|
Minggu, 25 Desember 2011
SAFARI RAMADAN 2010 BERITA DEPLU
Sabtu, 26 November 2011
MINTA ANAK BERCERAI, BOLEHKAH?
MINTA ANAK BERCERAI, BOLEHKAH?
CUPLIKAN KISAH NABI IBRAHIM ‘ALAIHISSALAM
Karena hubungan antara dua isterinya tak nyaman, Nabi Ibrahim membawa isteri keduanya (Hajar) beserta puteranya (Ismail) jauh ke jantung Jazirah Arab, Makkah. Ada kisah mengenai air Zamzam itu yang begitu populer, yang telah menyebabkan adanya kehidupan di sana. Ismail pun tumbuh di sana dan dewasa.
Ismail menikah dengan seorang perempuan suku asli di sana, Jurhum. Syahdan, Nabi Ibrahim rindu sekali anaknya yang sudah begitu lama ditinggalkannya. Dia pun berangkat ke sana.
Tiba di rumah sang anak, ia tidak menemukan putranya itu. Yang dijumpainya hanya seorang perempuan, yang mengaku isteri anaknya itu. Tetapi Nabi Ibrahim dibiarkan saja oleh sang perempuan.
Di dalam Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, hal 26 disebutkan sebagai berikut:
Ibrahim, “Mana suamimu?”
“Ia sedang berburu untuk hidup kami,” jawabnya.
Kemudian ditanya lagi, dapatkah ia menjamu makanan atau minuman, dijawab bahwa ia tidak memiliki apa-apa untuk dihidangkan.
Ibrahim pergi, setelah mengatakan, “Kalau suamimu datang sampaikan salamku dan katakan kepadanya, “Ganti ambang pintumu.”
Setelah pesan ayahnya itu kemudian disampaikan kepada Ismail, ia segera menceraikan isterinya itu, dan kemudian kawin lagi dengan wanita Jurhum lainnya… Wanita ini telah menyambut Ibrahim dengan baik setelah beberapa waktu kemudian ia pernah datang. “Sekarang ambang pintu rumahmu sudah kuat,” kata Ibrahim.
Jadi, tukar ambang pintu maksudnya ceraikan isterimu. Alasan Nabi Nabi Ibrahim boleh jadi sbb.:
1. Sebagai musafir yang begitu jauh berjalan, dan sebagai seorang yang begitu tua, ia seharusnya mendapat perhatian perempuan itu. Itu adalah etika padang pasir (etika Arab), yang diambil alih oleh Islam: tamu harus dihormati. Tidak mungkin segelas air saja ia tidak punya untuk disuguhkan.
2. Dalam Islam, anak perlu berbakti kepada orang tuanya, terutama waktu tua (Q.17:23), dimana orang dalam usia itu memang memerlukan bantuan. Dalam Islam, jangankan harta benda sang anak, diri anak itu sendiri adalah milik orang tuanya, demikian Nabi menegaskan. Jadi, bagaimana mungkin sang menantu boleh kikir kepada mertuanya.
3. Dalam Islam juga ada ajaran bahwa di antara isteri dan anak-anak itu ada yang bisa menjadi musuh bagi orang tuanya, karena itu hati-hati (Q.64:14). Maksud “musuh” di sini bukan seorang yang akan membunuhnya, dsb. tetapi seorang yang bisa membuatnya terjerumus ke dalam dosa karena sayangnya kepada mereka. Betapa tidak jarang seorang isteri meminta ini, itu, dsb., yang karena sayangnya maka suami mau berbuat jahat, mencuri atau korupsi, misalnya, untuk memenuhi permintaan sang isteri. Begitu juga permintaan sang anak!
Jadi, karena tiga alasan itulah kiranya Nabi Ibrahim meminta anaknya, Ismail, bercerai. Pertama, sang menantu mungkin dinilainya sangat pelit, sehingga memberi segelas air saja ia tidak bersedia. Kedua, sang menantu tidak hormat tamu dan orang dalam kesusahan, sedangkan Nabi Ibrahim menilai bahwa perlakukan seperti itu juga akan dilakukannya terhadap dirinya bila ia masih menantunya. Dan ketiga, anak harus berbakti kepada orangtua, sedangkan Nabi Ibrahim menilai sifat sang menantu akan menulari anaknya, yang akan mengakibatkan ia tidak berbakti, lalu karena itu berdosa dan masuk neraka.
Lalu, sahkah meminta anak bercerai?
Ciputat, 22 November 2011
Prof. Dr. Salman Harun
Minggu, 09 Oktober 2011
Sabtu, 16 April 2011
MoU
MoU
Saya, ketika menjabat sebagai Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah, pernah didatangi untuk mengadakan MoU oleh sebuah fakultas satu universitas di sebuah negara sahabat. Setelah MoU ditandatangani tidak ada keinginan implementasi MoU itu dari fakultas tsb. Saya tiga kali berkunjung ke fakultas tersebut, tetapi, jangankan dapat membicarakan perencanaan implementasi MoU itu, bertemu dengan dekannya saja saya tidak bisa karena selalu tidak berada di tempat, pada hal coba bayangkan betapa jauhnya saya datang. Dari bawahannya saya kemudian mendapat informasi bahwa MoU itu digunakan oleh ybs untuk penelitian naskah di Nusantara.
Kira-kira tiga tahun kemudian terkuak di sebuah media massa Ibukota adanya klaim budaya dan diboyongnya naskah-naskah Nusantara ke negara tsb. Saya teringat MoU itu. Hati saya berbisik, jangan-jangan telah diboyongnya banyak naskah Nusantara itu dan dijadikan sebagai milik mereka adalah hasil “penelitian” dengan memanfaatkan MoU tsb. Saya lalu menghubungi ybs untuk klarifikasi. Respons yang saya terima mengecewakan.
Pemboyongan peninggalan-peninggalan budaya itu terus berlanjut, sebagaimana beberapa kali diberitakan oleh surat kabar tsb. Terakhir adalah akan diresmikannya Museum Kerinci di negara tsb. dan pintarnya adalah yang diminta membawa benda-benda yang akan dipamerkan (mengisi museum) itu adalah pejabat negeri itu sendiri.
Berikut dapat Anda ikuti komunikasi saya dengan pihak fakults tsb. Maksud saya adalah agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi. Hendaknya perlu disadari bahwa dalam tanaman yang katanya serumpun tidak pernah terjadi adanya tanaman makan tanaman. Tetapi dalam rumpun manusia bisa terjadi “menohok kawan seiring; menggunting dalam lipatan”. Karena itu perlu berhati-hati!
Inilah komunikasi saya:
Kepada Yang Terhormat,
Saudara Professor …..
Salam,
Sudah cukup lama kita tidak bertemu bahkan menjalin kontak. Saya berharap Anda selalu dalam keadaan sehat walafiat serta sukses dalam tugas.
Saya ingin menanyakan salah satu persoalan dari 22 produk budaya Indonesia yang ditulis di KOMPAS Jakarta diklaim oleh ….. Yaitu naskah kuno dari Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Riau yang dibawa ke …..dan dibuat versi online.
Saya ingin menanyakan apakah yang membawa naskah-naskah itu pihak Anda dengan memanfaatkan MoU yang kita buat (antara Fakultas Pendidikan…..dan Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta). Pertanyaan itu muncul mengingat ketika saya berkunjung ke …..setelah MoU itu, Anda tidak dapat saya temui, tetapi bawahan Anda menyatakan bahwa MoU itu digunakan untuk penelitian naskah-naskah Indonesia.
Bila tidak, pertanyaan saya itu timbul tentu hanya karena sulitnya saya menjalin kontak dengan Anda setelah MoU itu. Bahkan Dekan yang menggantikan saya juga sangat sulit berhubungan dengan pihak ….. untuk implementasi MoU itu.
Bila benar, saya sangat menyesalkan hal itu. Naskah-naskah itu seharusnya dikembalikan.
Wasalam,
Professor Salman Harun
FITK UIN Jakarta
Tembusan:
- Professor
- Professor
Karena tidak ada juga jawaban, saya menghubungi Dekan sekarang Fakultas tsb.:
Kepada Yang Terhormat,
Dekan
Saya mendoakan semoga ... selalu berada dalam keadaan sehat walafiat dan sukses dalam pelaksanaan tugas.
Selanjutnya saya sampaikan bahwa saya sudah menghubungi Prof. ….. tiga kali mengenai pokok masalah yang saya sampaikan dalam surat saya kepada beliau seperti di bawah ini, tetapi beliau tidak membalas surat saya.
Saya berharap ... bisa meresponsnya.
Terima kasih atas perhatian Puan.
Wasalam,
Prof. Dr. Salman Harun
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri
Jakarta, Indonesia
Tembusan:
- Professor
- Professor
- Vice Chancellor
- Rektor
Jawaban Dekan
Yang Terhormat Prof Dr Salman Haron,
Terima kasih atas e-mail. Prof. ….. bercuti sabatikal sekarang ini, dan sedang melawat beberapa buah negara seperti dalam cadangan beliau. Tentu sekali sukar dihubungi. Maaf bapak Prof, saya tidak mendapat maklum tentang MOU tersebut dan juga tentang naskhah Kuno yang dimaksudkan. Mungkin Prof boleh terangkan kepada saya masalah yang sebenar. Mudah-mudah dapat saya menolong pihak Prof mengenai perkara tersebut.
Terima kasih dan salam hormat
Profesor
Dekan
Setelah dibalas oleh Dekan sekarang, ybs. (Dekan lama yang mengadakan MoU) menjawab:
Salam Pak Profesor Dr Salman Harun,
Saya tidak membalas email itu kerana ia dibangkitkan ketika isu 'tarian pendet' hangat disentimenkan hingga ada sebahagian orang awam di Indonesia marahkan orang ….. kerana 'menciplak dan mengkomersialkan' harta seni Indonesia dari hal tarian hingga hal lagu dan karya intelek dan karya kuno.
Saya tidak faham apa yang tuan maksudkan dengan naskhah kuno berkenaan. Saya tidak mengambil apa-apa naskhah kuno. Sila namakan karya-karya itu dan siapa yang telah mengambilnya dari pak profesor?
Kalau mau bicara hal MOU, maka kita bicara sahaja hal MOU berkenaan, dan kita rencana dan laksanakan penelitian/ kajian bersama antara dua fakultas. Saya bisa secara profesional melaksanakan kajian bersama dengan Profesor Salman khasnya mengenai tajuk "Instructional Leadership of School Principals and School Culture." Saya semamangnya membuat kajian ini di 8 negara Asia, termasuk Indonesia. Apa bisa pak Profesor Salaman ingin membuat penelitian bersama saya?
Sekian, salam hormat dan terima kasih
Profesor
Jawaban saya kepada ybs.:
Kepada Yang Terhormat
Profesor
Salam …..
Terima kasih atas respons Profesor. Rasanya kehangatan relasi kita kembali mengalir setelah seperti terhenti beberapa saat.
Persoalan pokok yang saya sampaikan adalah pemberitaan adanya naskah-naskah Indonesia yang dibawa ke ….. dan dibuat versi online. Saya memintakan klarifikasi dari Profesor, karena adanya informasi dari bawahan Profesor, bahwa MoU yang kita buat digunakan untuk meneliti naskah-naskah Indonesia dengan bantuan dana dari UNESCO. Bila hal itu benar, saya yakin hal itu tidak sesuai dengan maksud MoU, di samping bahwa isi MoU itu yang sebenarnya tidak dilaksanakan sampai sekarang. Dengan demikian saya tidak menuduh Profesor mengambil sendiri naskah-naskah itu, karena dibawa oleh siapa saya tidak tahu, apalagi Profesor mengambilnya dari saya, sebagaimana yang Profesor nyatakan, karena naskah-naskah itu tentu saja bukan milik saya pribadi. Begitu juga saya tidak bisa "menamakan karya-karya itu", karena justru itulah di antara yang saya tidak tahu dan saya cari jawabannya. Saya tidak bermaksud hendak berbelok dari persoalan pokok itu.
Di samping itu, bila "dibawa" itu benar, saya berpendapat bahwa hal itu melukai hati generasi sekarang, dan bila karya-karya itu terus berada di ….., akan melukai hati generasi-generasi berikutnya. Semakin lama naskah-naskah itu berada di …..akan semakin lebar dan dalam luka tersebut. Profesor tentu tahu bagaimana bila hati yang terluka. Kasus seperti itu hanya saya lihat contohnya pada apa yang telah dilakukan penjajah terhadap karya-karya intelektual Nusantara, seperti yang dapat kita temukan di museum-museum beberapa negara Barat sampai sekarang.
Di antara produk budaya yang diberitakan diklaim oleh …..adalah lagu dan rendang yang berasal dari budaya Minang. Hal itu menjadi perhatian khusus saya karena di sanalah saya dilahirkan dan dibesarkan, dan karena Profesor menyinggung masalah lain yaitu tari Pendet. Mengenai dua produk itu, saya yakin bahwa lagu Minang dan rendang dibawa ke ….. oleh perantau-perantau Minang yang kemudian menjadi warga …... Jadi akar budaya dua produk itu adalah Minang. Bisakah diterima oleh hati nurani, bila misalnya ada perantau India yang mengajarkan yoga atau perantau Jepang yang mengajarkan sumo di negara lain, mempatenkan produk itu, sehingga tidak hanya akan berakibat merusak perasaan pemilik budaya itu tetapi juga akan berdampak finansial, misalnya perlunya rumah-rumah makan Padang yang sudah ada di se antero dunia membayar royalti kepada pihak yang mempatenkan?
Begitu pulalah masalahnya dengan tari Pendet itu secara ringkas.
Demikian renspons saya, semoga dapat menemukan penyelesaian masalah yang kita bicarakan. Tentu saja saya perlu minta maaf seandainya ada pernyataan saya yang tidak pada tempatnya atau pun tidak benar.
Terima kasih atas perhatiannya.
Wasalam,
Prof. Dr. Salman Harun
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri
Jakarta, Indonesia
Tembusan:
- Profesor
- Profesor
- Vice Chancellor
- Rektor
Setelah surat di atas, baik ybs maupun pihak Fakultasnya tidak menjawab lagi. Capek menunggu, karena itu saya menulis:
Etika global a real professor (real English not Saudish) barangkali adalah diam.
Etika Islam:
2:9. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
12:52. (Yusuf berkata): "Yang demikian itu agar dia (Al Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya Aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat.
8:58. Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.
3:61. la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.
40:28. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.
Keagungan itu adalah kain-Ku dan kesombongan itu adalah baju-Ku, siapa yang menandingi-Ku dalam salah satunya, Saya musuhi dia, dan Saya tidak perduli (Hadis).
Selesai, tamat!
Salman Harun
Surat itu tidak ada jawaban sampai sekarang.
Sabtu, 02 April 2011
Disertasi 1
DISERTASI
Kira-kira tiga minggu yll sy nguji disertasi di sebuah perguruan tinggi swasta. Ybs menulis tentang metode pendidikan akhlak dalam Al-Qur’an. Konsep akhlak bagi ybs tidak jelas, ia hanya member contoh banyaknya hamil di luar nikah, seakan-akan hanya yang seperti itulah yang disebut akhlak. Pada hal Ibu kita ‘Aisyah menyatakan bahwa akhlak Nabi saw adalah Al-Qur’an, yang berarti akhlak itu adalah semua nilai yang terdapat di dalam Kitab itu: semua nilai itu berarti sudah tuntas dilaksanakan oleh beliau. Saya tanya apa beda akhlak dengan moral, etik (saya ingatkan adanya istilah etika Protestan), atau sopan santun dalam bahasa Indonesia, juga tidak bisa jawab.
Metode pendidikan akhlak dalam Al-Qur’an ybs teliti dari ayat-ayat yang berisi perintah dan larangan yang dimulai dengan seruan, “Wahai orang-orang yang beriman…” Dari ayat-ayat seperti itu ybs menyimpulkan bahwa berdasarkan Al-Qur’an, metode pendidikan akhlak terbaik adalah perintah dan larangan. Saya terkesima dengan pendapat itu.
Masalahnya adalah bahwa dalam dunia pendidikan justru perintah dan larangan itu sedapat mungkin tidak digunakan. Coba bayangkan kalau setiap adanya sesuatu yang harus dikerjakan atau tidak dikerjakan harus disampaikan dengan perintah atau larangan. Lama-lama kekuatan perintah atau larangan itu tentu akan hilang, dan akhirnya anak membangkang.
Saya sampaikan :
لسان الحال خير من لسان المقال
“Mencontohkan lebih baik daripada mengucapkan”
Juga saya sampaikan sebuah kaidah tafsir:
إيراد الإنشاء بالخبر أبلغ من إيراده بالإنشاء
“Menyatakan Insya ’(perintah atau larangan) dengan khabar(kalimat berita) lebih jitu daripada menyatakannya dengan insya’”
Ayat-ayat juga tidak dianalisis dengan baik. Misalnya apa maknanya ayat-ayat perintah atau larangan itu dimulai dengan “Wahai orang yang beriman!” Itu kiranya merupakan kunci masalah. Agaknya perintah atau larangan itu baru boleh disampaikan bila sudah begitu mendesak, berarti pilihan terakhir. Juga perlu terlihat sikap kasih sayang dari yang member perintah. Dan baru bisa diberikan bila sudah tumbuh kata hati atau keikhlasan untuk menerima di kalangan anak didik.
Ybs tidak pernah belajar ilmu pendidikan. Bila pernah sedikit saja belajar ilmu pendidikan, diyakini ybs tidak akan berkesimpulan seperti itu. Analisis tafsir juga sangat tidak memadai. Lalu ybs diberi gelar doktor dalam pendidikan Islam khususnya lagi dalam bidang tafsir.
Yang dikhawatirkan adalah kesimpulan bahwa metode terbaik pendidikan akhlak berdasarkan Al-Qur’an adalah perintah dan larangan itu salah, dan itu mengatasnamakan Al-Qur’an. Jadi Al-Qur’an berarti juga salah. Pada hal yang salah orang yang memahaminya.
Sekarang sulit menyampaikan kebenaran. Bila dinyatakan sikap terus terang seperti itu dinilai negative oleh sementara pihak, seakan-akan kritik itu ditujukan kepada dia, artinya dia berarti gagal mengelola lembaganya. Jadinya kebebasan mimbar disampaikan melalui cara ini.
Ciputat, 3 April 2011
Salman Harun
Disertasi 2
DISERTASI
Beberapa hari yll saya nguji disertasi. Ybs ingin membuktikan bahwa konsep muhsin dalam Al-Qur’an lebih dalam daripada teori hierarchy of needs-nya Maslow. Tetapi setelah bicara tentang teori Rogers dan Maslow dalam Bab II, ybs tidak pernah menyinggung lagi teori itu dalam bab-bab selanjutnya apalagi “kedekatannya” dengan term muhsin. Itu saya rasakan ibarat badan yang diberi kepala, tetapi terkesan kepala itu tidak cocok baginya. Dalam ujian ybs menyatakan bahwa analisis seperti itu tidak perlu dilakukan. Tetapi apakah iya ada pernyataan tesis boleh tidak dibuktikan dalam uraian disertasi?
Dalam tesis juga dinyatakan “antara tafsir dan psikologi humanistik dalam disertasi ini memiliki kedekatan dan kesamaan dengan upaya mewujudkan psikologi Islam yang dilakukan oleh pakar psikologi domestik seperti Jamaluddin Ancok, Hanna Djumhana Bastaman, dan Fuad Anshari”. Tetapi nama-nama itu tidak pernah disebut dalam disertasi. Ketika ini saya tanyakan, ybs menyatakan bahwa pembahasan mengenai hal itu terdapat dalam Pendahuluan. Tetapi saya juga tidak menemukannya. Alhamdulillah ybs lulus dengan predikat “sangat terpuji” (kumloud). Pecundangkah saya?
Ciputat, 3 April 2011
Salman Harun
Kamis, 17 Februari 2011
JUMLAH PLANET DALAM SATU TATASURYA MENURUT ISYARAT AL-QUR’AN
JUMLAH PLANET DALAM SATU TATASURYA MENURUT ISYARAT AL-QUR’AN 11 BUKAN 8
Oleh
Prof. Dr. Salman Harun
UIN Jakarta
Saya pernah menulis bahwa makna “langit” (sama’) dalam Al-Qur’an adalah “alam semesta” (universe). Hal itu berdasar bahwa sama’ itu berasal dari akar kata samaa – yasmuu ‘tinggi’, ‘atas’. Jadi segala yang tinggi dan di atas kita adalah “langit”. Yang yang tertinggi dan di atas sampai yang paling jauh dalam kosmos tempat kita tinggal adalah alam semesta. Dengan demikian sama’ maksudnya adalah alam semesta itu. Sebagaimana diketahui isi satu alam semesta adalah 10 pangkat 11 galaksi, yaitu 100 milyar, satu galaksi berisi 10 pangkat 11 tatasurya (matahari dengan planet-planetnya), yaitu 100 milyar, satu tatasurya berisi 8 planet, dan satu planet memiliki 1 atau lebih satelit (bulan)
Pemahaman (bahwa sama’ adalah alam semesta) itu awalnya saya peroleh berdasarkan petunjuk bahasa itu. Tetapi sesungguhnya pemahaman itu datang kepada saya secara tiba-tiba. Saya merasakan begitu saja bahwa itulah maknanya yang paling tepat. Saya tidak bisa memastikan apakah cara pemahaman yang seperti itu yang disebut isyariy dalam ilmu tafsir. Saya pikir memang begitulah contohnya tafsir isyari itu. Sebagaimana diketahui dalam ilmu tafsir dikenal tiga pendekatan (manhaj/approach) dalam menafsir: atsariy, berlandas pada atsar yaitu ayat, hadis, atau pendapat sahabat; ra’yi, berlandas pada ratio; isyari, berlandas pada isyarat-isyarat dari Allah swt, yaitu ilham.
Begitu juga ketika menyatakan apa pengertian “tujuh” dalam frasa “tujuh langit” (sab’a samawat) dalam Al-Qur’an. “Tujuh” adalah 6+1. Bila makna itu yang dipakai berarti alam semesta itu banyaknya tujuh menurut Al-Qur’an. Itu adalah suatu kemajuan luar biasa dalam pernyataan ilmu pengetahuan, mengingat bahwa ilmu pengetahuan modern baru memastikan alam semesta itu tidak satu pada tahun-tahun terakhir ini, sedangkan Al-Qur’an sudah menyatakannya
Lalu apakah alam semesta itu memang hanya tujuh (6+1)? Dalam bahasa Arab “tujuh” itu digunakan untuk menunjuk jumlah yang banyak sekali yang tidak terbilang. Dalam bahasa kita pun dikenal makna seperti itu. Simaklah ucapan orang “Saya pusing tujuh keliling,” maksudnya bukan betul-betul tujuh keliling, tetapi pusing sekali. Juga pernyataan Anda, “Dia menimbun kekayaan sampai tujuh turunan”, maksudnya hartanya banyak sekali. Dengan “tujuh” yang tidak berarti 6+1 tetapi sangat banyak itu berarti bahwa alam semesta itu tidak satu, tidak pula hanya tujuh, tetapi tidak terbilang. Bayangkan, satu alam semesta tempat bumi yang kita diami sekarang saja belum kita ketahui dengan baik, Al-Qur’an menyatakan jumlah alam semesta itu tak terbatas. Lalu dapatkah Anda membayangkan kebesaran Nabi Muhammad saw ketika mikraj, dimana ia sampai ke ‘arasy Allah yang berada jauh di balik alam semesta-alam semesta yang tak terhitung itu, sementara Anda begitu kagum kepada seorang yang sebentar-sebentar ke New York, London, dsb, pada hal ia hanya berkeliling bumi yang dalam peta alam semesta besarnya tidak akan lebih dilukiskan sebagai sebuah titik. Anda menyebut orang itu sudah memiliki pergaulan global, lalu Nabi Muhammad Anda sebut seperti apa pengalamannya? Pemahaman (bahwa alam semesta tak terbilang dan kebesaran Nabi Muhammad) itu pun saya rasakan saya peroleh lebih berdasar isyari tsb.
Selanjutnya, Kamis 13-1-2011, saya rekaman di RRI Merdeka Barat
øÎ) tA$s% ß#ßqã ÏmÎ/L{ ÏMt/r'¯»t ÎoTÎ) àM÷r&u ytnr& u|³tã $Y6x.öqx. }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur öNåkçJ÷r&u Í< úïÏÉf»y ÇÍÈ
(Ingatlah), ketika Yusuf Berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, Sesungguhnya Aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."
Entah mengapa saya merasakan bahwa jumlah planet dalam satu tatasurya itu bukan delapan sebagaimana kesepakatan ahli-ahli Astronomi tahun yang lalu di
Tulisan ini semoga dapat memudahkan para pencari ilmu (mahasiswa) untuk menemukan contoh tafsir dengan pendekatan isyari yang dalam perkuliahan kadang-kadang cukup sulit menemukannya.