AL-NISA’/3
HAK
SOSIAL PEREMPUAN
“Jika
kalian khawatir tidak bisa memperlakukan secara setara anak yatim (dengan
perempuan biasa), maka nikahilah apa yang baik bagi kalian pada perempuan, dua,
tiga, dan empat”. Tuqshithu (masdar: iqshath) adalah membuat
neraca timbangan setara antara yang kiri dan yang kanan. Berarti anak perempuan
yatim perlu diperlakukan setara dengan perempuan biasa bila ingin dinikahi:
mereka harus juga diberi mahar dan nafkah yang layak. Bila tidak mampu
memperlakukan setara seperti itu, lebih baik tidak mengawini mereka. Mereka
yang melanggarnya akan berdosa besar.
Daripada
mengawini anak perempuan yatim secara tidak layak, yang dosanya lebih besar, lebih kecil kemungkinan mendapat dosa mengawini
perempuan biasa lebih dari seorang (poligami) secara biasa pula, yaitu dengan memberi mahar dan nafkah yang
cukup. Dan perlu diingat bahwa yang dikawini itu adalah ma ‘apa’ yang baik
yang ada pada perempuan itu, yaitu iman dan akhlaknya, bukan “siapa” perempuan
itu, seperti apakah ia bangsawan, berpangkat, kaya, dsb.
“Bila kalian
khawatir tidak bisa bersikap adil, maka seorang saja”. Syarat boleh memiliki
isteri lebih dari seorang adalah kemampuan memperlakukan
isteri-isteri itu secara adil. “Adil” adalah memberikan hak sesuai kebutuhan. Bila
laki-laki merasa tidak mampu mencukupkan kebutuhan isteri kedua, ia tidak
dibenarkan menambah isterinya.
“Itu lebih dekat
untuk tidak aniaya”. Bila ia tidak mampu lalu menambah isteri juga, orang itu
berarti telah melakukan kezaliman. Zalim berarti melakukan dosa besar.
Demikianlah hak sosial perempuan: nafkah yang cukup, dan hak sosial perempuan
yatim: kesetaraan dengan perempuan biasa (Salman Harun)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar