leluhur hidup dalam system kerajaan-kerajaan kecil yang sering berperang, tetapi hebatnya mereka sama sekali tidak pernah menghancurkan alam semesta… Akan tetapi saat istilah modernisasi muncul, manusia mulai memanfaatkan dan mengekploitasi alam secara membabi buta… tanpa mempertimbangkan akibat jangka panjang yang akan diterima oleh generasi berikutnya… Sekarang saatnya kita hentikan eksploitasi terhadap bumi. Manusia perlu menyadari apa tujuan hidupnya di dunia ini dan menyadari bahwa ia tidak hanya untuk makan, tidur, dan menikmati hubungan seksual karena itu juga dinikmati oleh binatang. Manusia memiliki tujuan yang lebih mulia yaitu kemajuan di bidang spiritual. Perkembangan spiritual itu dimulai dengan melakukan yoga dan meditasi dengan kesungguhan dan disiplin. (Somvir, 2009:12).
Untuk mengatasi hal itu manusia memang perlu menyadari apa tujuan hidupnya. Tujuan hidup manusia memang tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan pisik, tetapi juga kebutuhan psikis dan spiritual
4. Sikap hidup yoga
- Yoga mengajarkan kita hidup teratur, sehat, dan menghilangkan kebiasaan buruk. Latihan pernafasan (pranayama) menyuplai oksigen yang cukup terutama ke otak. Dengan mengatur nafas, pikiran tenang, dengan demikian mengendalikan pikiran dan indriya. (Somvir, 2009:2).
- Gerakan-gerakan badan (asana) meningkatkan kelenturan, kebugaran, dan kesehatan secara menyeluruh, membantu membentuk postur tubuh yang ideal dan tegap, karena dengan setiap gerakan selalu dijaga agar tulang punggung selalu lurus, membusungkan dada, dan mengangkat dagu dan melihatr ke depan. Sikap tubuh itu menumbuhkan sikap percaya diri, berani memandang dunia dan menghadapi tantangan dalam kehidupan. (Somvir, 2009:5)
- Dhyana (meditasi) untuk meningkatkan kesadaran, yang diawali dengan konsentrasi pada tubuh, pikiran dan nafas. Tingkat yang lebih tinggi adalah Samadhi, yaitu menyatukan diri dengan kesadaran yang universal. (Somvir, 2009:5
- Delapan tahap (Astangga Yoga): Yama (pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Patayahara (menarik semua indrinya ke dalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan) Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (mendekatkan diri/menyatu/merealisasikan diri). (Somvir, 2009:24
5.
6. Lihatlah di Eropa maupun Amerika , tingkat kehilangan kepercayaan orang terhadap agama sangat tinggi. Perkembangan yang terjadi dewasa ini banyak masyarakat Negara Barat merindukan spiritualitas. Banyak mereka meninggalkann negaranya untuk mempelajari bidang spiritual di Negara-negara Timur. (Somvir, 2009:
Alam sudah diciptakan dalam keadaan sempurna
1. Lukisan surge adalah taman yang indah (78:6) (18:33), bertolak belakang dengan lukisan neraka (80:41)
Surge yang sebenarnya adalah yang tak t3erbayangkan
2. Kerusakan alam adalah karena ulah perbuatan manusia
3. Bagaimana cara manusia tidak membuat ulah?
a. Pengakuan atas fungsi pohon (58:72)
b. Menindak yang membuat kerusakan (5:33)
c. Memperbaiki alam (26:152)
Referensi:
Al-Qur’an al-Karim
Hadits al-Arba’in
Gandhi. 1962. My God. Ahmedabad: Navajivan Publishing House. (Compiled by M. K. Prabhu).
Harun, Salman. ”Islam dan Yoga”, Yoga for Health. April 2009.
Somvir. 2009. Yoga & Ayurveda. Denpasar: Fokus Production
BUILDING A CULTURE OF PEACE FOR A CIVIL SOCIETY
Some Principles of Islam on Harmony and Peace Education
by
Salman Harun**
Among principles established in the Charter of United Nations (A/Res/52/13, 1998) are respect for human rights, democracy and tolerance, and promotion of development and education for peace. As a response of that resolution, UNESCO has declared the decade 2001-2010 as the International Decade for a Culture of Peace and Non-Violence. The organizing of the Big Hope Global Youth Congress held by Liverpool Hope University could be considered as an implementation of the declaration.
I comprehend that the theme or the vision of the Congress emphasizes on “the creation of a more humane global society, with integrity in public life and respect for faith; a society in which every individual has the right to participate and to which every individual has the responsibility to participate.”
Its objective is “to bring together leaders of the future to consider the much needed inter-connection between personal integrity and public life and to consider the question of how we may develop a humane global society and our role as individuals to help make it possible.”
And its strategy and method to reach that objective are “listening, learning, and discussion, and sharing; action, performance, service and prayer; with young people from many cultures, many countries and every continents; young vision of faith, vision and humanity,” we put our big hope and expectation to “shape the global society in 21st Century.”
The global community contains many aspects of differences of cultures, philosophies of life, and religions. Concerning the religions, one of them is Islam. In this paper I would like to inform some verses of the Qur’an that teach its believers some basic teachings of Islam concerning the principles of the brotherhood, solidarity, harmony and peace among mankind.
A. ISLAM
Islam literally means "peace". A good Muslim performs five
prayers a day. In the end of each prayer he declares "peace for you, and Mercy of God and His Bliss" to his right and left side (audience). Peace, then, is the fundamental meaning and teaching of Islam.
The concept of faith of Islam is quiet compatible with the concept of faith in other religions. That is based on oneness of God, although the oneness of God in Islamic faith, namely tawhid, is shaper than what other religions have. In facts, three religions, (Islam, Judaism, and Christianity), have the same God, namely Allah.
That slight different in oneness of God, in fact or history, has caused the world in many difficulties in relationship between the adherents of the religions. It must not be happened again. The causal factors are only misunderstanding, prejudice, or dislike.[1]
B. THE PRINCIPLES OF INTER-RELIGIOUS RELATIONSHIP FOR PEACE:
Although Islam is different from other religions in its concept of faith, it has many principles and values in treating the adherents of other religions to live together in harmony and peace.
1. The first policy taken by Prophet Muhammad after he
migrated to Medina was reconciling the tribes and the religions. The reconciliation was issued in the form of law, which was well known as "The Constitution of Medina ".[2] The Prophet, thus, gave us an example how to treat the various ethnics, races and religions so that they can live always in peace and harmony and the development of the country can be carried out satisfactorily.
2.Islam has acknowledged other religions as religions as a verse of the Qur'an states, "To you be your religion and to me my religion".[3] The
meaning of "acknowledgement" is that God recognizes the existence of the religions,[4] but in the day of hereafter the true religion for Him is only Islam.[5]
3. Islam forbids its adherents not to look down on the people who their God is more than one God. If they despise other believers, they will also despise Allah. It is only God (Allah) who has the right to judge the truth of one religion.[6]
4. Islam forbids war in the name of religion. If it is done Allah will defend those who are warred on. It is naturally understandable, that if they are allowed to war on other religions, they will destroy everything including the worshipping places being considered as the symbols of religions in which His Name is glorified.[7]
5. Islam gives protection for non-Muslims their life and their safety. If they are part in the Muslim's community they will be treated as their neighbors who must be hold in high esteem, and if they come to the Muslim's community for a business their safety in the Muslim's community must be guaranteed.[8]
6. Islam views that human beings come from one same ancestor i.e. Adam (and Eve). They come from one blood pedigree, and it must be maintained as it is the human nature.[9] They are indeed brothers and sisters.
7. To maintain the brotherhood (and sisterhood) of the mankind, Allah has declared that killing anyone means "the end of the world" (Doomsday); it is the biggest crime.[10] Anyone must respect one's life. If that is taken care, all people will be safe because people safety is dependent on individual safety. That is why that taking one's life should be sentenced to death (qisas) or forgiveness of his/her family.[11] And the forgiveness is better than sentence to death.[12]
8. Allah admits the differences of human beings based on sexes, nationalities, ethnics. The purpose is to make them be acquainted with each other, whereas the degree of their dignity is based on their good deed they perform.[13] The life of a couple proves that the differences of sexes just exactly bring about love that is started from knowing and then understanding. The differences of ethnics, nationalities and races, then, should be treated as differences in a family. This treatment will produce a mosaic that will beautify the world as the beauty of a family.
9. Harmony and peace among people in the world should not be broken because of religious differences. God declares that He intentionally lets mankind vary in their creeds. That is because of their varying ways and approaches. But His intension is to bring about competition among believers to serve their devotions to mankind. The truth of God is really one, but He will only confirm it in the Day of Judgment.[14]
10. Allah lets people dedicate to others as well as they do for their own parents. But it must be under the condition that they are not fought for and are not expelled from their homes in the name of a religion.[15]
11. Islam does not discriminate the poor based on their religions. Help must be given to the poor without considering what religion they embrace. One's faith is not a matter of anyone but it is in God's authority. What God appraises is only what one performed sincerely. God will reward the sincerity not the quantity they have done.[16]
D. SOME VALUES TOUGHT BY ISLAM FOR PEACE:
The above eleven principles contain some core and sub values:
From 1st principle: reconciliation taken by the Prophet:
1. Harmony: trust and understanding, collaboration, reconciliation, consensus;
From 2nd principle: acknowledgment other religions:
2. Tolerance: equality, respect for other, respect for differences, accept cultural diversity, respect for minority and foreigners, acceptance, openness;
From 3rd principle: forbidden to look down other believers:
3. Empathy: friendliness, resilience, morality, sensitivity, stewardship, encouragement, fairness;
From 4th principle: forbidden of making war in the name of religion:
4. Love: self respect, trust and respect for others, openness, caring for other, loyalty, courage;
From 5th principle: one same ancestor:
5. Brotherhood/sisterhood: understand others, respect for others, respect for the value of life, belief in the spirit of mankind, honesty, reflective attitude, globalization;
From 6th principle: neighborhood:
6. Helpful: honest, collaboration, caring;
From 7th principle: forbidden of killing others:
7. Respect for human rights: respect for life of mankind, willingness to accept, justice;
From 8th principle: equality of the sexes, nationalities, and ethnics:
8. Freedom: freedom of expression and belief, equality rights of job;
From 9th principle: competition in good deeds:
9. Loyalty: enthusiasm, socialistic attitude, humanism, puritan, holiness;
From 10th principle: dedication for others:
10. Dedication for mankind: helpful, sacrifice, non-materialistic attitude, thankfulness, socialistic responsibility;
From 11th principle: dealing with poverty:
11. Development: discipline, work hard, non-consumerism.
E. MULTI-FAITH EDUCATION FOR PEACE
1. Philosophy
Peace is the state of mind felt and experienced by anyone or people or society or even a nation where people live together harmoniously, and love, care, understanding and tolerance have become ways of life of the people. Peace is not simply the absence of violence, but rather a dynamic state of consciousness and behaviors built in daily activities into a culture.
Education for peace is all endeavors and activities through learning processes directed to build the culture of harmony and peace. Multi-faith education for peace is education to develop the culture of harmony and peace among religious adherents.
2. Goal of Multi-faith education for peace
The goal of Multi-faith education for peace is to develop skills, knowledge, and attitudes in learners and teachers that they can transform the present condition of multi-faith relationship to the condition where the adherents of religions live together in harmony and peace.
And its objectives are:
a. To deepen the moral values taught by religions on harmony and peace;
b. To understand the nature and origins of violence and its effects;
c. To sharpen awareness about existence of peaceful relationship between people within, and between religious adherents.
d. To encourage the search for alternative or possible non violence skills.
e. To equip learners with personal conflicts resolution skills.
3. Learning Process
a. Content:
1) Knowledge: containing matters related to origin and philosophy of religion, human rights, justice, freedom, human welfare;
2) Skill: behavior of nonviolence, ability to negotiate, compromise, and assess personal feelings, listening and communication, and conflict resolution.
3) Values: common and different moral values, principles, and faiths, caring, awareness, and tolerance.
b. Learning Methodologies: must be in accordance with the nature of values education processes.
c. Strategies:
1) Students' active based learning: inquire approach, student' active learning, experiential learning approach;
2) Various kinds of peace skills;
3) Conflict resolution model: mediation, negotiation, constructive dialogue;
4) Diversity management as a strategy in managing diversity of people.
d. Learning Outcome:
Because the content of multi-faith education consists of knowledge, skills, and values, the learning outcome is the degree of accomplishment of all those aspects.
e. Evaluation:
1) whether the learners have acquired the values in their behaviors;
2) is the value really installed in the behaviors of the learners;
3) are respect for others, love others and compassion really installed in the mind and behaviors of the learners and have become their habitual activities (Gaffar, 2005:6).
4. Development of models of learning for peace
A learning model contains teaching materials, time frame, teaching methodologies, learning facilities, values attached, and evaluation instrument (Gaffar, 2005:8).
F. EDUCATIONAL STATEGIES
1. In elementary level: values education is integrated in all lessons without stating that certain value comes from certain religion;
2. In secondary level: value education is integrated in all lessons and the students know what religion is the origin of the values;
3. In university level: the students study the teachings of the religions from their own sources.
G. EDUCATIONAL POLICIES
It should be prepared an international program sponsored by United Nations. The program includes:
1. At United Nations level:
a. Formation of a committee in global level from different representatives of world religions. And UNESCO is responsible for the program.
b. Developing an action plan.
c. Developing a pro-type of instructional material for teachers and students act different educational levels.
d. Testing implementation of this new program in some countries.
e. Implementation of this program all over the world (Moafi, 2005:948).
2. At international level:
Formation an international association for multi-faith education.
It is better to inform that the Center for Multi-faith Education State Islamic University Jakarta in February 2005 has organized an international seminar on multi-faith education for harmony and peace. Among the speakers are:
a. Venerable Master Chin Kung, President of Pure Land College.
Australia.
b. H. Abdurrahman Wahid, Former President of the Republic of Indonesia.
c. Prof. Toh Sween Hin, Director of The Multi-faith Centre Griffith University, Australia.
d. Baroness Caroline Cox, House of Representative, UK.
e. Prof. Dr. Azyumardi Azra, Rector of State Islamic University, Jakarta, Indonesia.
f. Prof. John D’Arcy May, Director of Trinity College of Dublin.
g. Master Lee Zhiwang, President of Toist Mission, Singapore.
h. Sister Joan Kirby, Director of Temple of Understanding, USA
i. Nurah-Rosalie P. Jeter Ammat'ullah, Director of Muslim Women’s Institute for Research and Development-MWIRD, New York, USA
j. Mir Nawaz Khan Marwat, International President, World Conference of Religion and Peace, Pakistan
k. Xue Cheng, Secretary General, The Buddhist Association of China, Beijing.
l. Dr. Somvir, Ministry of Education and Culture, India.
In the business meeting they formed the International Association for Multi-faith Education (IAMFE), and Professor Dr. Azyumardi Azra is elected as its first president. And decided that second seminar will be in Peng Lei, China.
3. At national level:
Formation a national association for multi-faith education.
4. At university level:
Formation a center for multi-faith education in universities.
References:
Gaffar, Mohammad Fakry. 2005. The Roles of Education in Promoting
Peace. Paper presented at 5th CESA Conference. Kuala Lumpur: Universiti Kebangsaan Malaysia.
Moafi, Mahmood. 2005. Spiritual Curriculum Theory for Peace
Education and Its Dimensions. Paper presented at 5th CESA Conference. Kuala Lumpur: Universiti Kebangsaan Malaysia.
Rahman, Fazlur. 1983. Major Themes of the Qur'an. Translated to
Indonesian by Mahyudin. Bandung: Mizan.
Watt , W. Montgomery. 1994. Muhammad at Medina. Karachi: Oxford
University Press.
Appendix
THE CONSTITUTION OF MEDINA
(W. Montgomery Watt, 1994, Muhammad at Medina, Karachi, Oxford University Press, pp. 221-225)
IBN ISHAQ has preserved an ancient document commonly known as the 'Constitution of Medina'. Apart from the introductory: words, however, he tells us nothing about it, neither how he come by it nor when and how it was brought into force. On the otter points he must be presumed ignorant; its place near the beginning of his account of the Medinan period is simply that called for by logic.
The text of the document
Ibn Ishaq said: The Messenger of God (God bless and preserve him) wrote a writing (kitab) between the Emigrants and the Ansar, in which he made a treaty and covenant with the Jews, confirmed them in their religion and possessions, and gave them certain duties and rights:
In the name of God, the Merciful, the Compassionate!
This is a writing of Muhammad the prophet between the believers and Muslims of Quraysh and Yathrib and those who follow them and are attached to them and who crusade (jahadu) along
,With them..
They are a single community (ummah) distinct from (other) people.
1. The Emigrants of Quraysh, according to their former condition, pay jointly the blood-money between them, and they (as a group) ransom their captive(s), (doing so) with uprightness and justice between the believers.
2. Banu 'Awf, according to their former condition, pay jointly the previous blood-wits, and each sub-clan (tai'ifah) ransoms captive(s), (doing so) with uprightness and justice between believers.
3. Bani '1-Harith, according to their former condition, jointly. . . (as 3)..
4. Bani Sa'idah . . . (as 3).
5. Bani Jusham . . . (as 3).
6. Bani 'n-Najjar . . . (as 3).
7. Bani 'Amr b. 'Awf . . . (as 3).
8. Bani 'n-Nabit . . . (as 3).
9. Banii 'l-Aws . . . (as 3).
10. The believers do not forsake a debtor among them, but give him (help), according to what is fair, for ransom or blood-wit.
11. A believer does not take as confederate (halif) the client (mawla) of a believer without his (the latter's) consent.
12. The God-fearing believers are against whoever of them ac wrongfully or seeks (? plans) an act that is unjust or treacherous or hostile or corrupt among the believers; their hands are all again him, even if he is the son of one of them.
13. A believer does not kill a believer because of an unbeliever and does not help an unbeliever against a believer.
14. The security (dhimmah) of God is one; the granting of 'neighbourly protection' (yujir) by the least of them (the believer is binding on them; the believers are patrons (or clients-mawali) of one another to the exclusion of (other) people.
15. Whoever of the Jews follows us has the (same) help support (nasr, iswah) (as the believers), so long as they are wronged (by him) and he does not help (others) against them;
16. The peace (silm) of the believers is one; no believer m peace apart from another believer, where
there is fighting in the way of God, except in so far as equality and justice between them (is
maintained).
17. In every expedition made with us the parties take turns with one another.
18. The believers exact vengeance for one another where a man gives his blood in the way of
God. The God-fearing believers are under the best and most correct guidance.
19. No idolater (mushrik) gives 'neighbourly protection' (yujir) for goods or person to Quraysh, no
intervenes in his (a Qurashi's) favour against a believer.
20. When anyone wrongfully kills a believer, the evidence being clear, then he is liable to be killed in retaliation for him, unless the representative of the murdered man is satisfied (with a payment). The believers are against him (the murderer) entirely; nothing is permissible to them except to oppose him.
21. It is not permissible for a believer who has agreed to what '_in this document (fahifah) and believed in God and the last day help a wrong-doer! or give him lodging. If anyone helps him gives him lodging, then upon this man is the curse of God and His wrath on the day of resurrection, and from him nothing will be accepted to make up for it or take its place.
22. Wherever there is anything about which you differ, it _is. to be referred to God and to Muhammad (peace be upon him).
23. The Jews bear expenses along with the believers so long as they continue at war.
24. The Jews of Banu 'Awf are a community (ummalz) along with the believers. To the Jews their religion (din) and to the Muslims their religion. (This applies) both to their clients and to themselves, with the exception of anyone who has done wrong or acted treacherously i he brings evil only on himself and on his household.
25. For the Jews of Banu 'n-Najjar the like of what is for the Jews of Banu 'Awf.
26. For the Jews of Banu '1-I:Hirith the like. . .
27. For the Jews of Banu Sa'idah the like. . . .
28. For the Jews of Banu Jusham the like. . .
29. For the Jews of Banu 'l-Aws the like. .
30. For the Jews of Banu Tha'labah the like of what is for the Jews of Banu 'Awf, with the exception of anyone who has done wrong or acted treacherously i he brings evil only on himself and household.
31. Jafnah, a subdivision (batn) of Tha'labah, are like them.
32. For Banu 'sh-Shutaybahl the like of what is for the Jews Banu 'Awf; honourable dealing (comes) before treachery.
33. The clients of Tha'labah are like them.
34. The bitanah of (particular) Jews are as themselves.
35. No one of them (? those belonging to the ummah) may go out (to war) without the permission of Muhammad (peace be upon him), but he is -not restrained from taking vengeance for wounds. Whoever acts rashly (fataka) , it (involves) only himself and household, except where a man has been wronged. God is the truest (fulfiller) of this (document).
36. It is for the Jews to bear their expenses and for the Muslims to bear their expenses. Between them (that is, to one another) there is help (nasr) against whoever wars against the people of this document. Between them is sincere friendship (nas'h wa-nasihah),. and honourable dealing, not treachery. A man is not guilty of treachery through (the act of) his confederate. There is hell (or, help is to be given to) the person wronged.
37. The Jews bear expenses along with the believers so long they continue at war.
38. The valley of Yathrib is sac red for the people document.
39. The 'protected neighbour' (jar) is as the man himself so long as he does no harm and does not act treacherously.
No woman is given 'neighbourly protection' (tujar) without the consent of her people. _
40. Whenever among the people of this document there ( any incident (disturbance) or quarrel from which disaster (the people) is to be feared, it is to be referred to God a Mul:1ammad, the Messenger of God (God bless and preserve God is the most scrupulous and truest (fulfiller) of what is in this document.
41. No 'neighbourly protection' is given'(la tujar) to Quraysh and those who help them.
42. Between them (? the people of this document) is help against whoever suddenly attacks Yathrib.
43. Whenever they are summoned to conclude and accept it; when they conclude and accept it; when they in turn summon to the like of that, it is for them upon the believers, except whoever wars about religion; for (? = incumbent on) each man is his share from side which is towards them.
44. The Jews of al-Aws, both their clients and themselves, are the same position as belongs to the people of this document while they are thoroughly honourable in their dealings with the people of this document. Honourable dealing (comes) before treachery.
45. A person acquiring (? guilt) acquires it only against himself. God is the most upright and truest (fulfiller) of what is in this document. This writing does not intervene to protect a wrong-doer or traitor. He who goes out is safe, and he who sits still is safe in Medina, except whoever does wrong and acts treacherously. God is 'protecting neighbour' (Jar) of him who acts honourably and fears God, and Muhammad is the Messenger of God (God bless and preserve him).
* Pointers presented at WCCI 12th World Conference in Education on “Building a Culture of Peace for a Civil Society”.
** Salman Harun is Professor in Tafsir (Qur'anic interpretation), former Dean of the Faculty of Education, "Syarif Hidayatullah" State Islamic University, Jakarta (1994-1996, 2001-2005), Indonesia. He is now the Director of the Center for Multi-faith Education at that University. His address is: Jl. Juanda 95 Ciputat 15419 Jakarta Indonesia, phone: 021-7409866, mobile: 081314130061, e-mail: salmanhar2000@ yahoo.com
[1] The Qur’an says, “Mankind were one community and Allah sent prophets with glad tidings and warnings and with them He sent the Scripture in truth to judge between people in matters wherein they differed. And only those to whom (the Scripture) was given differed concerning it after clear Signshad come unto them through hatred one to another. Then Allah by His leave guide those who believe unto the truth of that wherein they differed. And Allah guides whom He will to a straight path.” (2:213)
[2] Text of the Constitution, please see Appendix
[3] “Say, O disbelievers! I worship not that which you worship. Not will you worship that which I worship. And I shall not worship that which you are worshiping. Nor will you worship that which I worship. To you be your religion and to me my religion.” (Q.S. 109).
[4] To each among you We have prescribed a Law and an Open Way. If Allah willed, He would have made you one umma (one religious community), but that (He) may test you in what He has given you; so strive as in a race in good deeds. The return of you (all) is to Allah; then He will inform you about that in which you used to differ (S. 5:48).
Ibn Kasir (n.d.:285) stated that the acknowledgement is intended for the adherents of all religions. According to Fazlurrahman (1983:286), Al-Qur'an explains endlessly that Islam, Judaism, and Christianity have the same foundation that is the Oneness of God as it was taught by the same ancestor, Prophet Ibrahim. Because they refused to accept the foundation, they are called "al-Ahzab" meaning that they belong to fractions having the same root. Furthermore they are exclusively called Judaism and Christianity, which mean that there are two (new) religions appearing besides Islam.
[5] Truly the religion in the Sight of Allah is Islam… (Q.S. 3:19); And whoever desires a religion other than Islam, it will never be accepted of him, and in the Hereafter he will be one of the losers (Q.S. 3:85).
[6] And insult not those whom they (disbelievers) worship besides Allah, lest they insult Allah wrongfully without knowledge. Thus We have made fair-seeming to each people its own doings, then to their Lord is their return and He shall then inform them of all that they used to do.” (S.6:108)
[7] Permission to fight is given to those (i.e. believers against those disbelievers) who are fighting them (and) because they (believers) have been wronged, and surely Allah is Able to give them (believers) victory. (They are) those who have been expelled from their home unjustly only because they said, “Our Lord is Allah.” For had it not been that Allah check one set of people by means of another, there would surely have been pulled down monasteries, churches, synagogues, and mosques, wherein the Name of Allah is mentioned much. Verily, Allah will help those who help His (Cause). Truly Allah is All-Strong, All-Mighty (S. 22:39-40). Monasteries are worshipping places for Hindu and Buddha.
[8] And if anyone of the Pagans seek your protection, than grant him protection, so that he mayhear the word of Allah (i.e. Al-Qur’an), and then escort him to where he can be secure, that is because they are men who know not Q.S. 9:6).
.
[9] O mankind! Be dutiful to your Lord, Who created you from a single soul and from it created its mate, and from them both scattered many men and women, and fear Allah through Whom you demand your mutual (rights) and not to cut the relations of the wombs (kinship). Surely Allah is ever a wether over you (S. 4:1).
[10] Because of the account, We ordained for the children of Israel that if anyone killed a person, it would be as if he killed all mankind, and if anyone saved a life, it would be as he saved the life of all minkind. And indeed there came to them Our apostles with clear signs, even then after that many of them continued to exceed the limits (S. 5:32).
[11] O you who believes! The Law of Equality in punishment is made compulsory for you in case of murder, the free for the free, the slave for the slave, and(S. 2:178).
[12] The recompense for the evil is an evil the like thereof but whoever forgives and makes amends his reward is due from Allah. Verily He likes not the wrong-doers (Q.S. 42:40)
[13] O, mankind! We have created you from a single (pair) of a male and a female, and made you into nations and tribes that you may know one another. Verily, the most honorable of you in the sight of Allah is that (believer) who is best in good deeds. Verily, Allah is All-Knowing, All-Aware (S.49:13).
[14] To each among you We have prescribed a Law and an Open Way. If Allah willed, He would have made you one umma (one religious community), but that (He) may test you in what He has given you; so strive as in a race in good deeds. The return of you (all) is to Allah; then He will inform you about that in which you used to differ (S. 5:48).
[15] Allah forbids you not with regards to those who fought not against you on account of religion and drove you not out from your homes that you should show them kindness and deal justly with them. Verily, Allah loves the just dealers (S. 60:8). The meaning of birr is the sincere devotion and it is used for devoting our life to our parents, close relatives and the poor (S. 19:14, 32; S. 2:177). That similar world has been used by Allah in the Qur'an for other religious followers having done good deeds.
[16] Not upon you (Muhammad saw.) is their guidance, but Allah guides whom He will. And whatever of good you spend, it is for yourselves, when you spend not except for the Sake of Allah. And whatever of good you spend, it will be repaid to you in full, and you shall not be wronged (S. 2:272).
and drove you not out from your homes that you should show them kindness and deal justly with them. Verily, Allah loves the just dealers (S. 60:8). The meaning of birr is the sincere devotion and it is used for devoting our life to our parents, close relatives and the poor (S. 19:14, 32; S. 2:177). That similar world has been used by Allah in the Qur'an for other religious followers having done good deeds.
[16] Not upon you (Muhammad saw.) is their guidance, but Allah guides whom He will. And whatever of good you spend, it is for yourselves, when you spend not except for the Sake of Allah. And whatever of good you spend, it will be repaid to you in full, and you shall not be wronged (S. 2:272).
Kamis, 28 Januari 2010
DARI LANGIT DAN BUMI?
Oleh
Prof. Dr. H. Salman Harun
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
••
3. Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi ? tidak ada Tuhan selain Dia; Maka mengapakah kalian mengada-ada (mengenai Allah)? (35:3)
Dari ayat itu yang akan menjadi focus perhatian kita adalah masalah bahwa Allah memberi trezeki manusia melalui dua sumber: dari langit dan dari bumi. Bagaimanakah caranya? Namun terlebih dahulu perlu dijelaskan apakah rezeki itu.
Rezeki
Rezeki itu bentuknya bermacam-macam:
1. Rezeki yang paling pokok (primer) dari yang paling pokok adalah makanan. Allah berfirman:
•
32. Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, lalu Ia keluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan sebagai rezki bagi kalian (14:32)
2. Pemberian (al-’atha’) dari Allah pada umumnya, yang berarti apa saja yang baik yang berguna bagi manusia, seperti dipahami dari firman Allah (2:254):
254. Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang Telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at, dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.
Rezeki di sini bisa berupa harta, kesehatan, jabatan, ilmu, dsb. Dan berinfak atau membantu itu tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk tenaga, pemikiran, perhatian, dsb.
3. Perolehan (al-nashib), misalnya firman Allah (2:3):
3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka.
Manusia perlu mengeluarkan sebagian perolehan atau pendapatannya untuk menolong yang memerlukan.
4. Hujan, yang dinyatakan misalnya dalam firman-Nya (51:22):
22. Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.
Hujan menyuburkan tanah, dari tanah yang subur manusia bisa memperoleh berbagai produk antara lain untuk makanan dan berbagai macam keperluan mereka lainnya.
Kembali kepada persoalan bagaimana cara Allah memberikan rezeki kepada manusia, maka walaupun Allah mendahulukan penyebutan langit dalam ayat yang dikutip pada awal tulisan ini, karena masalah langit itu masih gelap bagi kita, maka kita membicarakan terlebih dahulu mengenai persoalan pemberian rezeki oleh Allah dari bumi.
Bentuk-bentuk Pemberian Rezeki Melalui Bumi
Dalam Al-Qur’an diinformasikan paling kurang tiga bentuk usaha Allah untuk memberikan kesejahteraan bagi manusia dari sumber-sumber yang ada di bumi:
1. Menciptakan
Allah berfirman:
•
29. Dia-lah Allah, yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kalian dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu (2:29).
Kata kunci di sini adalah khalaqa ‘menciptakan’. Semua yang Allah ciptakan di ala mini adalah untuk kepentingan manusia. Memang hewan, misalnya, memakan tumbuh-tumbuhan, atau memangsa hewan lain, yang berarti menikmati pula makanan yang disediakan Allah. Tetapi sesungguhnya muara semuanya itu untuk kepentingan manusia. Bila hewan sehat karena memakan umbuh-tumbuhan, itu adalah untuk kepentingan manusia jua. Begitu juga bila hewan memangsa hewan lain, sehingga pepulasi hewan tertentu tidak melampaui batas, misalnya, itu adalah juga untuk kepentingan manusia. Itu adalah rezeki.
2. Memudahkan
Allah berfirman:
• •
32. Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
33. Dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Telah menundukkan bagimu malam dan siang.
34. Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah) (14:32-34).
Kata kunci menenai masalah ini adalah sakhkhara ‘memudahkan’ untuk diambl manfaatnya. Allah memudahkan ilmu perkapalan untuk melancarkan perhubungan yang akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi kesjahteraan manusia. Alah juga memudahkan pemanfaatan sungai misalnya untuk pengairan, dsb. Allah memudahkan pemanfaatan matahari, cahayanya misalnya untuk penerangan dan sumber energi. Begitu juga memudahkan pemanfaatan bulan dengan pemanfaatan pasang naik dan surut yang ditimbulkannya. Dan juga Alah memudahkan manusia untuk memanfaatkan malam dan siang, misalnya malam untuk istirahat dan siang untuk bekerja. Semuanya itu bermanfaat untuk kesejahteraan manusia. itu adalah rezeki.
3. Menyediakan
Allah berfirman:
•
22. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu Mengetahui (2:22).
Kata kuncinya di sini adalah ja’ala ‘menjadikan’, ‘menyediakan’. Bumi didesain Allah layak dihuni, langit memberikan daya dukung, dan khusus untuk menyuburkannya Allah menurunkan hujan, lalu tumbuhlah tumbuh-tumbuhan yang memberi manusia buah-buahan, dan itulah yang merupakan rezeki bagi manusia. Jadi, rezeki itu adalah bahan-bahan makanan, dan memang bahan makanan manusia umumnya adalah buah-buahan, seperti padi, gandum, dan jagung.
Jadi, Allah menciptakan, memudahkan, dan menyediakan keperluan manusia untuk hidup di bumi ini. Itulah bentuk rezeki yang diberikan Allah kepada manusia. Jadi rezeki itu tidak instan. Karena tidak instan maka manusia mempunyai kewajiban mencari sumber-sumber kehidupan itu.
Kewajiban Manusia
1. Mencari sumber-sumber kehidupan itu (eksplorasi).
Allah memerintahkan:
17. Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; Maka carilah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada- Nyalah kalian akan dikembalikan (29:17).
Tidak hanya rezeki, tetapi juga lebih dari rezeki, yaitu karunia-Nya, perlu dicari:
10. Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Karunia-Nya itu berupa apa saja, baik berupa kebutuhan primer, sekunder, atau tertier. Kebutuhan primer adalah semua kebutuhan yang kalau tidak terpenuhi anusia mati, seperti kebutuhan akan makanan, pakaian, dan perumahan. Allah meminta agar kebutuhan primer itu terpenuhi, dan bila tidak terpenuhi Allah meminta manusia menolong orang itu (mialnya 2:177). Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang diperlukan manusia untuk meningkatkan harakat hidupnya, misalnya pendidikan. Allah sendiri mengajari manusia (misalnya 55:2-4), manusia harus memperoleh pendidikan dan pengajaran (misalnya 18:66). Dan kebutuhan tertier adalah untuk kesenangan hidup. Ini juga boleh dipenuhi manusia (misalnya 7:26).
2. Mengeksploitasi sumber-sumber kehidupan:
Sumber-sumber kehidupan di bumi terdapat di permukaan bumi dan di dalamnya, dan tersedia di daratan dan di lautan. Sumber-sumber itu tersedia begitu rupa yang relatif mudah diekploitasi. Karena itulah manusia perlu mengeksploitasinya untuk keperluan hidupnya:
Demikianlah cara Allah memberi kita rezeki dari bumi, yaitu Allah menciptakan dan menyediakan bahan-bahan makanan itu di bumi, dan manusia perlu mengeksplorasi dan mengeksploitasi bumi ini utuk memperoleh rezeki tsb.
Pemberian Rezeki Melalui Langit
Sekarang kita masuk kepada masalah pemberian rezeki melalui langit. Bagaimanakah cara Allah memberi rezeki manusia dari langit? Bila pemberian rezeki melalui bumi dilakukan Allah dengan cara menciptakan, memudahkan, dan menyediakan sumber-sumber kehidupan, dan menusia perlu mengeksplorasi dan megekploitasinya, maka tentu demikian juga cara pemberian rezeki melalui langit..Namun terlebih dahulu, apakah “langit” itu?
Langit
Sesuai asal katanya, yaitu sama - yasmu, yang berarti ‘tinggi’, ‘atas’, berarti langit adalah segala yang di atas. Apa saja yang di atas itu? Alam semesta! Berapa isi alam semesta? 100 milyar galaksi, satu galaksi 100 milyar tatasurya, satu tata surya 8 planit, dan satu planit ada 1 atau lebih satelit (bulan). Jadi, langit adalah alam semesta (universe). Dalam alam semesta terdapat 100 M x 100 M tatasurya. Satu tatasurya memiliki 8 planit, planit ketiga adalah bumi. Berarti bahwa banyaknya bumi dalam alam semesta adalah 100 M x 100 M pula.
Al-Qur’an menyatakan bahwa langit itu tidak satu tetapi “tujuh” (misalnya 2:29). Bila “tujuh” itu adalah enam tambah satu, berarti alam semesta itu terbatas banyaknya, dan berarti Allah terbatas kemahakuasaan-Nya. Allah tidak mungkin terbatas, oleh karena itu “tujuh” itu tidak tepat diartikan enam tambah satu itu.
Dalam bahasa Arab “tujuh” dungkapkan untuk menunjukkan makna “banyak sekali” yang tidak terbatas. Dalam bahasa Indonesia juga demikian, sehingga kita biasa mendengar ungkapan, “Saya pusing tujuh keliling”, atau, “Ia menimbun kekayaan sampai tujuh turunan.” Tentu saja pusingnya bukan tujuh keliling tetapi pusing sekali, dan kekayaannya bukan sebanyak keperluan tujuh turunan tetapi juga banyak sekali. Begitu pulalah lebih tepat pemaknaan kata “tujuh” dalam ayat itu. Jadi alam semesta itu tak terhitung banyaknya, banyak sekali. Dengan demikian begitu pulalah banyaknya bumi, sebanyak system tatasuryanya, banyak sekali, tidak terhitung.
Apa yang saya pahami dari Al-Qur’an itu, bahwa alam semesta itu banyak sekali, begitu pula buminya, mendapat titik terang penyelesaian masalahnya, dari tulisan dalam sebuah koran terkemuka ibukota (Kompas, 3-1-2010, hal. 23) yang melaporkan seorang dosen ITB menulis disertasinya di University of Texas, Austin, 1996, berjudul, The Study of Light Propagation in Inhomogeneous Universes Using the Gravitational Lensing Method, yang saya terjemahkan, “Studi Pemekaran Cahaya dalam Alam-alam Semesta yang Berlainan Menggunakan Metode Pelensaan Gravitasional”. Jadi obyek studi dosen ini adalah universes, alam-alam semesta yang bermacam ragam. Jelaslah bahwa alam semesta itu tidak satu, tetaoi banyak sekali, dan tidak sama satu dengan yang lainnya.
Pemberian Rezeki dari Langit
Bagaimanakah cara Allah memberi rezeki dari langit? Allah tentu telah menciptakan, memudahkan, dan menyediakan sumber-sumber rezeki di langit ini, yaitu di ruang angkasa ini. Jadi yang bernilai ekonomi itu tidak hanya sumber-sumber yang ada di bumi, tetapi juga sumber-sumber yang ada di ruang angkasa.
Ambillah sebuah contoh yang mudah, yaitu daerah teritorial satu negara, itu bernilai ekonomi. Saya yakin bahwa pesawat komersial, misalnya, pasti memberi kompensasi tertentu kepada negara itu bila pesawat tersebut melewati daerah territorial angkasa negara.tsb.
Sekarang ternyata berbisnis itu tidak mesti harus punya toko atau datang ke toko atau kantor. Berbisnis sekarang dapat dilakukan dari rumah, yaitu melalui internet. Penjual bisa membuat wib-site, blog, dan masuk ke jejaring sosial seperti facebook, misalnya. Konsumen dapat memesan produk yang kita punyai melalui internet itu, lalu barangnya ia kirim melalui pos, dan pembayarannya pun masuk ke akunnya melalui internet.
Juga dalam zaman post-modern ini kita sudah menyaksikan dan mengalami bahwa ada lapisan tertentu atmosfir itu yang bisa digunakan untuk penempatan satelit, di antaranya satelit komunikasi. Kita misalnya membeli satelit yang kita beri nama Palapa dari Amerika Serikat. Dengan demikian lapisan-lapisan angkasa itu juga bernilai ekonomi. Karena kita belum mampu membuat sendiri satelit itu, kita membelinya. Itu berarti pemasukan bagi yang membuatnya, memberi lapangan kerja bagi warga negaranya, dan memberi keuntungan yang tidak sedikit bagi negaranya. Itulah juga bentuk rezeki yang diberikan Allah melalui langit.
Sekarang negara-negara maju sedang melakukan eksplorasi dan riset besar-besaran mengenai ruang angkasa. Mereka melakukan penerbangan ke angkasa luar dengan pesawat misalnya Challenger dan Soyuz. Masih beberapa hari yang lalu kita membaca dalam sebuah surat kabar terkemuka ibu kota itu juga, dan diperlihatkan gambarnya, bahwa NASA sedang memasang telemeter (tele = jauh, jadi alat untuk mengukur jarak jauh), ke dalam pesawat ruang angkasa yang siap luncur, dan menyatakan bahwa dalam empat atau lima tahun mendatang mereka akan menemukan sebuah bumi baru di luar sistem tatasurya kita.
Pernyataan itu tidak aneh menurut pemberitaan Al-Qur’an. Sebagaimana sudah kita jelaskan bahwa isi alam semesta itu 100 M galaksi x 100 M tatasurya, yang berarti bahwa banyak bumi itu diperkirakan sebanyak itu pula (100 M x 100 M), karena satu tatasurya itu memiliki planit-planit di antaranya bumi. Jadi bumi itu sangat banyak.
Kemungkinan ada di antara bumi-bumi itu yang dihuni makhluk berakal seperti manusia, sebagaimana diisyaratkannya dalam 10:66:
66. Ingatlah, Sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). mereka tidak mengikuti kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga.
Kata man ‘siapa’ menunjuk sesuatu yang berakal. Bila ada yang tidak berpenghuni, manusia tentu saja bisa pindah ke sana.
Bumi dalam Bahaya
Hal itu di antaranya akibat pemanasan global. Buangan asap dan CO2 yang diproduksi manusia melalui pabrik, mobil, pembakaran hutan, dan lainnya telah menutup bumi, sehingga panas bumi tidak bisa lepas ke alam raya, sehingga bumi ini ibarat rumah kaca. Terjadilah pemanasan global, yang akan mengakibatkan es di kutub dan gunung-gunung yang sangat tinggi mencair, sehingga permukaan laut akan naik. Para ahli memperkirakan bila air laut ini naik 2 merter saja dari sekarang, maka 42 negara kepulauan akan tenggelam, termasuk sebagian Indioesia. Para kepala negara atau pemerintahan telah mengadakan konferensi di Kopenhagen, Denmark untuk mencari jalan keluarnya. Tetapi terutama negara-negara besar tidak mau mengurangi produksi emesi meraka, karena dengan demikian banyak pabrik-pabrik perlu dikurangi yang akan mengakibatkan penganguran akan bertambah dan kesejahteraan akan berkurang. Seorang kepala negara sampai menangis di forum yang agung itu untuk meminta belas kasihan , tetapi negara-negara itu tidak ambil perduli. Jadi, bumi dalam bahaya.
Belum lagi masalah nuklir. Sekarang engara-negara berkembang ingin juga punya nuklir. Mereka beralasan, mengapa nuklir hanya dimonopoli oleh negara-negara besar? Di samping itu negara-negara besar itu sendiri tidak mau mengurangi apalagi memusnahkan senjata nuklir mereka, supaya adil. Nah, kalau banyak nengara memiliki nuklir, lalu ada kepala negara yang kurang mampu mengontrol emosinya, maka bahaya nuklir itu tidak terelakkan, bumi jelas semakin terancam.
Pindah ke Bumi Lain
Bumi terancam, sedangkan bumi-bumi lain tersedia yang tidak terperkirakan banyaknya. Bila demikian, mengapa tidak pindah saja ke bumi-bumi lain itu? Mengapa alam kosmos atau semesta ini tidak dieksplorasi dan dieksploitasi untuk kesejahteraan umat manusia, sebagaimana manusia sudah mengekplorasi dan mengeksploitasi bumi habis-habisan?.
Ada bermilyar-milyar banyaknya bumi sebagaimana dipahami dari Al-Qur’an, Dan perpindahan ke bumi-bumi lain itu tidak mustahil sesuai kemajuan ilmu pengetahuan. Pada tanggal 11-1-10 Kompas menurunkan foto pemuatan fotometer Kapler ciptaan NASA ke wahana ruang angkasa untuk diterbangkan, dan mereka memperkirakan bahwa dalam empat atau lima tahun mendatang mereka akan menemukan bumi baru. Walaupun itu baru penemuan melalui pesawat tidak berawak, pada suatu saat manusia kemungkinan besar sudah bisa mengharungi angkasa luar dan menginjakkan kaki di bumi baru. Peristiwa itu tentu akan menjadi peristiwa amat spektakuler dibanding penemuan benua Amerika oleh Columbus.
Jadi jelas bahwa langit itu memiliki nilai dan prosepek ekonomi yang sangat besar. Itulah bentuk lain pemberian rezeki oleh Allah melalui langit.
Jakarta, 29-1-10
Penulis,
Prof. Dr. H. Salman Harun
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sabtu, 19 September 2009
TAKBIRAN
Oleh
Prof. Dr. H. Salman Harun
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
Perintah Allah agar umat Islam bertakbir di penutup Ramadhan jelas adanya, yaitu termaktub di ujung Surah al-Baqarah/2:185:
••
185. (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakbir mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
Hukum bertakbir itu minimal sunat mu’akkad (sunat yang sangat ditekankan).
Di dalam ayat itu tidak diatur di mana takbir itu hendaknya dilaksanakan. Penulis juga belum menemukan informasi dari hadis atau atsar (pendapat sahabat) yang menjelaskan di mana takbir itu seharusnya dilaksanakan.
Yang jelas adalah bahwa salat Ied Fitri (dan Ied Adha) dianjurkan dikerjakan di lapangan. Dalam ritual salat Ied takbir merupakan agenda yang paling utama di samping salat itu sendiri. Adanya anjuran salat Ied di lapangan dengan takbirnya itu menunjukkan bahwa Islam mementingkan pula syiar agama.
Syiar agama adalah gaung keagamaan, bila tidak dapat dikatakan semacam show of forces, ia merupakan show of religiousity. Bukan berarti ria (pamer) dalam beribadat, tetapi kesemarakan yang dapat meningkatkan semangat keagamaan. Dalam hari raya Ied Fitri kesemarakan itu ditunjukkan pula dengan adanya kewajiban membayar zakat fitrah (juga zakat harta bila sudah sampai waktunya). Dan dalam Ied Adha syiar agama itu ditambah dengan penyembelihan hewan kurban yang oleh Allah jelas-jelas dinyatakan sebagai sya’a’ir Allah (syiar-syiar Allah).
Dengan demikian di dalam dua hari raya itu perlu dipertunjukkan kesemarakan beragama. Kesemarakan itu antara lain diperlihatkan dengan mengumandangkan takbir. Takbir dapat dilaksanakan di masjid-masjid. Tetapi dalam rangka menyemarakkan agama itu tidak ditemukan adanya larangan bertakbir di luar masjid. Bila tidak ada larangan berarti hukumnya ja’iz (boleh). Oleh karena itu takbir dapat dilaksanakan di hotel-hotel, pawai-pawai dan arak-arakan di jalan raya, dsb.
Pawai dan arak-arakan bahkan dapat berfungsi sebagai arena pendidikan (dakwah) untuk meningkatkan keimanan terutama bagi remaja. Peningkatan keimanan itu terjadi ketika mereka mengumandangkan takbir secara bersama-sama dalam jumlah besar itu. Takbir yang dikumandangkan berkali-kali itu merupakan latihan (drill). Latihan mengenai sesuatu yang baik akan mendorong orang mudah mengerjakan perbuatan baik dan menjadi orang baik. Bertakbir akan akan menimbulkan rasa memiliki, meningkatkan jiwa keagamaan, memperdalam penghayatan keagamaan, dan akan meningkat pula rasa iman kepada Allah swt.
Hal itu sama misalnya dengan pawai ulang tahun kemerdekaan. Pawai itu dapat meningkatkan rasa kebangsaan di kalangan peserta pawai dan penonton. Juga pawai dalam kemenangan tim sepak bola, bulu tangkis, dsb., yang dapat meningkatkan semangat cinta olah raga dan juga kebangsaan.
Yang menjadi persoalan adalah mengapa takbir dengan kendaraan (konvoi) di Ibu Kota Jakarta ini dilarang? Yang sering dijadikan alasan adalah gangguan kelancaran lalu lintas akibat pawai. Tetapi hal itu sebenarnya dapat diatur baik oleh peserta pawai maupun polisi lalulintas. Kiranya wajar masyarakat menumpahkan kegembiraan mereka dalam bentuk pawai takbir itu –dan karena itu merepotkan petugas- karena telah berhasil menjalankan puasa sebulan penuh, sebagaimana masyarakat menumpahkan kegembiraan mereka dalam bentuk pawai pada ulang tahun kemerdekaan dan kemenangan tim olah raga.
Kalau ada alasan-alasan lain lagi seperti gangguan ketertiban, dsb. semuanya itu adalah ekses bukan substansi. Takbir adalah substansi, karena perintah Allah, dan gangguan ketertiban adalah ekses yang dapat dikendalikan. Pawai ulang tahun kemerdekaan dan olah raga juga menimbulkan ekses, tetapi tidak dilarang, bukan?!
Apa yang terjadi di Ibu Kota dijadikan barometer oleh sebagian daerah-daerah untuk juga tidak mengadakan pawai di jalan-jalan raya, pada hal kondisi lalu lintasnya sangat berbeda. Pawai takbir di jalan raya mengandung pendidikan dan dakwah. Umat tentunya perlu diberi kebebasan, termasuk dalam berekspresi dan berkreasi.
Ciputat, 29 Ramadhan 1430
Sabtu, 25 Juli 2009
HakMelakukanKekerasan
Oleh Prof. Dr. H. Salman Harun
Surah Ali ‘Imran/3:12 menyatakan:
•
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: "Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka jahannam. dan Itulah tempat yang seburuk-buruknya".
Makna ayat itu jelas, karena kata-katanya tidak ada yang perlu diterangkan, selain sedikit mengenai al-mihad. Secara harfiyah kata itu berarti tempat istirahat, seperti merebahkan badan, menyelonjorkan kaki, dan merentangkan tangan untuk istirahat dari kepenatan yang dirasakan. Dari akar kata itu terbentuk kata al-mahd ‘buayan’, karena merupakan tempat istirahatnya bayi. Jadi, orang kafir begitu malang, ingin istirahat dari kecapaian, tetapi tempatnya justru di neraka (mana mungkin bisa istirahat dalam neraka, dan nerakanya Jahannam lagi yang merupakan neraka terdahsyat).
Makna ayat itu adalah bahwa Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw agar menyatakan kepada mereka yang ingkar, yang tidak mau juga iman kepada Allah dan mengikuti beliau, yaitu kaum musyrik Makkah, bahwa mereka akan dikalahkan di dunia dan di akhirat akan dihalau ke dalam neraka. Jadi pesan ayat itu adalah ancaman.
Rasulullah itu adalah pedoman dan contoh teladan kita. Sebagaimana firman-Nya Surah al-Ahzab/33:21:
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Apa yang diperintahkan kepada Nabi saw berarti juga diperintahkan kepada kita Timbullah pertanyaan, apakah pesan ayat itu menjadi pesan pula bagi kita, dalam arti bahwa kita juga harus mengancam mereka yang bukan muslim, bahwa kita akan memerangi mereka dan mereka akan kalah, dan di akhirat mereka akan masuk neraka.
Bila pesan ayat itu demikian, Islam dengan demikian agama yang tidak benar, karena memerintahkan memerangi sesama manusia, pada hal mereka adalah ciptaan (makhluk) Allah juga. Hal itu tidak masuk akal, karena itu ayat itu perlu ditafsirkan, ilmu tafsir perlu berperan.
Bila pesan ayat adalah mengancam orang bukan muslim, hal itu tentu bertentangan dengan banyak ayat lain dalam Al-Qur’an, di antaranya adalah:
1. Surah al-Baqarah/2:256:
••
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Maksud bagian awal ayat itu adalah bahwa umat Islam tidak boleh memaksakan Islam kepada orang lain. Allah telah memberikan alasannya, yaitu bahwa “Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” Islam itu benar, yang bukan Islam tidak benar. Orang pasti akan memilih yang benar karena fitrah atau kodratnya, tanpa dipaksa. Bila mereka tidak mau juga menerima kebenaran itu tanda ada yang salah pada diri orang itu, yang menyalahi kodratnya. Dalam ayat lain disebutkan bahwa salah satu penyebab manusia tidak mau menerima kebenaran adalah perasaan iri dan benci saja antara sesama mereka (al-Syura/42:14):
•
Dan mereka (ahli Kitab) tidak berpecah belah, kecuali setelah datang pada mereka ilmu pengetahuan, Karena kedengkian di antara mereka. kalau tidaklah Karena sesuatu ketetapan yang Telah ada dari Tuhanmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, Pastilah mereka Telah dibinasakan. dan Sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan yang menggoncangkan tentang Kitab itu.
Mereka sesungguhnya mengakui kebenaran Islam, tetapi perasaan tidak senang mereka menghentikan mereka untuk beriman. Allah bisa membenarkan yang benar dan menghukum yang salah di dunia ini juga, tetapi ketetapan-Nya adalah bahwa Ia mengundurkannya ampai ari Kemudian. Dan i dunia ini yang Allah minta adalah berlomba mempersembahkan kebaikan kepada manusia dan kemanusiaan, sebagaimana firmannya (al-Ma’idah/5:48):
• •
48. Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu,
Allah bisa membuat agama itu di dunia ini satu saja, yaitu Islam, tetapi Ia tidak mau melakukan hal itu. Islam harus memperlihatkan kemanfaatannya kepada manusia. Dengan demikian jelas bahwa kekerasan, pemaksaan, dan semacamnya dalam beragama dan menjalankan agama tidak dibolehkan.
2. Surah al-Kafirun/109:6:
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Ayat itu berisi pengakuan terhadap eksistensi agama lain. Sekali lagi, “eksistensi”, bukan kebenaran agama lain itu. Dalam sejarahnya, tidak hanya Adam dan Hawa yang diminta turun ke bumi, tetapi juga Iblis. Berarti yang berhak hidup di bumi ini tidak hanya kebenaran, tetapi juga kejahatan. Jangan bermimpi bahwa kebenaran akan dapat menghancurkan kejahatan sampai hilang sama sekali, karena Iblis dijamin hak hidupnya oleh Allah sampai Hari Kemudian. Di dunia selalu tersedia jalan kebenaran dan jalan kesesatan. Terserah manusia jalan mana yang ia pilih. Oleh karena itulah kekerasan atau pemaksaan kepada manusia untuk mengikuti kehendak tidak dibenarkan dalam Islam.
3. Surah al-Hujurat/49:13:
•• • •
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dalam ayat itu dinyatakan bahwa Allah memang menciptakan manusia berbeda-beda. Perbedaan itu bukan untuk menjauhkan manusia satu sama lain, tetapi justru untuk kenal-mengenal. Kenal-mengenal akan memberikan manfaat bagi manusiapada seluruhaspekkehidupan. Kenal-mengenal akan membuat tertarik satu sama lain, timbul persahabatan, bahkan perkawinan. Dari kenal-mengenal timbul keinginan untuk saling memberi, tukar-menukar,dsb. maka timbullah perdagangan. Kenal-mengenal akan menumbuhkan simpati, lalu timbullah persatuan, lalu ada yang memimpin, maka muncul aspek politik. Demikianlah kenal mengenal itu akan membawa dampak positif pada seluruh aspek kehidupan manusia.
Coba Anda bayangkan! Sebelum Islam sudah ada dua adi kuasa yaitu Rumawi dan Persi. Yang ada dalam otak orang Rumawi dan Persi waktu itu hanyalah bagaimana menaklukkan manusia, menjajah manusia. Islam datang, maka yang diajarkannya adalah agar terjadi kenal mengenal itu. Jadi Allahlah yang menciptakan pluralis dalam berbagai segi. Islam adalah agama yang menjunjung tinggi pluralisme. Karena itulah Islam menentang kekerasan dan pemaksaan.
Demikianlah, pesan yang terkandung dalam Ali Imran/3:12 itu bukanlah agar kita meniru Nabi saw pula dengan mengancam orang lain untuk mengikuti kita.
Bila demikian, apakah pesan ayat itu? Perlu dilihat konteks ayat. Ayat itu berbicara tentang Allah (ayat 2), yang memberi petunjuk bahwa manusia perlu mengimani-Nya. Berbicara tentang Al-Qur’an (ayat 3), yang berarti bahwa manusia perlu menerimanya. Berbicara tentang Rasul (ayat 7), yang berarti bahwa manusia perlu mengikutinya. Mencontohkan orang yang memiliki akal yang suci (ulu’l-bab) (ayat 7), yang mengimani semua itu, yang perlu ditiru. Mencontohkan sebaliknya, yaitu Firaun yang maharaja diraja itu, tetapi hancur di tangan Nabi Musa, yang memberitakan kepada manusia bahwa siapa yang membangkang kepada-Nya dapat menemui kehancurannya. Setelah itulah datang ayat ini, yaitu perintah kepada Nabi saw. agar memperingatkan kaum musyrik Makkah yang menyerang Nabi di Medinah, bahwa mereka akan menemui kehancurannya. Setelah itu memang datang ayat yang mengisahkan serangan kafirin Makkah itu, yaitu Perang Badar, dimana kaum muslimin yang berjumlah 313 orang itudapat mengalahkan kaum muyrikin yang berjumlah hampir 1000 orang.
Jadi ayat yang kita bicarakan itu berisi kisah dakwah Nabi saw. Beliau sampai diperangi oleh kaum musyrikin. Dalam suasana perang seperti itu tidak pantaskah Nabi memperlihatkan ketegarannya, dengan balas mengancam mereka bila masih juga menyerang? Demikianlah, kekerasan atau peperangan hanya dibolehkan dalam rangka membela diri.
Namun dalam rangka membela diri itu, peperangan hanya boleh dilakukan di tempatnya, yaitu di tempat terjadinya peperangan itu. Peperangan tidak boleh diperluas ke daerah-daerah aman. Bila daerah aman juga diserang, itu termasuk tindakan di luar batas (I’tida’/penyerangan/ekspansif), yang dilarang menurut ajaran Islam (al-Baqarah/2:190).
Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa peperangan itu tidak boleh melibatkan masyarakat sipil. Islam mengajarkan agar masyarakat sipil itu dilindungi, sesuai dengan pesan Nabi bahwa orang tua, perempuan, anak-anak, dan lingkungan tidak boleh diganggu. Kalau berperang, berperanglah antara seradadu dengan serdadu. Kalau melibatkan masyarakat sipil, itu berarti melakukan pembunuhan. Pembunuhan dalam Islam berdosa besar. Pelakunya alih-alih menyangka akan masuk surga, justru akan dijebloskan ke dalam neraka.
Jakarta, 25 Juli 2009
Salman Harun
UIN Jakarta