Minggu, 25 April 2010

Islam, Yoga, dan Pemanasan Global

PENANGGULANGAN MASALAH PEMANASAN GLOBAL MELALUI YOGA DALAM PANDANGAN ISLAM
oleh
Prof. Dr. H. Salman Harun
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Bismillahirrahmanirrahim

Planet bumi ini paling kurang sedang terancam oleh dua ancaman besar: pertama oleh pemanasan global dan kedua oleh senjata nuklir. Pemanasan global diakibatkan oleh dampak bumi sebagai sebuah “rumah kaca” akan terus meningkat bila pembakaran bahan bakar fosil, hutan dan kerusakan alam lainnya tidak bisa dihentikan atau minimal dikurangi. Para ahli memprediksi bahwa bila es di kedua kutub bumi dan di gunung-gunung tinggi mencair dan permukaan laut naik kira-kira dua meter maka 48 negara kepulauan akan tenggelam. Konferensi Kompenhagen baru-baru ini yang diharapkaan dapat menghasilkan program konkret untuk mengatasi ancaman itu gagal mencapai kesepakatan, walaupun seorang presiden dari sebuah negara kepaiulaian di Pacifik sampai menangis dalam pidatonya untuk meminta perhatian serius.

Di pihak lain semakin banyak negara di atas bumi ini berlomba mengembangkan senjara nuklir. Bila di antara Negara-negara itu ada yang kurang mampu mengontrol emosinya maka kehancuran bumi akibat perang nuklir tidak dapat dielakkan.

Alam semesta terdiri kurang lebih100 milyar galakasi, 1 galaksi terdiri 100 milyar tatasurya, dan 1 tatasurya terdiri 8 planit, salah satunya bumi. Jadi banyak bumi itu sekitar 100 m x 100 m, yang memberi harapan untuk tempat hidup baru. Walaupun NASA menyatakan bahwa mereka dalam empat atau lima tahun lagi akan menemukan, dengan telemeter mereka, bumi baru dalam system tatasurya lain (Kompas, 3-1-2010, hal. 23), namun keberhasilan untuk mengangkut manusia ke sana masih penuh ketidakpastian, maka menyelematkan bumi dari bahya yang mengancamnya masih dipandang perioritas yang utama.

Kedua bahaya yang mengancam di atas timbul karena ambisi manusia untuk semakin sejahtera dan semakin kuasa terlalu besar. Ambisi itu telah mengakibatkan eksploitasi alam di luar daya dukung alam itu sendiri atau telah menghabiskan sumber daya bukan untuk kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. Ambisi itu dengan demikian berbahaya dan karena itu perlu minimal dikurangi. Cara pengurangannya yang efektif adalah dengan menghidupkan spiritualisme. Di antara gerakan yang mengembangkan spirirualisme di dunia sekarang adalah “yogaisme”.

Sebagai seorang yang baru mengenal Yoga, setelah membaca buku Dr. Somvir, “Yoga dan Ayurveda” (2009), saya ingin mendefinisikan Yoga sebagai “suatu system pengendalian diri dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia.” Sebagai suatu system, perlu dilakukan latihan secara terus-menerus, yang dimulai dari penguasaan gerak-gerak pikiran. Dan untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia, latihan-latihan perlu dibarengi suatu sikap hidup tidak terikat dengan duniawi. Itulah dua unsur penting Yoga (lihat Somvir, 2009:23).

“Manusia adalah makhluk tertinggi ciptaan Tuhan karena dilengkapi akal dan budhi,” (Somvir, 2009:6). Dalam Islam manusia dipandang sebagai ahsan taqwim (Q.95:4), yaitu suatu genus makhluk terbaik bangunan pisik dan psikisnya. Manusia diciptakan dari dua unsur yang saling mendukung, yaitu tanah dari bumi dan roh dari Tuhan (Q.23:12-14). Tanah membentuk pisik manusia dan roh membentuk psikisnya. Keduanya tidak dipertentangkan secara radikal karena saling mempengaruhi. Hanya manusialah yang memiliki psikis yang paling sempurna sehingga dapat menciptakan ilmu pengetahuan dan beragama. Dan hanya manusia pula yang memiliki pisik yang paling sempurna, misalnya hanya manusia yang berdiri di atas dua kaki dengan tangannya bebas, sehingga manusia mampu merealisasikan ilmu pengetahuan yang dihasilkan psikisnya menjadi teknologi. Dengan demikian hanya manusialah yang berperadaban dan beragama (serta beretika).

Karena kedudukannya sebagai makhluk tertinggi itu, manusia “memikul tanggung jawab atas kelangsungan hidup dan kesejahteraan makhluk lain. Dengan demikian manusia menduduki fungsi sentral dalam seluruh makhluk hidup di dunia,” (Somvir, 2009:6). Semua genus makhluk hidup, baik yang bergerak di bumi maupun yang melayang di udara, sesungguhnya merupakan komunitas (umat) tersendiri seperti halnya manusia (Q.6:38). Sebagai komunitas tersendiri mereka berhak hidup dan karena itu perlu dihormati.

Manusia diciptakan Tuhan sebagai pengganti-Nya (khalifah) (Q.2:30), yaitu makhluk yang dipercayai-Nya untuk mengelola alam ini dengan sebaik-baiknya.
Kedudukan tertinggi dan fungsi sentral itu “telah membangkitkan kesadaran baru dalam diri manusia, bahwa ia sangat beruntung terlahir sebagai manusia,” (Somvir, 2009:6). Kedudukan sebagai pengganti atau wakil Tuhan dalam pengelolaan alam itu seharusnya disyukuri oleh manusia, yaitu dengan memanggul fungsi pengganti atau wakil Tuhan itu dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Fungsi itu adalah memanggul “amanat” (kepercayaan dari Tuhan) (Q.33:72), yang oleh Fazlur Rahman (1979:28, 54) dipahami sebagai “menegakkan suatu tata masyarakat yang adil, berdasarkan etika, dan dapat bertahan di muka bumi ini.” Dalam Yoga tugas itu disebut Karma Yoga (Somvir, 2009:12).
Di dalam Kitab Suci dikisahkan beberapa bangsa yang sudah hilang karena tidak lagi memiliki keadilan dan etika itu. Umat Nabi Nuh musnah karena dosa mereka memuja materi sehingga terjadi pengkotak-kotakan (segmentasi) masyarakat menjadi kaum kaya dan kaum miskin yang bertentangan. Bangsa ‘Ad, di daerah Yaman sekarang, hancur karena membanggakan kekuatan pisik mereka dan berlaku sewenang-wenang (premanisme). Bangsa Tsamud, di daerah Nejed sekarang, luluh karena terlalu membanggakan ilmu dan teknologi mereka dan membangkang kepada Tuhan. Umat Nabi Luth hapus dari muka bumi karena melakukan homoseksual. Bangsa Madyan, di daerah Teluk Aqabah sekarang, hilang karena kejahatan ekonomi yaitu melakukan kecurangan dalam perdagangan. Dan Firaun beserta balatentaranya ditenggelamkan di Laut Merah karena tirani dan kejam. Peristiwa-peristiwa itu hendaknya dijadikan pelajaran oleh umat manusia setelah mereka, supaya tidak mengalami nasib yang sama. Pelajarannya adalah bahwa masyarakat itu hanya akan langgeng bila mengindahkan keadilan dan etika.
Tujuan hidup manusia adalah “mencapai kesadaran tertinggi (god-realisation), …tidak menginginkan apa pun kecuali kebahagiaan” (Somvir/2009:4). Kesadaran tertinggi itu diperoleh dengan terlebih dahulu mengenali jati diri. Jati diri manusia itu, sebagaimana dijelaskan di atas, adalah bahwa ia ditugaskan sebagai petugas Tuhan untuk merealisasikan kehendak-Nya di alam ini. Kehendak-Nya adalah kebaikan. Dengan demikian kebahagiaan akan diperoleh manusia dengan cara menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak Tuhan, yaitu mewujudkan kebaikan.

Di dalam literature Islam disebutkan, “Tidak beriman seseorang sampai ia menyesuaikan kehendaknya dengan apa yang kubawa,” (Hadis al-Bukhari). Bila ia telah mampu menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak-Nya, maka “Ia adalah matanya ketika ia melihat, telinganya ketika ia mendengar, kakinya ketika ia melangkah, dan tangannya ketika ia memegang,” (Hadis). Bila kehendak manusia sudah sejalan dengan kehendak Tuhan, maka tercapailah moksa, yaitu bersatunya makhluk dengan Tuhan. Jadi, persatuan manusia dengan Tuhan, yang sering disalahpahami orang, tidak dimaksudkan persatuan pisik, tetapi persatuan roh, paling kurang persatuan kehendak. Karena kehendak Tuhan pasti yang baik-baik, maka menyatukan kehendak manusia dengan kehendak Tuhan adalah dengan melakukan kebaikan-kebaikan. Dengan demikian yang akan keluar dari orang yang telah dekat bahkan bersatu dengan Tuhan tidak mungkin sesuatu yang tidak baik tetapi pastilah seluruhnya yang baik-baik saja.

“Benda-benda bukan tidak diperlukan, tetapi hanya berfungsi sebagai media, karena itu tidak boleh mengikat kita,” (Somvir, 2009:3). Harta benda sesungguhnya adalah delusi (Q.57:20), yaitu sesuatu yang dipandang sebagai segala-galanya padahal tidak bisa menyelesaikan segala-galanya. Namun ia diperlukan untuk kehidupan di dunia ini (Q.3:14). Yang dipersoalkan adalah bagaimana memperolehnya dan mengeluarkannya.
“Manusia perlu menyadari apa tujuan hidupnya di dunia ini dan menyadari bahwa ia tidak hanya untuk makan, tidur, dan menikmati hubungan seksual karena itu juga dinikmati oleh binatang,” (Somvir, 2009:12). Tujuan hidup, sebagaimana sudah dijelaskan di atas, adalah moksa, yaitu menyatu dengan Tuhan. Karena Tuhan abadi, maka menyatu dengan Tuhan berarti menyatu dengan Yang Abadi. Tujuan hidup dengan demikian adalah keabadian. Orang yang baik dengan demikian akan abadi di dalam bahagia, dan orang yang jahat akan abadi di dalam siksa. Orang yang tahunya hanya kesenangan materi dipandang sebagai seorang yang sangat dangkal wawasanya, karena kebahagiaan akhirat tiada taranya (Q.53:30).
“Akan tetapi saat istilah modernisasi muncul, manusia mulai memanfaatkan dan mengekploitasi alam secara membabi buta. Demi memenuhi keinginan-keinginan yang tak terbatas, manusia menghancurkan alam semesta tanpa mempertimbangkan akibat jangka panjang yang akan diterima oleh generasi berikutnya,” (Somvir, 2009:12). Alam ini sesungguhnya sudah diciptakan dengan amat sempurna oleh Tuhan. Begitu sempurnanya sehingga Ia menantang manusia untuk meniliti alam apakah ia bisa memperoleh suatu kekurangan atau cacat dalam ciptaan-Nya itu (67:1-6). Kesempurnaan alam itu menjadi rusak karena ulah tangan manusia; gunanya supaya manusia dapat merasakan sendiri sebagian akibat kerusakan yang dibuatnya itu (Q.10:41). Akibat kerusakan itu memang sudah dirasakan oleh manusia, dalam bentuk antara lain banjir, longsor, kekeringan, perubahan cuaca/iklim, dsb. Yang disebutkan terakhir telah mengakibatkan pemanasan global. Jelaslah bahwa kerusakan alam menyebabkan penderitaan umat manusia, dan kerusakan itu disebabkan nafsu atau ambisi manusia yang terlalu besar.
Di antara cara penanggulangan penyakit rohani itu adalah pengendalian diri. “Yoga membantu manusia dalam mengendalikan diri, perbuatan, ucapan, dan membersihkan badan melalui Pranayama,” (Somvir, 2009:12). Yoga, sebagaimana sudah dinyatakan di atas, terdiri dua unsure: latihan yang terus menerus dan sikap hidup yang tidak terlalu mementingkan dunia. Yang disebutkan kedua itu merupakan factor yang menentukan dalam keberhasilan Yoga.

1. Sikap Hidup yang Tidak Terlalu Mementingkan Dunia
Sebab dunia ini tidak begitu penting bagi manusia adalah karena dunia itu akan ditinggalkan dan akan mengalami kehancuran. Seseorang pasti mati, dan setelah mati persoalan tidak berakhir, karena manusia akan terus hidup di alam lain setelah kiamat dan perlu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Bila hidup manusia berakhir di dunia ini saja dan tidak ada pertanggungjawaban tentu hakekat eksistensinya sama dengan hakekat eksistensi makhluk-makhluk rendah seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, dsb. Hal itu tidak mungkin, karena manusia diberi akal dan budhi (serta pisik dan psikis yang paling sempurna) sedangkan alam lain itu tidak. Oleh karena itu perbuatan baik perlu memperoleh imbalan (reward) dan perbuatan buruk perlu memperoleh ganjaran (punishment) dari Tuhan. Dan itu akan berlangsung selamanya. Oleh karena itulah seorang yang terlalu mementingkan dunia, dalam arti menikmatinya tanpa mengindahkan aturan-aturan yang digariskan-Nya, akan sangat merugi nanti di akhirat. Dengan demikian mereka yang melakukan kejahatan, termasuk kejahatan lingkungan sehingga membahayakan bagi manusia dan kemanusiaan, akan mendapat sanksi keras dari Tuhan nanti di akhirat.

2. Latihan Yoga
Latihan Yoga sebagaimana diajarkan Patanjali meliputi delapan tahap (Astangga Yoga), yaitu Yama, Nyama, Asana, Pranayama, Patahayara, Dharana, Dhayana, dan Samadhi (Somvir, 2009:23).
a. Yama adalah prinsip etika meliputi:
1) Tanpa kekerasan
Semua yang ada di alam ini adalah makhluk Tuhan. Tuhan memuliakan makhluknya, apalagi manusia (Q.17:70). Oleh karena itu tidak boleh ada siapa pun memaksakan kehendaknya kepada alam atau orang lain, apalagi melakukan kekerasan. Orang yang memaksakan kehendaknya kepada alam atau orang lain, apalagi melakukan kekerasan, berarti ia menempatkan dirinya lebih tinggi dari Tuhan.
2) Kebenaran
Gandhi (1962:13) berpendapat bahwa kebenaran adalah Tuhan (Truth is God). Bahkan orang atheis sekalipun, dalam pandangannya, sebenarnya adalah seorang yang bertuhan, karena ia juga mencari kebenaran. Dalam Islam salah satu nama Tuhan dari sembilan puluh sembilan nama-Nya adalah al-Haqq ‘kebenaran’, al-Haqq itu adalah Tuhan. Dengan demikian kedudukan kebenaran itu begitu tinggi. Manusia harus berbuat benar, yang akan menguntungkan umat manusia, tidak berbuat salah yang akan menyengsarakan umat manusia. Merusak lingkungan salah, itu adalah perbuatan dosa.
3) Tidak mencuri
Mencuri merupakan kesewenang-wenangan, dan memperkosa hak-hak asasi manusia, karena itu merupakan pelanggaran. Untuk menghentikannya, kemampuan pelakunya untuk melakukan pencurian itu perlu diputus (Q.5:38). Oleh karena itu pencurian hasil laut dan hutan dengan cara-cara yang merusak hutan atau lautan itu adalah perbuatan kriminal yang perlu diberi sanksi internasional.
4) Mengendalikan nafsu dan indrya
Nafsu selalu membawa kepada kejahatan (Q.12:53), oleh karena itu manusia seharusnya tidak mengikutinya, tetapi mengikuti hati nuraninya. Penggundulan hutan telah mengakibatkan rusaknya lingkungan dan seterunya berdampak tidak terserapnya karbon (CO2). Tetapi di pihak lain produksi karbon itu sendiri tidak pernah hendak dikurangi terutama oleh Negara-negara industri. Dengan demikian penggundulan hutan dan produksi karbon tanpa batas itu merupakan kejahatan kemanusiaan.
5) Hidup sederhana (tidak mengumpulkan sesuatu lebih dari keperluan)
Mengumpulkan materi sampai seakan-akan tidak pernah puas-puasnya sesungguhnya tidak masuk akal, karena yang diperlukan manusia hanya sebatas yang dapat dimanfaatkannya dalam hidupnya secara normal. Karena itu manusia sebenarnya tidak perlu memburu materi tanpa batas apalagi tanpa mengindahkan keadilan dan etika dan hokum dalam memperolehnya. Bila manusia bisa mengontrol nafsunya maka alam akan lestari dan umat manusia akan selamat.
b. Nyama (aturan-aturan moralitas)
1) Kebersihan luar dan dalam
Perilaku luar manusia, berupa ucapan, perbuatan, sikap, dsb., merupakan refleksi perilaku dalamnya. Oleh karena itu sisi dalam manusia perlu bersih supaya sisi luarnya juga bersih. Kebersihan sisi dalam dapat diperoleh melalui agama, karena agama mengajarkan keikhlasan dan pengabdian hanya kepada Tuhan (Yoga menerima hal itu). Tuhan mencatat dan membalasi perilaku luar dan perilaku dalam yang baik manusia. Tetapi, karena kasih-Nya, Ia memaafkan perilaku dalam yang buruk manusia, tidak membalasnya. Dengan demikian Tuhan menghendaki manusia menghentikan rencana buruknya dan menggantinya dengan perbuatan baik yang berguna bagi umat manusia.
2) Selalu sabar
Sabar meliputi dua sisi, terhadap apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Manusia perlu tabah atas kerusakan alam yang telah terjadi. Tetapi yang terlebih penting adalah bahwa ia juga harus tabah dalam mencari jalan keluar dari problema yang sedang dihadapi. Dalam agama terdapat pernyataan, “Tuhan bersama orang yang sabar,” yaitu menolongnya dalam menanggulangi masalah yang dihadapinya. Pemanasan global dapat ditanggulangi dengan tekad bersama.
3) Suka bekerja keras
Kerja keras dalam terminologi agama disebut jihad (tidak selalu konotasinya perang). Dasar penilaian Tuhan atas manusia adalah kerja kerasnya itu. Agama memuji manusia yang bekerja keras untuk menyelamatkan bumi ini dari kehancurannya, di samping kerja keras dalam menemukan produk-produk alternatif yang ramah lingkungan ataupun alternatif planit hunian baru.
4) Membaca buku-buku yang bermanfaat
Buku adalah sahabat setia yang boleh dibawa ke mana saja kapan pun dan di bagaimana pun. Ia adalah sumber informasi. Informasi yang baik akan membentuk perilaku baik dan sebaliknya. Penyebaran informasi mengenai lingkungan dan perlunya pelestariannya perlu diiintensifkan.
5) Selalu merenungkan kebesaran Tuhan sesuai dengan kepercayaan.
Tuhan pencipta alam semesta (universe) yang begitu besar terdiri 100 milyar galakasi x 100 milyar tatasurya x 8 planit x 1 atau lebuh satelit (dalam Kitab Suci alam semesta itu dinyatakan “tujuh” yang bisa berarti 6+1, bisa berarti banyak sekali). Semuanya ditunjang-Nya dengan hokum-hukum yang kokoh. Semuanya itu pasti diciptakan oleh suatu zat yang mahabesar, karena sesuatu itu tidak pernah menciptakan dirinya sendiri. Itulah Tuhan, yang menunjukkan bahwa Ia Mahabesar. Merenungkan Tuhan akan menghasilkan sikap santun terhadap alam.
c. Asana,
Ini adalah gerakan-gerakan meliputi sikap duduk, berdiri, dan berbaring tertentu serta suryanamaskar. Gerakan itu pada intinya adalah penyesuaian sikap dan gerakan tubuh dengan kehendak alam untuk memperoleh kesehatan. Dengan demikian manusia perlu menjaga keselarasan dengan alam.
d. Pranayama,
Ini adalah latihan pernafasan, yang berfungsi menarik energi kosmik untuk kesehatan. Manusia juga dengan demikian perlu menjaga keselarasan dengan alam.
Mengenai tangga-tangga Yoga yang lain saya sudah membahasnya dalam seminar Yoga tahun yang lalu (Lihat “Yoga for Health” April 2009). Namun berikutnya adalah tahap yang sangat penting dalam Yoga, yaitu “menarik seluruh indrya (keinginan) dari obyek-obyek duniawi dan membawa pikiran kepada satu titik focus…sambil bermeditasi kepada Tuhan.” Dengan demikian yang dikendalikan terlebih dahulu adalah pikiran. “Pikiran memiliki berbagai keinginan…yang pada akhirnya akan menjauhkan manusia dari kebenaran yaitu Tuhan,” (Somvir, 2009:44). “Tuhan itu penuh dengan kekuatan, Mahatahu segala keinginan manusia dan akan memenuhinya tanpa memintanya,” (Somvir, 2009:44). Seorang Yogi dengan demikian mulai memasuki dunia spiritualisme.
Salah satu teknik meditasi yang diajarkan dalam Yoga adalah:
Konsentrasi pada cakra pertama, Maladhara Cakra, terletak di bagian atas anus, yang merupakan sumber energi. Dari sini energi naik ke atas dengan berkonsentrasi pada Bhuh, sumber energi dalam tubuh manusia.
Konsentrasi pada cakra kedua, Svadhistana Cakra, terletak di bawah pusat. Dengan merenungkan nama energi Bhuvah, sumber energi untuk melepaskan diri dari segala kesulitan.
Konsentrasi pada cakra ketiga, Manipura Cantara dada dan perut, tempat semua nadi dan saluran darah, dan merenungkan Svah, yaitu kebahagiaan.
Konsentrasi pada cakra keempat, Anahata Cakra, daerah jantung, renungkan Mahah, Tuhan yang berada di sana.
Konsentrasi pada cakra kelima, Visuddhi Cakra, daerah tenggorokan, dan renungkan Janah, untuk memperoleh ucapan yang baik dan manis.
Konsentrasi pada cakra keenam, Ajna, antara dua alis mata, dan renungkan Tapah, yaitu merenungkan nama-nama Tuhan sesuai kepercayaan.
Konsentrasi pada cakra ketujuh, Sahasrasra Cakra, melakukan meditasi dengan tenang dan memusatkan pikiran pada pusat kepala dan merenungkan Satyam, kebenaran abadi yaitu Tuhan.
Konsentrasi pada organ-organ tubuh itu dapat dipandang sebagai pengenalan jati diri dalam Islam. Nabi saw bersabda, “Siapa yang mengenal jati dirinya berarti mengenal Tuhannya.” Dan nama-nama sumber energi itu dapat ditemukan dalam nama-nama Tuhan yang sembilan puluh sembilan yang menciptakan sumber-sumber energi itu. Bhuh, sumber energi dalam tubuh manusia, adalah al-Qawiy ‘Yang Mahakuat’; Bhuvah, sumber energi untuk melepaskan diri dari segala kesulitan adalah al-‘Aziz ‘Yang Mahaperkasa’; Svah, yaitu kebahagiaan adalah al-Sa’id ‘Yang Maha Berbahagia’; Mahah, Tuhan yang berada di sana adalah Rabbi ‘Tuhanku’; Janah, untuk memperoleh ucapan yang baik dan manis adalah al-Mutakallim ‘Yang Maha Berbicara’; Tapah, yaitu merenungkan nama-nama Tuhan sesuai kepercayaan, seperti al-Asma’ al-Husna; Satyam, kebenaran abadi yaitu Tuhan, yaitu al-Haqq ‘Yang Mahabenar’. Jadi konsentrasi dalam meditasi adalah pada nama-nama Tuhan.

e. Patahayara,

f. Dharana,
g.
h. Dhayana, dan
i.
j. Samadhi
Indra (indrya) itu sendiri dikontrol oleh pikiran. Dengan demikian yang dikendalikan terlebih dahulu adalah pikiran.

Yoga memiliki metode dalam pengendalian pikiran. Metodenya adalah



“Banyak di antara mereka sungguh menjadi orang-orang tamak setelah itu di muka bumi,” (Q.5:32).
Dalam mengubah nilai-nilai yang tidak sesuai dengan dasar kehidupan, lahirlah para pejuang reformasi yang dalam upayanya memperjuangkan kemajuan umat manusia bahkan sampai berkorban jiwa dan raga. (Somvir, 2009:6). Dalam Islam hal itu disebut jihad

Manusia selalu melahirkan ide-ide yang bertujuan agar mereka mendapat kebahagiaan(Somvir, 2009:7. Konsep agama pun lahir karena manusia beranggapan bahwa setiap agama diturunkan Tuhan dan kitab suci adalah sabda Tuhan. Namun yang terjadi adalah setiap orang menganggap agamanya yang paling benar dan untuk membuktikan hal itu mereka berdebat, berargumentasi, hingga terjadi pertikaian he bat yang menghancurkan manusia itu sendiri. (Somvir, 2009:7. Dalam Islam hal itu diakui, bahwa umat manusia itu pada awalnya adalah satu umat saja. Tetapi kemudian mereka berpecah belah, justru setelah wahyu diturunkan kepada mereka. Perpecahan itu terjadi karena ada yang mau menerima isi wahyu itu dan ada yang tidak mau menerimanya. Penyebabnya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, adalah baghy ‘agresivitas’, yaitu suatu sikap, sebagaimana disebutkan lebih kurang oleh Dr. Somvir, “setiap orang menganggap agamanya yang paling benar dan untuk membuktikan hal itu mereka berdebat, berargumentasi, hingga terjadi pertikaian he bat yang menghancurkan manusia itu sendiri,” (Somvir, 2009:7), artinya memaksakan pendapat, paham, atau agama itu kepada orang lain.

Kemajuan manusia baru dikatakan sempurna apabila ia mampu menciptakan sarana dan prasarana ramah lingkungan dan tidak menghancurkan keindahan bumi ciptaan Tuhan (Somvir, 2009:10). Dalam Al-Qur’an Allah menyalahkan para perusak, dan memuji para pelaku reformasi (26:152).
Akan tetapi jika manusia mulai memahami hidup spiritual, pertikaian antar umat beragama akan semakin berkurang bahkan hilang karena kita mulai menyadari bahwa seluruh umat manusia di dunia adalah dalam sebuah keluarga besar. (Somvir, 2009:8).
Setiap makhluk hidup memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Terdapat mutual simbiosism antara makhluk hidup. Angin membersihkan udara, hujan membersihkan kotoran, tumbuh-tumbuhan membersihkan karbondioksida(Somvir, 2009:

Setiap manusia memiliki hak untuk hidup di dunia yang indah ini bukan saja manusiaa melainkan seluruh ciptaan Tuhan dengan berbagai bahasa dan terhormat. (Somvir, 2009:15).


Manusia memiliki tujuan yang lebih mulia yaitu kemajuan di bidang spiritual. Perkembangan spiritual itu dimulai dengan melakukan yoga dan meditasi dengan kesungguhan dan disiplin. (Somvir, 2009:12).

1. Kedudukan alam
Gunung Himalaya.
- Es abadi = Sumber inspirasi untuk mendapatkan kedamaian abadi,
- tempat yang murni, bersih, dan hijau, sumber air Gangga yang suci
- di pinggirnya ashram-ashram dan masyarakat sedang beryoga
- para yogi harus pernah sekali seumur hidup beryoga di sana: membuka pikiran, mengajarkan kebenaran, kehidupan, dan mendorong kita dekat dengan Tuhan
- pohon-pohon. Biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran masih segar dan alami, berguna untuk obat-obatan Ayurveda. 1
- setahun sekali kita perlu melihat keindahan alam, berkunjung ke gunung, danau dan sungai untuk memperoleh inspirasi untuk menjadi seorang spiritual yang sesungguhnya untuk merealisasikan kebenaran yaitu jiwa kepada Tuhan. (Somvir, 2009:2

Kesadaran menjadi makhluk alam
-

2. Hakekat hidup


3. Tujuan hidup
-

- Para leluhur hidup dalam system kerajaan-kerajaan kecil yang sering berperang, tetapi hebatnya mereka sama sekali tidak pernah menghancurkan alam semesta… Akan tetapi saat istilah modernisasi muncul, manusia mulai memanfaatkan dan mengekploitasi alam secara membabi buta… tanpa mempertimbangkan akibat jangka panjang yang akan diterima oleh generasi berikutnya… Sekarang saatnya kita hentikan eksploitasi terhadap bumi. Manusia perlu menyadari apa tujuan hidupnya di dunia ini dan menyadari bahwa ia tidak hanya untuk makan, tidur, dan menikmati hubungan seksual karena itu juga dinikmati oleh binatang. Manusia memiliki tujuan yang lebih mulia yaitu kemajuan di bidang spiritual. Perkembangan spiritual itu dimulai dengan melakukan yoga dan meditasi dengan kesungguhan dan disiplin. (Somvir, 2009:12).
Untuk mengatasi hal itu manusia memang perlu menyadari apa tujuan hidupnya. Tujuan hidup manusia memang tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan pisik, tetapi juga kebutuhan psikis dan spiritual
4. Sikap hidup yoga

- Yoga mengajarkan kita hidup teratur, sehat, dan menghilangkan kebiasaan buruk. Latihan pernafasan (pranayama) menyuplai oksigen yang cukup terutama ke otak. Dengan mengatur nafas, pikiran tenang, dengan demikian mengendalikan pikiran dan indriya. (Somvir, 2009:2).

- Gerakan-gerakan badan (asana) meningkatkan kelenturan, kebugaran, dan kesehatan secara menyeluruh, membantu membentuk postur tubuh yang ideal dan tegap, karena dengan setiap gerakan selalu dijaga agar tulang punggung selalu lurus, membusungkan dada, dan mengangkat dagu dan melihatr ke depan. Sikap tubuh itu menumbuhkan sikap percaya diri, berani memandang dunia dan menghadapi tantangan dalam kehidupan. (Somvir, 2009:5)

- Dhyana (meditasi) untuk meningkatkan kesadaran, yang diawali dengan konsentrasi pada tubuh, pikiran dan nafas. Tingkat yang lebih tinggi adalah Samadhi, yaitu menyatukan diri dengan kesadaran yang universal. (Somvir, 2009:5

- Delapan tahap (Astangga Yoga): Yama (pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Patayahara (menarik semua indrinya ke dalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan) Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (mendekatkan diri/menyatu/merealisasikan diri). (Somvir, 2009:24
5.
6. Lihatlah di Eropa maupun Amerika , tingkat kehilangan kepercayaan orang terhadap agama sangat tinggi. Perkembangan yang terjadi dewasa ini banyak masyarakat Negara Barat merindukan spiritualitas. Banyak mereka meninggalkann negaranya untuk mempelajari bidang spiritual di Negara-negara Timur. (Somvir, 2009:

Alam sudah diciptakan dalam keadaan sempurna

1. Lukisan surge adalah taman yang indah (78:6) (18:33), bertolak belakang dengan lukisan neraka (80:41)
Surge yang sebenarnya adalah yang tak t3erbayangkan
2. Kerusakan alam adalah karena ulah perbuatan manusia
3. Bagaimana cara manusia tidak membuat ulah?
a. Pengakuan atas fungsi pohon (58:72)
b. Menindak yang membuat kerusakan (5:33)
c. Memperbaiki alam (26:152)
Referensi:
Al-Qur’an al-Karim
Hadits al-Arba’in
Gandhi. 1962. My God. Ahmedabad: Navajivan Publishing House. (Compiled by M. K. Prabhu).
Harun, Salman. ”Islam dan Yoga”, Yoga for Health. April 2009.
Somvir. 2009. Yoga & Ayurveda. Denpasar: Fokus Production

Tidak ada komentar:

Posting Komentar