Selasa, 19 Juni 2012

NISA’/3 HAK SOSIAL PEREMPUAN


AL-NISA’/3
HAK SOSIAL PEREMPUAN

            “Jika kalian khawatir tidak bisa memperlakukan secara setara anak yatim (dengan perempuan biasa), maka nikahilah apa yang baik bagi kalian pada perempuan, dua, tiga, dan empat”. Tuqshithu (masdar: iqshath) adalah membuat neraca timbangan setara antara yang kiri dan yang kanan. Berarti anak perempuan yatim perlu diperlakukan setara dengan perempuan biasa bila ingin dinikahi: mereka harus juga diberi mahar dan nafkah yang layak. Bila tidak mampu memperlakukan setara seperti itu, lebih baik tidak mengawini mereka. Mereka yang melanggarnya akan berdosa besar.  
            Daripada mengawini anak perempuan yatim secara tidak layak, yang dosanya lebih besar, lebih kecil kemungkinan mendapat dosa mengawini perempuan biasa lebih dari seorang (poligami) secara biasa pula, yaitu dengan memberi mahar dan nafkah yang cukup. Dan perlu diingat bahwa yang dikawini itu adalah ma ‘apa’ yang baik yang ada pada perempuan itu, yaitu iman dan akhlaknya, bukan “siapa” perempuan itu, seperti apakah ia bangsawan, berpangkat, kaya, dsb.
“Bila kalian khawatir tidak bisa bersikap adil, maka seorang saja”. Syarat boleh memiliki isteri lebih dari seorang adalah kemampuan memperlakukan isteri-isteri itu secara adil. “Adil” adalah memberikan hak sesuai kebutuhan. Bila laki-laki merasa tidak mampu mencukupkan kebutuhan isteri kedua, ia tidak dibenarkan menambah isterinya.
“Itu lebih dekat untuk tidak aniaya”. Bila ia tidak mampu lalu menambah isteri juga, orang itu berarti telah melakukan kezaliman. Zalim berarti melakukan dosa besar. Demikianlah hak sosial perempuan: nafkah yang cukup, dan hak sosial perempuan yatim: kesetaraan dengan perempuan biasa (Salman Harun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar