Sabtu, 07 Januari 2012

Balada Seorang Pelaut Indonesia

INDRA

(Balada Seorang Pelaut Indonesia)

Indra adalah sebuah potret pelaut kita sekarang ini di Afrika Selatan. Bekerja di sebuah kapal penangkapan ikan berbendera Korea semenjak 2008. Areal penangkapannya Samudera Hindia dan Atlantik sampai Trinidad.

Sebelum menjalani pekerjaannya sekarang Indra adalah sales bahan-bahan pewarna pakaian di daerah Tanah Abang, Cipulir, dan Kebayoran Lama. Pekerjaan itu tidak lama digelutinya yang kemudian menjadi penganggur. Ketika kakak iparnya, seorang pelaut di kapal tanker, pulang dan mengajaknya menjadi pelaut, ia pun menyambutnya. Ia, katanya, dibawa ke sebuah sponsor tenaga kerja di daerah Bekasi. Ia percaya saja karena yang membawanya adalah kakak iparnya itu.

Ia diminta untuk membayar Rp. 5 juta, dengan rincian Rp. 1,5 juta untuk pengurusan paspor dan buku pelaut, dan Rp. 3,5 untuk jasa sponsor.

Pada 1 November 2008 ia diberangkatkan. Sebelum sampai di Bandara Sukarno Hatta ia diberi tahu bahwa ia akan diberangkatkan ke Taiwan. Sesampai di Bandara ia diberi tahu bahwa ia akan dibawa ke Cape Town Afrika Selatan.

Pekerjaan yang digelutinya adalah melemparkan bola-bola pancing sampai sebanyak 280 bola yang panjangnya bermil-mil dan berisi ribuan mata pancing. Bila ikan tidak ada pancing-pancing itu harus ditarik semua, yang memakan waktu sampai 30-36 jam. Dalam keadaan seperti itu waktu istirahat hanya diberikan 3 jam. Bayangkan berapa lama waktu diperlukan bila pancing-pancing itu berisi ikan.

Indra ingin keluar dari pekerjaannya setelah bekerja dua tahun. Tetapi ia terancam kehilangan bonus Rp. 12 juta yang dijanjikan akan diberikan bila seorang pelaut memenuhi kontrak kerjanya selama tiga tahun. Ia sudah menelepon pejabat yang mengontrol sponsor-sponsor tenaga kerja pelaut di Jakarta, tetapi pejabat itu menyatakan tidak bisa. Ketika Indra mengadukan masalahnya kepada Konsulat Jenderal Indonesia di Cape Town, pihak Konsulat menyatakan tidak bisa berbuat apa-apa karena kontraknya demikian. Yang sangat urgen diusahakan, menurut mereka, adalah menaikkan gaji pelaut. Umumnya gaji pelaut Indonesia hanya US $500/bulan. Itu perjanjian di atas kertas, sedangkan prakteknya mereka hanya diberi US $50/bulan. Rendahnya upah pelaut Indonesia itu terjadi karena Upah minimum regional (UMR) yang ditetapkan Pemerintah terlalu rendah. Para pengusaha tetap berpegang pada besar UMR itu sekalipun mereka akan diperkerjakan di luar negeri, karena kontrak dilaksanakan di dalam negeri,.

Seorang staf di Konsulat Jendral Indonesia di Cape Town menyatakan bahwa kondisi-kondisi kerja di kapal-kapal Jepang biasanya lebih bagus. Pelaut diberi pakaian seragam dan rapih. Tetapi di kapal-kapal Korea, China, dan Taiwan sangat buruk. Lama kerja sampai 30 jam dengan waktu istirahat hanya 3 jam. Pernah terjadi kasus seorang pelaut Indonesia diperintahkan turun menyelam untuk memperbaiki baling-baling, tetapi karena alat untuk menyelam yang digunakan tidak baik, pelaut itu kehabisan nafas dan tewas.

Seorang pelaut lain bernama Anthony menyatakan bahwa setelah 22 bulan bekerja ia baru menerima upah Rp. 8,6 juta. Ia menyatakan bahwa dalam kontrak yang ditandatanganinya ternyata memang tidak ada penjelasan berapa upah yang akan diterimanya per bulan. Bahkan tidak ada penjelasan berapa tahun kontrak itu. Ia ingin pulang, tapi gaji tidak keluar. Ia meminta bantuan Konsulat Jenderal yang sedang berjuang menanganinya.

Konsul Jenderal Indonesia di Cape Town menyatakan bahwa tugas pokoknya adalah melindungi dan membela warga Negara Indonesia di daerah tugasnya. Konsulat Jenderal memantau dan memperjuangkan hak-hak mereka. “Secara ril Konsulat Jenderal mengundang mereka ke Konsulat, mengadakan peringatan 17 Agustus, menjamu mereka, mengobati hati mereka, dan memberikan siraman rohani bagi mereka,” kata Konsul Jenderal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar