Sabtu, 02 April 2011

Disertasi 1

DISERTASI

Kira-kira tiga minggu yll sy nguji disertasi di sebuah perguruan tinggi swasta. Ybs menulis tentang metode pendidikan akhlak dalam Al-Qur’an. Konsep akhlak bagi ybs tidak jelas, ia hanya member contoh banyaknya hamil di luar nikah, seakan-akan hanya yang seperti itulah yang disebut akhlak. Pada hal Ibu kita ‘Aisyah menyatakan bahwa akhlak Nabi saw adalah Al-Qur’an, yang berarti akhlak itu adalah semua nilai yang terdapat di dalam Kitab itu: semua nilai itu berarti sudah tuntas dilaksanakan oleh beliau. Saya tanya apa beda akhlak dengan moral, etik (saya ingatkan adanya istilah etika Protestan), atau sopan santun dalam bahasa Indonesia, juga tidak bisa jawab.

Metode pendidikan akhlak dalam Al-Qur’an ybs teliti dari ayat-ayat yang berisi perintah dan larangan yang dimulai dengan seruan, “Wahai orang-orang yang beriman…” Dari ayat-ayat seperti itu ybs menyimpulkan bahwa berdasarkan Al-Qur’an, metode pendidikan akhlak terbaik adalah perintah dan larangan. Saya terkesima dengan pendapat itu.

Masalahnya adalah bahwa dalam dunia pendidikan justru perintah dan larangan itu sedapat mungkin tidak digunakan. Coba bayangkan kalau setiap adanya sesuatu yang harus dikerjakan atau tidak dikerjakan harus disampaikan dengan perintah atau larangan. Lama-lama kekuatan perintah atau larangan itu tentu akan hilang, dan akhirnya anak membangkang.

Saya sampaikan :

لسان الحال خير من لسان المقال

“Mencontohkan lebih baik daripada mengucapkan”

Juga saya sampaikan sebuah kaidah tafsir:

إيراد الإنشاء بالخبر أبلغ من إيراده بالإنشاء

“Menyatakan Insya ’(perintah atau larangan) dengan khabar(kalimat berita) lebih jitu daripada menyatakannya dengan insya’”

Ayat-ayat juga tidak dianalisis dengan baik. Misalnya apa maknanya ayat-ayat perintah atau larangan itu dimulai dengan “Wahai orang yang beriman!” Itu kiranya merupakan kunci masalah. Agaknya perintah atau larangan itu baru boleh disampaikan bila sudah begitu mendesak, berarti pilihan terakhir. Juga perlu terlihat sikap kasih sayang dari yang member perintah. Dan baru bisa diberikan bila sudah tumbuh kata hati atau keikhlasan untuk menerima di kalangan anak didik.

Ybs tidak pernah belajar ilmu pendidikan. Bila pernah sedikit saja belajar ilmu pendidikan, diyakini ybs tidak akan berkesimpulan seperti itu. Analisis tafsir juga sangat tidak memadai. Lalu ybs diberi gelar doktor dalam pendidikan Islam khususnya lagi dalam bidang tafsir.

Yang dikhawatirkan adalah kesimpulan bahwa metode terbaik pendidikan akhlak berdasarkan Al-Qur’an adalah perintah dan larangan itu salah, dan itu mengatasnamakan Al-Qur’an. Jadi Al-Qur’an berarti juga salah. Pada hal yang salah orang yang memahaminya.

Sekarang sulit menyampaikan kebenaran. Bila dinyatakan sikap terus terang seperti itu dinilai negative oleh sementara pihak, seakan-akan kritik itu ditujukan kepada dia, artinya dia berarti gagal mengelola lembaganya. Jadinya kebebasan mimbar disampaikan melalui cara ini.

Ciputat, 3 April 2011

Salman Harun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar