Kamis, 17 Februari 2011

JUMLAH PLANET DALAM SATU TATASURYA MENURUT ISYARAT AL-QUR’AN

JUMLAH PLANET DALAM SATU TATASURYA MENURUT ISYARAT AL-QUR’AN 11 BUKAN 8

Oleh

Prof. Dr. Salman Harun

UIN Jakarta

Saya pernah menulis bahwa makna “langit” (sama’) dalam Al-Qur’an adalah “alam semesta” (universe). Hal itu berdasar bahwa sama’ itu berasal dari akar kata samaa – yasmuu ‘tinggi’, ‘atas’. Jadi segala yang tinggi dan di atas kita adalah “langit”. Yang yang tertinggi dan di atas sampai yang paling jauh dalam kosmos tempat kita tinggal adalah alam semesta. Dengan demikian sama’ maksudnya adalah alam semesta itu. Sebagaimana diketahui isi satu alam semesta adalah 10 pangkat 11 galaksi, yaitu 100 milyar, satu galaksi berisi 10 pangkat 11 tatasurya (matahari dengan planet-planetnya), yaitu 100 milyar, satu tatasurya berisi 8 planet, dan satu planet memiliki 1 atau lebih satelit (bulan)

Pemahaman (bahwa sama’ adalah alam semesta) itu awalnya saya peroleh berdasarkan petunjuk bahasa itu. Tetapi sesungguhnya pemahaman itu datang kepada saya secara tiba-tiba. Saya merasakan begitu saja bahwa itulah maknanya yang paling tepat. Saya tidak bisa memastikan apakah cara pemahaman yang seperti itu yang disebut isyariy dalam ilmu tafsir. Saya pikir memang begitulah contohnya tafsir isyari itu. Sebagaimana diketahui dalam ilmu tafsir dikenal tiga pendekatan (manhaj/approach) dalam menafsir: atsariy, berlandas pada atsar yaitu ayat, hadis, atau pendapat sahabat; ra’yi, berlandas pada ratio; isyari, berlandas pada isyarat-isyarat dari Allah swt, yaitu ilham.

Begitu juga ketika menyatakan apa pengertian “tujuh” dalam frasa “tujuh langit” (sab’a samawat) dalam Al-Qur’an. “Tujuh” adalah 6+1. Bila makna itu yang dipakai berarti alam semesta itu banyaknya tujuh menurut Al-Qur’an. Itu adalah suatu kemajuan luar biasa dalam pernyataan ilmu pengetahuan, mengingat bahwa ilmu pengetahuan modern baru memastikan alam semesta itu tidak satu pada tahun-tahun terakhir ini, sedangkan Al-Qur’an sudah menyatakannya lima belas abad silam tetapi kita belum memahami pernyataan itu. Dengan kemajuan ilmu pengetahuanlah kita baru memahami pernyataan Al-Qur’an tersebut bahwa alam semesta itu lebih dari satu. Pemahaman (bahwa alam semesta tidak hanya satu) itu pun saya peroleh lebih berdasar isyari tsb.

Lalu apakah alam semesta itu memang hanya tujuh (6+1)? Dalam bahasa Arab “tujuh” itu digunakan untuk menunjuk jumlah yang banyak sekali yang tidak terbilang. Dalam bahasa kita pun dikenal makna seperti itu. Simaklah ucapan orang “Saya pusing tujuh keliling,” maksudnya bukan betul-betul tujuh keliling, tetapi pusing sekali. Juga pernyataan Anda, “Dia menimbun kekayaan sampai tujuh turunan”, maksudnya hartanya banyak sekali. Dengan “tujuh” yang tidak berarti 6+1 tetapi sangat banyak itu berarti bahwa alam semesta itu tidak satu, tidak pula hanya tujuh, tetapi tidak terbilang. Bayangkan, satu alam semesta tempat bumi yang kita diami sekarang saja belum kita ketahui dengan baik, Al-Qur’an menyatakan jumlah alam semesta itu tak terbatas. Lalu dapatkah Anda membayangkan kebesaran Nabi Muhammad saw ketika mikraj, dimana ia sampai ke ‘arasy Allah yang berada jauh di balik alam semesta-alam semesta yang tak terhitung itu, sementara Anda begitu kagum kepada seorang yang sebentar-sebentar ke New York, London, dsb, pada hal ia hanya berkeliling bumi yang dalam peta alam semesta besarnya tidak akan lebih dilukiskan sebagai sebuah titik. Anda menyebut orang itu sudah memiliki pergaulan global, lalu Nabi Muhammad Anda sebut seperti apa pengalamannya? Pemahaman (bahwa alam semesta tak terbilang dan kebesaran Nabi Muhammad) itu pun saya rasakan saya peroleh lebih berdasar isyari tsb.

Selanjutnya, Kamis 13-1-2011, saya rekaman di RRI Merdeka Barat Jakarta (FM 91.2, menyiarkan setiap hari setelah warta berita jam 5 pagi bahasan saya mengenai tafsir Al-Qur’an). Pembahasan sampai pada Surah Yusuf/12:4:

øŒÎ) tA$s% ß#ßqムÏmÎ/L{ ÏMt/r'¯»tƒ ÎoTÎ) àM÷ƒr&u ytnr& uŽ|³tã $Y6x.öqx. }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur öNåkçJ÷ƒr&u Í< šúïÏÉf»y ÇÍÈ

(Ingatlah), ketika Yusuf Berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, Sesungguhnya Aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."

Entah mengapa saya merasakan bahwa jumlah planet dalam satu tatasurya itu bukan delapan sebagaimana kesepakatan ahli-ahli Astronomi tahun yang lalu di Copenhagen, tetapi sebelas. Hal itu berdasar penglihatan Yusuf dalam mimpinya itu. Ada 11 bintang (yang lebih tepat diterjemahkan “planet”), satu matahari, dan satu bulan (dari bumi ini), yang melambangkan 11 saudaranya, ayah, dan ibunya, sujud hormat kepadanya. Mimpi Yusuf itu benar, pernyataan mengenai planet itu tentunya juga benar. Dengan demikian ayat itu mengisyaratkan bahwa jumlah planet matahari itu bukan 8, tetapi 11. Kebenaran pernyataan Al-Qur’an itu tidak mustahil mengingat bahwa kesepakatan para ahli mengenai jumlah planet matahari itu jelas masih bisa berubah, misalnya Pluto dikeluarkan dari kedudukan sebagai planet karena tidak memenuhi kriteria sebagai planet di antaranya karena ukurannya yang kecil. Kemudian berita sebuah stasiun televisi beberapa hari yang lalu bahwa NASA menemukan planet baru. Dengan demikian masih ada kemungkinan-kemungkinan ditemukannya planet baru. Dengan demikian tidak mustahil bahwa jumlah planet matahari itu adalah 11 sebagaimana isyarat Al-Qur’an yang diturunkan lima belas abad yang lalu. Ilmuwan-ilmuwan, apalagi yang Muslim, ditantang membuktikannya. Mengapa saya memperoleh kesimpulan seperti itu (bahwa jumlah planet matahari 11 berdasar pernyataan mimpi Yusuf), saya rasakan juga sebagai sebuah ilham, jadi tafsir dengan pendekatan isyari, sebuah petunjuk dari Tuhan. Semoga benar!

Tulisan ini semoga dapat memudahkan para pencari ilmu (mahasiswa) untuk menemukan contoh tafsir dengan pendekatan isyari yang dalam perkuliahan kadang-kadang cukup sulit menemukannya.

Senin, 26 April 2010

TAFSIRAYATMETAFORIS

TAFSIR AYAT-AYAT METAFORIS

Metaforis dalam bahasa Indonesia artinya adalah kata atau kelompok kata yang digunakan untuk pengertian yang tidak sebenarnya, seperti kata-kata "tulang punggung keluarga", maksudnya tentulah bahwa orang itu penopang kehidupan keluarga itu sepenuhnya.
Kata atau kelompok kata yang digunakan untuk pengertian yang tidak sebenarnya itu dalam bahasa Arab disebut majaz. Dalam Al-Qur'an memang ada kata-kata yang disebut majaz itu, yaitu kata-kata yang pada umumnya berkaitan dengan sifat-sifat Allah dan perbuatan-Nya, seperti:
1. al-Rahman itu bertahta di atas arasy (Taha:5);
2. segala sesuatu hancur kecuali wajah-Nya (al-Qasas:88);
3. tangan Allah di atas tangan mereka (al-Fath:10)
4. datang Tuhanmu (al-Fajr:22);
5. Allah memurkai mereka (al-Fath:6).
Ayat-ayat yang mengandung majaz yang berkaitan dengan sifat dan perbuatan Allah itu termasuk dalam apa yang disebut dalam 'Ulum al-Qur'an dengan nama mutasyabihat, kebalikannya adalah ayat-ayat muhkamat. Termasuk dalam ayat-ayat mutasyabihat itu adalah ayat-ayat yang terdiri huruf-huruf potong dan ayat-ayat mengenai kiamat dan hari kemudian.
Para ulama berbeda dalam mendefinisikan term muhkamat dan mutasyabihat itu ke dalam tiga pendapat:.
1. Muhkamat adalah yang diketahui maksudnya; mutasyabihat adalah yang tidak diketahui maksudnya (diketahui hanya oleh Allah);
2. Muhkamat adalah yang mengandung hanya satu makna; mutasyabihat adalah yang mengandung banyak makna;
3. Muhkamat adalah yang berdiri sendiri tanpa penjelasan; mutasyabihat adalah yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa penjelasan.
Tiga pendapat yang berbeda mengenai definisi ayat-ayat motaforis itu merefleksikan perbedaan pendapat mereka mengenai apakah ayat-ayat mutasyabihat itu dapat diketahui maknanya atau tidak. Bagi yang menyatakan bahwa mutasyabihat itu adalah ayat-ayat yang tidak diketahui maknanya kecuali oleh Allah, tentulah mereka berpendapat bahwa ayat-ayat itu tidak bisa dipahami oleh manusia. Bagi yang menyatakan bahwa ayat-ayat mutasyabihat mengandung banyak makna dan tidak dapat berdiri sendiri tanpa penjelasan, tentulah mereka berpendapat bahwa ayat-ayat itu dapat diketahui maknanya.
Dalam khazanah pengetahuan Islam para ulama memang terbagi kepada dua kubu mengenai kemungkinan memahami ayat-ayat mutasyabihat itu. Sekaligus mereka juga terbagi dua dalam cara membaca Surat Ali 'Imran:7, yaitu ayat yang menginformasikan cara memahami ayat-ayat mutasyabihat, yang disebut ta'wil. Jadi apakah ta'wil bisa dilakukan atas ayat-ayat mutasyabihat atau tidak:
1. Ada yang berpendapat bahwa ayat-ayat itu tidak mungkin dita'wil, karena itu mereka menyikapi ayat Surat Ali 'Imran:7 itu dengan berhenti pada kata "Allah", yang berarti bahwa hanya Allahlah yang mengetahui "ta'wil" ayat-ayat mutasyabihat (metaforis) tsb.
2. Pendapat yang menyatakan bahwa ayat-ayat metaforis itu dapat dita'wil, dank arena itu mereka tidak berhenti pada kata "Allah" itu.
Dengan demikian persoalannya adalah apa yang dimaksud oleh masing-masing dengan "ta'wil":
1. Ta'wil terambil dari "awwala" yaitu mengembalikannya kepada awal, yaitu makna asalnya, yakni hakekatnya. Ini adalah sikap ulama-ulama salaf, yaitu generasi sahabat dan sesudahnya (tabi'in).
2. Ta'wil maksudnya adalah membelokkan kata dari maknanya yang jelas (rajih) kepada makna yang diperjelas (marjuh) karena adanya petunjuk yang memungkinkannya. Misalnya "tangan" Allah diubah maknanya menjadi "kekuasaan". Ini adalah sikap ulama-ulama muta'akhkhirin (belakangan).
Sikap ulama-ulama belakangan itu dikecam oleh mayorits (jumhur) ulama,
karena memutlakkan pengertiannya demikian tidak melepaskan diri dari kekhawatiran memberi sifat atau perbuatan Allah seperti sifat dan perbuatan manusia. Misalnya kata yad dalam Surat al-Fath:10, Yadullah fauqa aydihim, "Tangan Allah di atas tangan mereka", yaitu ayat yang berkenaan dengan sumpah setia kamum muslimin kepada Nabi untuk membela beliau bila situasi mengharuskan terjadinya perang. Yad secara harfiyah berarti "tangan", tetapi oleh ulama mutakhkhirin itu diganti maknanya dengan "kekuasaan", karena takut memberikan kata "tangan" kepada Allah. Penggantian itu, menurut jumhur, tadi tidak melepaskan Allah dari kesamannya dengan makhluk, karena sebagaimana makhluk punya "tangan", makhluk (manusia) itu pun punya "kekuasaan". Jumhur lebih merasa aman memaknai "tangan" itu tetap dalam arti "tangan", tetapi bagaimana wujud tangan Allah itu pasti berbeda dengan tangan makhluk dan tidak ada yang dapat mengetahuinya.
Begitulah ta'wil menurut jumhur, yaitu mengambalikan kata ke makna asalnya, bukan membelokkan makna. Ta'wil dalam arti membelokkan makna ini dapat menyeret Al-Qur'an kepada makna yang diinginkan pribadi, yang harus kita hindari.

Chatib,

Salman Harun


















Pada zaman sekarang ada orang-orang yang menafsirkan ayat atas nama ta'wil. Setelah dicermati ternyata, pertama, bahwa ayat-ayat itu bukanlah ayat-ayat metaforis yang menjadi sasaran ta'wil itu. Ayat itu memang perlu dijelaskan, tetapi medan pembahasanya adalah tafsir bukan ta'wil. Tafsir adalah menerangkan atau menyingkapkan makna.
Kedua,

Belakangan terdapat orang-orang yang menafsir ayat-ayat yang sesungguhnya tidak metaforis (mutasyabihat) seperti contoh-contoh di atas, tetapi hanya kurang jelas maknanya. Ini bukanlah medan ta'wil, sebagaimana yang mereka dakwakan, tetapi medan tafsir, yaitu menyingkapkan maknanya sampai jelas.
Contohnya adalah masalah ayat 62 Surat al-Baqarah: Sesungguhnya orang yang iman, dan orang-orang yang hadu, dan Nasara, dan Sabi'in, yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan berbuat baik, bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka. Mereka tidak takut dan tidak khawatir. Ayat itu memang perlu dijelaskan (ditafsir) tetapi bukan metaforis yang perlu dita'wil sesuai pengertian ta'wil di atas, apalagi ta'wil dalam arti membelokkan pengertian ayat.
Orang yang beriman adalah umat Nabi Muhamad. "Orang yang hadu" bukanlah orang Yahudi seperti sekarang ini, karena istilah "Yahudi" juga ada dalam Al-Qur'an di samping "allazina hadu", yang maksudnya adalah umat Nabi Musa. "Nasara" adalah umat Nabi Isa. "Sabi'in" adalah penganut tauhid pada zaman kekosongan nabi-nabi, yaitu antara Nabi isa dan Nabi Muhamad. Dengan demikian ayat itu menyatakan kesamaan agama Nabi-nabi pada zaman masing-masing, yaitu Islam, yang misi pokok mereka adalah penanaman tauhid, amal saleh, dan kehidupan abadi sesudah mati sesuai amal itu. Bukan kesamaan agama Islam, Yahudi, dan Kristen yang ada sekarang. Istilah Yahudi dan Kristen (Nasrani) datang belakangan.

KHUTBAH JUM'AT
Paramadina, Pondok Indah, 1 Juli 2005

METODOLOGIPEMBALEJARANTAFSIR

METODE PEMBELAJARAN TAFSIR DI PTA*
Oleh Salman Harun

Pendahuluan
Pembicaraan mengenai metode pembelajaran meliputi tujuan, strategi, dan evaluasi.
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Institusional PAI:
Menyiapkan guru agama atau guru Al-Qur'an/tafsir, bukan mufassir
Tujuan Kurikuler:
1) menguasai materi pembelajaran di SD/Ibt dan SM/Mutawst.dan pengayaannya (learning to know)
2) menghayati dan menjalankan nilai-nilai yang diperkenalkan pada materi pembelajaran dan pengayaan (learning to be)
3) mampu mengajarkan materi pembelajaran dan pengayaan (learning to do)
4) menjadi figure yang bermanfaat bagi masyarakat (learning to live together)
Tujuan Instruksional: mampu memahami, menjalankan, dan mengajarkan materi pembelajaran kurikulum SD/Ibt dan SM/Mutawst dan pengayaannya
Materi:
Silabi mata pelajaran Qur'an/tafsir SD/MI dan SM/Mutawst
Pengayaan: Surat al-Fatihah s.d. Surat al-Ma'idah
Strategi:
Pendahuluan
Penyajian
Penutup
Evaluasi

MATERIPEMBELAJARANTAFSIRFAKULTASTARBIYAH

MATERI PEMBELAJARAN TAFSIR
FAKULTAS TARBIYAH*
Prof. Dr. H. Salman Harun

Pendahuluan
Mahasiswa Fakultas Tarbiyah adalah calon guru yang beragama dan menjunjung tinggi hukum-hukum dan nilai-nilai agama Islam. Karena itu seorang calon guru yang dihasilkan oleh Fakultas Tarbiyah, di samping harus mampu mengajarkan bidang profesinya, juga dituntut untuk mampu menginternalisasikan hukum-hukum dan nilai-nilai Islam itu kepada siswa-siswanya. Oleh karena itu mahasiswa Fakultas Tarbiyah perlu dibekali dengan nilai-nilai itu.

Hukum-hukum dan nilai-nilai itu tertutama terdapat di dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu mata kuliah Tafsir seharusnya dapat berfungsi memperkenalkan dan menginternalisasikan hukum-hukum dan nilai-nilai itu secara lengkap dan utuh.

Hukum-hukum dan nilai-nilai Islam secara lengkap dan utuh terdapat di dalam S. al-Baqarah, sehingga banyak ulama mengatakan bahwa seandainya tidak terdapat surat-surat yang lain, maka Surat al-Baqarah cukup untuk menjadi pedoman umat Islam. Berdasarkan hal itu maka materi minimal mata kuliah Tafsir adalah S. al-Baqarah itu, dan ditambah S. al-Fatihah karena merupakan induk al-Qur’an. Oleh karena itu kedua surat itu mutlak dipahami oleh seluruh mahasiswa (Jurusan Pendidikan Agama Islam maupun non-PAI). Ini adalah Tafsir I.

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam perlu materi yang lebih luas, oleh karena mereka juga akan menjadi guru bidang-bidang studi agama Islam. Oleh karena itu mereka dituntut untuk tidak hanya memahami pokok-pokok ajaran Islam tetapi juga rincian-rinciannya. Seluruh pokok dan rincian terpenting ajaran Islam itu kiranya sudah dapat ditemukan di dalam S. al-Fatihah sampai dengan S. al-Ma’idah (dalam S. al-An’am, misalnya, tidak terdapat lagi hukum baru, selain hukum membunuh anak sendiri). Berdasarkan hal itu maka mahasiswa PAI minimal belajar Tafsir selama 4 semester:
- Tafsir I: S. al-Fatihah dan S. al-Baqarah (untuk seluruh mahasiswa)
- Tafsir II: S. Ali ‘Imran
- Tafsir III: S. al-Nisa’
- Tafsir IV: S. al-Ma’idah

Materi Pembelajaran Tafsir I (Surat al-Fatihah dan Surat al-Baqarah)
A. Pokok-pokok Isi Surat al-Fatihah
1. Keterpujian Allah sebagai pencipta alam (ayat 1).
2. Keterpujian Allah sebagai pengelola alam (ayat 2)
3. Keterpujian Allah sebagai “pemanggil kembali” alam (ayat 3)
4. Ikrar manusia di “hadapan”-Nya bahwa ia akan selalu mempertuhankan-Nya (ayat 4)
5. Permohonan manusia di “hadapan”-Nya agar diberi kebahagiaan di dunia dan di akhirat (ayat 5)
6. Kebahagiaan itu sebagaimana diterima oleh nabi-nabi dan orang-orang terpilih lainnya (ayat 6)
7. Dan sebaliknya, tidak dijadikan sebagai orang yang celaka dan terkutuk (ayat 7)
B. Pokok-pokok Isi Surat al-Baqarah
Tema-tema dan sub-sub tema yang dipahami dikandung Surat al-Baqarah adalah:
1. Pendahuluan: Allahlah Yang Mahatahu (ayat 1-2), karena itu
manusia di depan-Nya seharusnya menempatkan diri sebagai yang tidak tahu, dan karena itu seharusnya menerima saja apa yang disampaikan Yang Mahatahu itu selanjutnya, yaitu Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah, tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya, dan berfungsi sebagai pedoman dalam membentuk ketaqwaan. (Terlihat bahwa tema itu mendasar sekali, karena itu dipandang sebagai tema sentral Surat ini).
2. Pembagian manusia (1-29): ke dalam kelompok: muttaqin, kafir,
dan munafik beserta ciri-ciri mereka, dan ajakan agar manusia menjadi orang yang taqwa beserta alasan mengapa mereka harus taqwa.
3. Kisah-kisah (30-141): untuk dijadikan i’tibar dalam mencapai
ketaqwaan:
a. Malaikat, Adam, dan Iblis (30-39): untuk menjadi taqwa manusia harus menjauhi Iblis dan mengikuti malaikat.
b. Bani Isra’il (40-74): baik yang ada zaman Nabi Musa a.s maupun yang sampai ke zaman Nabi Muhammad saw., sama saja: membangkang. Umat Islam jangan meniru mereka.
1) Dakwah kepada Yahudi di Medinah (40-46): iman kepada
Allah dan Al-Qur’an, serta harus mengerjakan salat, zakat, dan kebajikan.
2) Kisah Bani Isra’il (47-74): tidak mau bersyukur, banyak helah, dan keras kepala..
c. Yahudi di Medinah (75-103):
1) Nabi tidak perlu terlalu bernafsu supaya mereka beriman, karena sifat mereka juga sama dengan nenek moyang mereka (75-79).
2) Keyakinan bahwa mereka hanya akan masuk neraka beberapa hari (80-82).
3) Pengakuan bahwa hati mereka tertutup (88-90).
4) Pengakuan bahwa mereka mengimani Taurat tetapi kenyataannya mereka membunuh nabi-nabi (91-92).
5) Takut mati (94-96).
6) Memusuhi Jibril (97-99).
7) Selalu melangar janji (100-101), dan
8) Mempraktekkan sihir (102-103)
9) Kaum muslimin agar mengambil pelajaran dari tingkah polah mereka (104-110):
a) tidak meniru cara-cara mereka dalam berkomunikasi dengan Nabi (104),
b) mereka tidak menginginkan umat Islam punya Kitab Suci (105), pada hal penggantian ajaran agama yang dianut masyarakat sebelumnya lumrah (106), karena Allah Mahakuasa untuk itu (107),
c) umat Islam jangan memperlakukan Nabi seperti Bani Israil memperlakukan Nabi Musa dengan banyak permintaan (108),
d) Ahl Kitab ingin umat Islam kembali lagi kafir, tetapi kaum muslimin diharap tetap memaafkan mereka (109)
e) dan tetap teguh menjalankan salat dan membayar zakat (110).
d. Yahudi dan Nasrani (111-141): Nasrani mulai disinggung (lebih banyak nanti dalam Surat Ali ‘Imran): umat Islam juga jangan meniru mereka untuk memperoleh ketaqwaan:
1) Pengakuan mereka bahwa yang masuk surga hanya Yahudi dan Nasrani, tetapi dibantah dengan menyampaikan bahwa tolok ukurnya adalah muslim dan muhsin (111-112).
2) Yahudi dan Nasrani saling meniadakan, namuan kedua golongan itu sama-sama zalim karena melarang umat Islam masuk masjid (113-114).
3) Allah Mahakuasa, tetapi mereka memandang Allah punya anak (115-117).
4) Menginginkan wahyu langsung dari Allah, tetapi itu tidak mungkin (118).
5) Yahudi dan Nasrani tidak akan senang sampai Nabi masuk agama mereka (120).
e. Nabi Ibrahim dan anak cucunya (124-134): kenabiannya, pembangunan Ka’bah, usaha melestarikan Islam pada anak cucunya.
f. Yahudi dan Nasrani (135-141): pengakuan mereka bahwa hanya mereka yang memperoleh hidayah, menyalahkan umat Islam mengenai Allah, dan menyatakan Ibrahim itu Yahudi atau Nasrani.
4.Pembinaan Umat Islam (142-283):
a. Islam Minimal (142-207): seorang muslim minimal harus
melaksanakan pesan-pesan berikut:
1) Perubahan kiblat (142-152).
2) Pemupukan kesabaran dalam berhadapan dengan yang memusuhi (153-167).
3) Nafkah halal dan baik (168-176)
4) Perlunya mengerjakan kebajikan (177): iman, pengorbanan harta, salat, zakat, menepati janji, dan tabah.
5) Hukuman setimpal bagi yang menghilangkan nyawa orang lain (dalam mencari nafkah dan tidak harmonisnya hubungan dalam masyarakat (178-179).
6) Perlunya perhatian pada orang tua dan kerabat (180-182).
7) Puasa untuk melatih etika mencari nafkah dan perhatian pada yang lemah (183-189).
8) Kemampuan membela diri dan etika peperangan (190-195).
9) Ibadat haji untuk memberikan wawasan global (196-207)
b. Islam Totalitas (kaffah) (208-283): Muslim yang melaksanakan pesan-pesan berikut adalah seorang Muslim yang sempurna:
1) Ajakan kepada yang beriman supaya memasuki Islam secara total sebelum datang penyesalan (208-210).
2) Tidak meniru Bani Israil yang walaupun telah diberi berbagai bukti kekuasaan Allah tetapi tidak patuh, dan tidak meniru orang kafir karena terpengaruh dunia (211-213).
3) Infaq sebagai ujian iman untuk masuk surga (214-215).
4) Pembelaan diri dari serangan perlu walaupun terjadi di bulan suci (216-218).
5) Menjauhi minuman keras dan judi (219-220).
6) Mengindahkan etika berkenaan perkawinan (kawin antar agama tidak boleh, dan ada aturannya mengenai talak, rujuk, idah, haid, meminang, pemeliharaan anak (221-242).
7) Kisah Bani Israil seharusnya dijadikan pelajaran bahwa maut dapat menghadang di mana-mana, karena itu jangan takut mati, dan hutangilah Allah dengan cara mengorbankan harta (143-145).
8) Kisah Bani Israil (thalut-Jalut) seharusnya dijadikan pelajaran bahwa syarat kepemimpinan itu bukan pada harta tetapi pada keunggulan ilmu dan kekuatan pisik (246-252).
9) Rasul-rasul itu punya kelebihan masing-masing, karena imani semuanya (252-254).
10) Mengakui kemahakuasaan Allah (ayat kursiy), Islam datang dari-Nya, dan Ia-lah Maha Pelindung (255-257).
11) Mengindahkan etika berkenaan keuangan (gairah berinfaq, menjauhi riba, menjaga utang piutang) (261-283).
5. Penutup (284-286): kemahakuasaan Allah, perlunya iman kepada-Nya, sikap iman dan patuh, manusia tidaak dibebani di luar kemampuannya, dan doa agar tidak dibebani beban berat, permohonan ampunan dan kasih, serta pertolongan dalam berhadapan dengan orang kafir.

Materi Pembelajaran Tafsir II (S. Ali ‘Imran)
Pokok-pokok Isi Surat Ali ‘Imran
I. Kemahakuasaan Allah, bentuk-bentuk kemahakuasaan-Nya, dan sangsi bagi yang engkar:

1. 1-4: Allah Mahakuasa (1): mahahidup, mahakukuh (2) termasuk dalam menurunkan Qur’an, dan sebelumnya Taurat dan Injil (3), dan menghukum orang yang mengingkarinya, yang akan memperoleh azab yang sangat (4).
2. 5-9: Di antara kekuasaan-Nya:
a. semuanya di mana pun, di langit atau di bumi, dijangkau pengetahuan-Nya (5);
b. Ia yang menciptakan manusia (6);
c. Ia pula yang menurunkan Qur’an yang memiliki ayat muhkamat, dan ayat mutasyabihat:
1) yang berhati bengkok mencari-cari takwil untuk timbulkan fitnah;
2) yang beratio suci yang memiliki ilmu mendalam mengimaninya (7), takut memiliki hati bengkok (8) dan takut pada Hari Kemudian (9)
3. 10-17: Yang engkar (kafir):
a. harta dan anak tidak ada gunanya (10),
b. seperti Firaun = dihukum (11),
c. Katakan Muhammad, “Kalian akan dikalahkan di dunia dan dimasukkan Jahannam di akhirat (12), seperti terjadi di Badr (13)
d. Manusia memang cinta syahwat (perempuan, anak, harta) (14), tetapi surga untuk yang taqwa lebih baik (15), yang akan diberikan kepada yang beriman yang mohon ampun (16), sabar, benar, patuh, memberi, minta ampun waktu dini hari (17).

II. Tingkahlaku Ahl Kitab

4. 18-20: Allah bersaksi tiada Tuhan selain Allah, begitu juga malaikat, dan mereka yang berilmu (18), agama yang benar hanyalah Islam, penolakan/kafir karena iri/kebencian (19); kepada yang hujat nyatakan keislaman dan ajak ahl al-kitab itu masuk Islam (20)
5. 21-22: Yang kafir, bunuhi nabi-nabi, dan bunuh mereka yang mengajak kepada kebenaran masuk neraka (21), amal mereka sia-sia (22)
6. 23-25: Ahl Kitab dipanggil ke wahyu untuk jadikan pedoman, tolak (23), karena merasa masuk neraka hanya beberapa hari (24), akan demikiankah bila Hari itu benar datang? (25)
7. 26-27: Tidak, karena Allah yang mahakuasa: memuliakan/hinakan (26), seperti halnya menciptakan siang dan malam (27) (Yahudi masa Nabi)
8. (28-32): orang mukmin tidak boleh ambil kafir pemimpin (28), jangan sembunyikan yang dalam hati (29), itu akan dibalas pasti (30), yang diperlukan justru minta mereka ikuti kita (31) dan taati Allh dan Rasul (32).
9. 33-63: Sejarah Isa:
a. Allah telah pilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, keluarga Imran (33-34)
b. Isteri Imran nazar anak laki, dapat anak perempuan, nama Maryam, dipelihara Zakariya, doa dapat anak: Yahya (35-41)
c. Maryam dapat anak: Isa, dan beliau dapat mukjizat, dakwah, tantangan (42-54),
d. Diwafatkan dan disucikan, yang iman dan engkar, sama dengan Adam, itulah kebenaran, bila bantah: mubahalah, kisah itu benar, yang engkari = fasad (55-63)
10. Seruan-seruan kepada Ahl Kitab:
a. ajakan ke ungkapan yang sama (64)
b. jangan salahkan Ibrahim (66), Muhammad benar, Ibrahim bukan Yahudi/Nasrani (67), yang terdekat kepadanya Muhammad (68), segolongan mereka berusaha sesatkan (69)
c. Mengapa engkari ayat (70); mengapa campur adukkan hak/batil (71); minta orang iman separuh hari (72); iman hanya kepada yang ikuti mereka (73), tapi Allah beri siapa yang ia kehendaki (74); mereka ada yang jujur dan tidak jujur (75) tetapi menepati janji dicintai (76) tidak tepati dimurkai (77); mereka ada yang lidahnya buat-buat wahyu (78) pada hal seorang Nabi tidak boleh minta orang sembah dia (79), juga ambil malaikat tuhan (80), Nabi-nabi itu diambil sumpahnya untuk saling iman dan tolong, yang berpaling fasiq (81-82),
d. tidak mungkin ambil agama selain Islam (83), imani semua (84), yang ambil selain Islam tidak diterima (85), tidak akan diberi hidayah dan dilaknat, kekal, kecuali yang taubat, dosa tidak bisa ditebus (86-91),
e. kebajikan beri yang terbaik (92), semua makanan halal bagi BI, kecuali yang diharamkan Israil (93), yang ada-adakan zalim (94), karena itu ikutilah agama Ibrahim (95).
f. Rumah ibadat pertama Ka’bah, wajib haji (96-97)
g. Mengapa engkari ayat Allah, Ia saksikan (98)
h. Mengapa halangi jalan Allah padahal saksikan kebenaran (99)

III. Pembinaan Umat Islam

11. Seruan kepada yang iman:
a. bila ikuti ahl Kitab kembalikan ke kafir, bagaimana kafir pada hal ada ayat dan ada Rasul (100-101)
b. Persatuan dan keuntungannya (102-109), umat Islam terbaik, ahl kitab hina (110-112), tetapi Ahl kitab tidak sama, ada yang iman (113-117)
c. Tidak ambil orang luar sebagai orang kepercayaan, karena kebencian mereka dalam (118), kalian mencintai mereka tetapi mereka sebaliknya dan senang kalian dapat celaka (119-120).
12. Pendahuluan Perang Uhud dibanding Badar (121-189):
a. Berangkat perang dan penempatan pasukan (121)
b. Pembelotan sebagian: Abdullah bn Ubayy (122)
c. Percayalah bantuan Allah (seperti dalam perang Badar) jangan patah semangat dan emisonal karena pembelotan itu, semua milik Allah (123-129)
d. Larangan riba (130-132)
e. Cepat cari keampunan (133-136)
13. Naikkan semangat Perang Uhud
a. Sunnah Allah jadikan pedoman (137-138)
b. Jangan rasa tidak berdaya dan sedih (139)
c. Sama-sama terluka (140)
d. Untuk uji iman dan hancurkan kafir (141)
e. Surga diperoleh dengan perjuangan, syahid (142-143)
f. Jangan terpengaruh isu Nabi tewas, perjuangan bukan karena seseorang, dan kematian ditentukan Allah, karena itu tirulah umat terdahulu yang berperang membela nabi mereka (144-148)
g. Orang kafir jangan diikuti, karena akan kembalikan kafir, pelindung (yang diikuti) Allah, yang kafir akan dihingapi ketakutan (149-151)
h. Kalian akan selalu dapat kalahkan kafir, kecuali bila berpecah (152)
i. Lari dan tidak gubris panggilan Nabi (153)
j. Yang iman diberi rasa tenteram dan kesempatan lelap, sedang yang bersalah menyesal (154).
k. Itu karena digelincirkan syaitan (155)
l. Seruan kepada yang iman untuk tidak seperti kafir yang sesali kematian saudara, mati di jalan Allah lebih baik dari apa saja, dan kembalinya kepada Allah (156-158)
m. Nabi harus berlaku lembut, tawakal (159-160)
n. Nabi tidak mungkin curang, ia cari rida Allah, iman itu bertingkat, dikirim sebagai karunia Allah untuk bacakan ayat (161-164)
o. Menyesali Allah karena kalah? Padahal sudah 2x lipat (165), Musibah karena sendiri, izin Allah untuk tahu yang mukmin (166), juga untuk tahu yang munafik, yaitu yang sesali pergi mati, tetapi syahid itu surga (167-168)
p. Yang tewas itu hidup dan gembira (169-171), yaitu yang perkenankan seruan Allah, tambah iman mereka dengan ancaman, dapat nikmat (172-174)
q. Yang takut-takuti = syaitan (175)
r. Jangan sedih dengan kekafiran mereka (176), kekafiran tidak rusak Allah, jangan sangka itu baik bagi mereka (177-178)
s. Allah tidak biarkan kaum mukmin demikian, yang ghaib tidak bisa diketahui: hati manusia dan yang akan terjadi (179)
14. Yang bakhil jangan sangka baik (180), Allah dengar yang menuduh-Nya miskin (181), itu karena dosa mereka (182), yang menyatakan akan iman bila nabi kurbannya dimakan api (183), mereka membangkang biasa (184).
15. Yang bernyawa pasti mati (185), akan diuji harta dan diri dan akan mendaqpat ucapan tidak baik (186).
16. Janji Ahl Kitab akan jelaskan dan tidak sembunyikan wahyu, mereka gembira dan ingin diuji atas perbuatan yang tidak dikerjakan (187-188).

IV. Penutup (kekuasan Allah, seikap kafir dan Ahl Kitab yang iman, dan seruan)

17. Kemahakuasaan Allah di alam (189) dan sikap Ulul Albab (190-195)
18. Jangan terperdaya oleh keunggulan yang kafir, sementara, dan tempat Jahanam, yang taqwa surga (196-198)
19. Ahl Kitab ada yang benar-benar beriman (199)
20. Kaum yang beriman agar meningkatkan ketabahan dan persatuan (200)

Tafsir III
Pokok-pokok Isi Surat al-Nisa’

1. 1: fungsi laki dan pr dalam pengembangbiakan manusia, karena itu mereka harusnya ingat bahwa mereka satu darah/keluarga
2. 2-10: yatim:
- 2: harta mereka dijaga, bila dikawini dihormati seperti perempuan terhormat (bayar mahar).
- 3: Kawini perempuan terhormat boleh sampai empat dengan syarat adil, bila tidak satu saja.
- 4: kawini perempuan terhormat harus bayar mahar
- 5: harta anak yatim jangan diberikan bila mereka masih belum mampu mengelola, tetapi pangan sandang mereka harus dijamin dengan harta itu
- 6: harta anak yatim diberikan bila sudah dewasa, sementara itu wali harus mengelolanya dan boleh mengambil sekedar perlu
- 7: laki atau pr berhak atas warisan
- 8: kerabat, yatim, dan miskin yang hadir waktu pembagian diberi
- 9: orang tua seharusnya meninggalkan harta untuk bekal anak
- 10: makan harta anak yatim sama artinya makan api neraka
3. 11-14: warisan
- 11: anak laki 2x pr, ayah ibu 1/6 bila ada anak, 1/3 tidak ada, ibu 1/6 bila ada saudara
- 12: suami ½ atau ¼, isteri ¼ atau 1/8, saudara lk/pr 1/6 atau 1/3 bersama
- 13: hukum Allah laksanakan
- 14: yang membangkang masuk neraka
4. 15-18: zina
- 15: pr: saksikan, tahan di rumah
- 16: laki-laki: bila tobat diperhinakan
- 17: taubat hanya bagi yang tersalah dan cepat sadar
- 18: taubat dekat ajal tidak diterima
5. 19-28: menikahi pr
- 19: jangan warisi pr, dan jangan disudutkan mereka mengembalikan mahar
- 20: bila menceraikan isteri jangan ambil kembali mahar dari mereka sedikit pun
- 21: sebab sudah pernah hidup menyatu
- 22: jangan nikahi perempuan yang dinikahi ayah
- 23: perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena hubungan darah, semenda, dan penyusuan
- 24: juga perempuan bersuami, kecuali budak, dan boleh mencari isteri terbaik dengan maksud membangun rumahtanga dan dibayar maharnya
- 25: bila tidak mampu membayar mahar boleh mengawini budak, maharnya ringan, tetapi dengan izin wali, dan tidak untuk tujuan berzina atau isteri simpanan. Namun menghindarinya lebih baik
- 26: Allah menjelaskan dan menunjukkan
- 27: Allah memberikan kemaafan (dengan kawini budak), tidak untuk orang yang ingin mengumbar nafsu
- 28: Allah meringankan karena manusia lemah
6. 29-33: etika cari nafkah
- 29: tidak dengan cara batil melainkan melalui perdagangan
- 30: yang melanggarnya masuk neraka
- 31: menjauhi dosa besar akan diimbali Allah
- 32: jangan iri, karena laki dan pr punya bagian masing-masing
- 33: tiap harta/orang ada ahli waris
7. 34-35: kelebihan laki-laki
- 34: laki menjadi pemimpin bila memiliki kelebihan potensi dirinya dan hartanya; perempuan berkewajiban taat dan menjaga diri dan harta; yang akan nusyuz dinasehati, dijauhi, dipukul
- 35: bila dikuatirkan mereka bercerai, kirim penengah dari masing
8. 36-42: bantuan
- 36: sembah Allah kemudian bantu orang tua, kerabat, yatim, miskin, tetangga dekat, jauh, teman sejawat, anak jalan
- 37: yang kikir, ajak kikir dan menyembuniyikan karunia Allah adalah kafir dan masuk neraka
- 38: juga yang riya dan tidak iman kepada Allah dan Hari akhir, adalah teman syaitan
- 39: apa halangan bagi manusia untuk beriman kepada Allah dan hari akhir dan berinfaq?
- 40: Allah tidak zalim: kebaikan pasti dilipatgandakan dan pahalanya besar
- 41: nanti setiap Nabi akan menjadi saksi bagi umatnya atas kebaikan mereka dan Nabi Muhammad bagi semua manusia
- 42: waktu itu orang yang kafir dan membangkang (tidak berbuat baik) minta diratakan saja dengan tanah supaya tidak mempertang- gungjawabkan perbuatannya
9. 43: himbauan untuk tidak salat dalam keadaan mabuk atau junub sampai bersuci kecuali ketiadaan air
10. 44-57: minta Mhd melihat bagaimana Ahl Kitab:
a. 44-45: membeli kesesatan dan menginginkan kalian sesat; Allah tahu musuh kalian;
b. 46: mengubah-ubah ayat Allah, mendengar tapi tidak melaksanakan, dan berolok-olok
c. 47-48: diajak beriman supaya wajah tidak diperburuk dan tidak dilaknat; syirik tidak diampuni.
d. 49-50: merasa diri bersih; mengada-adakan kebohongan atas Allah
e. 51: diberi Kitab tetapi iman kepada Jibt dan Taghut:
- 52: mereka dilaknat
- 53: bila mereka punya kekuasaan akan kikir!
- 54: mereka dengki, tetapi Allah telah memberi keluarga Ibrahim Kitab, hikmah, dan kerajaan besar
- 55-57: Ada yang iman dan ada yang kafir; yang kafir neraka; yang iman surga
11. 58-104: Allah meminta agar orang beriman menunaikan amanat:
a. 59: agar menaati Allah dan rasul
b. agar melihat Ahl Kitab:
- 60: mengaku iman tetapi mengambil taghut sebagai hakim;
- 61: diajak patuhi Allah dan Rasul tetapi malahan menghadang
- 62: bila sudah ditimpa musibah tidak akan bisa berhelah lagi
- 63: Nabi harus bersikap tegas dan mengingatkan
- 64: Rasul untuk ditaati dan bisa mintakan keampunan
- 65: tidak akan disebut beriman sebelum jadikan Rasul sebagai hakim
- 66: diminta menyiksa diri tidak mau
- 67-70: bila patuh akan berbahagia: di surga bersama Nabi dll.
c. 71-76: agar selalu waspada dan tidak ragu dalam berjuang
d. agar melihat Ahl Kitab:
- (77-80) mengajak orang untuk tidak perang karena takut mati, pada hal kematian itu mengejar ke mana-mana dan manusia itu menentukan nasibnya sendiri.
- (81-82): menyatakan setia tetapi di balik itu membuat rencana-rencana jahat, pada hal Al-Qur’an jelas kebenarannya.
- (83): Cepat gempar, pada hal bila dikembalikan kepada Rasul dan pemimpin persoalan akan menjadi jelas.
e. (84-87): agar berjuang sendiri atau gerakkan kaum mukmin, rintisan akan dihargai, dan kehormatan akan diperoleh, dan di akhirat akan disempurnakan.
f. (88-91): agar tidak ada sikap mendua di kalangan kaum mukminin terhadap munafikin, karena mereka tetap menginginkan kalian menjadi kafir kembali, kecuali terhadap mereka yang ada perjanjian persahabatan, dan terhadap mereka yang memohon keselamatan.
g. (92-94): tidak boleh membunuh sesama mukmin, terjadi hanya karena keliru; tidak boleh memerangi orang yang sudah menyatakan Islam.
h. (95-100): tidak boleh duduk-duduk saja tidak sama, bahkan yang tidak berdaya sekalipun harus cari negeri lain.
i. (101-104): dalam peperangan pun harus salat, dan harus agresif.
j. (105-121): jadikan Al-Qur’an sebagai pedoman, yang khianat, menentang Rasul, syirik, akan masuk Jahannam; (122-126): yang iman akan masuk surga.
k. (127-134): perlakukan perempuan yatim dengan baik bila mengawini mereka, dan bersikap adil terhadap isteri-isteri, bila tidak, Allah Mahakuasa.
l. (135): tegakkan kebenaran sekalipun terhadap keluarga
m. (136-143): iman dengan baik, jangan munafik: mengambil yang kafir sebagai wali, mengolok-olokkan Al-Qur’an, menunggu-nunggu kesempatan untuk menjatuhkan, menipu, dan ragu-ragu.
n. (144-147): Jangan ambil kafir sebagai wali karena tempat mereka di kerak neraka, dan bersyukurlah dan berimanlah.
o. (148-152): jangan ucapkan kata-kata buruk terutama kata kafir: yang kafir dan iman ada balasan masing-masing. (152-162) contoh ucapan buruk: umat Musa minta Allah dapat dilihat kasad mata, karena itu mereka dihukum; juga mengatakan kebohongan atas Maryam dan ucapan bahwa mereka telah membunuh Isa as; ditambah pula makan riba: balasan semuanya itu adalah neraka, kecuali mereka yang mendalam ilmunya yang betul-betul iman.
12. (163-169): Penegasan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu seperti yang
diturunkan kepada nabi-nabi yang lain, yang engkar, yang halangi, yang zalim akan dibimbing ke Jahannam.
13. (170) seruan kepada seluruh manusia agar mengimani Nabi Muhammad
14. (171-173) seruan kepada Ahl Kitab agar tidak keterlaluan dalam beragama dengan mengatakan Tuhan tiga salam satunya adalah Isa as., karena Isa tidak pernah membangkang untuk tidak menjadi hamba Allah.
15. (174-175) permakluman kepada bahwa bukti nyata dari Allah telah datang (Al-Qur’an dan Nabi-Nya): mengimaninya akan memperoleh jalan yang lurus
16. Ketentuan warisan seorang yang meninggal kalalah (tidak ada ahli waris selain saudara perempuan: ia mendapat ½ dan bila berdua 2/3, dan bila banyak: bagian laki-laki 2x bagian perempuan

Tafsir IV
Pokok-pokok Isi Surat al-A’raf
(dipersilahkan meneliti sendiri)

Demikianlah materi alternatif pembelajaran Tafsir di Fakultas Tarbiyah. Prinsip pokok pada materi itu adalah memberikan pesan-pesan dan nilai-nilai yang diajarkan Al-Qur’an secara lengkap, terpadu, dan utuh. Hal itu akan berbeda bila materi itu dipilah berdasar masalah-masalah tertentu, yang dikhawatirkan adanya aspek-aspek tertentu yang tertinggal atau tidak memperoleh perhatian yang cukup.
Akan ada kesan bahwa materi ini terlalu banyak. Tetapi perlu diingat bahwa seluruh UIN/IAIN menggunakan perkuliahan sistem sks. Satu sks dalam sistem itu terdiri atas 50 menit tatap muka, 50 menit tugas terstruktur, dan 50 menit lagi tugas mandiri. Yang berjalan selama ini hanyalah tatap muka sehingga tingkat pencapaian hasil perkuliahan sangat rendah. Untuk meningkatkan tingkat pencapaian itu, sistem sks itu harus dilaksanakan secara murni.
Dalam perkuliahan Tafsir dengan sistem sks murni dosen dapat mengatur materi itu. Misalnya dosen menyampaikan pokok-pokok isi Surat tertentu, sebagaimana dikemukakan di atas, dalam tatap muka. Untuk pendalamannya dan pengayaannya dosen harus memberikan tugas terstruktur dan tugas mandiri kepada mahasiswa-mahasiswanya.
Dan perlu pula ditekankan bahwa jumlah pertemuan dalam satu semester dalam sistem sks antara 16-19x. Dengan demikian dapat dilihat bahwa materi sejumlah di atas, bila disampaikan dalam jumlah pertemuan seperti itu, dan dengan tiga jenis kegiatannya tsb., tidaklah dapat dipandang terlalu banyak.

Jakarta, awal Desember 2004
Salman Harun

________________
*Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Pertama Metodologi Pembelajaran Tafsir, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 11 Desember 2004.

SALATBAHASAINDONESIA

Jakarta, 7 Mei 2005
Kepada Yang Terhormat,
Redaksi Metro TV
Jakarta

Salam,
Saya ingin mengomentari lebih jauh kasus salat dalam bahasa Indonesia, sebagai tambahan atas pendapat saya yang dikutip Metro TV dari Detik. Com beberapa hari yang lalu:
1. Menggunakan bahasa non-Arab dalam salat sudah menjadi bahan perdebatan di kalangan ulama Islam semenjak lama. Mazhab Hanafi membolehkannya secara mutlak, atas dasar bahwa yang disebut Qur'an itu bukan hanya kumpulan huruf dan kata dalam bahasa Arab, tetapi juga makna. Nah bila makna itu sudah terungkap, itu sudah berarti membaca Qur'an. Mazhab-mazhab lain membolehkannya dalam keadaan darurat, yaitu bila ybs. tidak bisa mengucapkannya dalam bahasa Arab. Dengan demikian persoalan itu khilafiyah/debatable. Oleh karena itu fatwa sesat bagi pelaku itu berlebihan, bahkan salah, karena ada mazhab yang membenarkannya. Dan perlu dipertimbangkan pula bahwa ybs. sedang mencari-cari kemantapannya dalam menjalankan agama.
2. Fatwa itu diiring permintaan agar ybs. ditangkap. Permintaan itu jelas emosional. Emosional berarti kekerasan. Rupanya budaya kekerasan telah merasuk ke mana-mana. Seharusnya lembaga seperti MUI dapat mengeluarkan fatwa yang menyejukkan, penuh kearifan, dan bersifat mendidik.
Nyatanya ybs. sudah ditangkap atas dasar "meresahkan masyarakat". Apakah betul meresahkan, masih menjadi tanda tanya, karea sejauh yang dapat disaksikan melalui tayangan tv, tidak ada masyarakat yang merasa terganggu. Lagi pula berapa banyak masalah khilafiyah dipertentangkan dalam masyarakat semenjak dulu sampai sekarang, dan telah menjadikan umat Islam terpecah menjadi bermazhab-mazhab, tetapi tidak pernah diselesaikan dengan penangkapan Oleh karena itu ybs. seharusnya segera dibebaskan.


Wasalam,


Prof. Dr. Salman Harun
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri
Jakarta








Jakarta, 7 Mei 2005
Kepada Yang Terhormat,
Redaksi Kompas
Jakarta

Salam,
Saya ingin mengomentari lebih jauh kasus salat dalam bahasa Indonesia, sebagai tambahan atas pendapat saya yang dikutip Metro TV dari Detik. Com beberapa hari yang lalu:
1. Menggunakan bahasa non-Arab dalam salat sudah menjadi bahan perdebatan di kalangan ulama Islam semenjak lama. Mazhab Hanafi membolehkannya secara mutlak, atas dasar bahwa yang disebut Qur'an itu bukan hanya kumpulan huruf dan kata dalam bahasa Arab, tetapi juga makna. Nah bila makna itu sudah terungkap, itu sudah berarti membaca Qur'an. Mazhab-mazhab lain membolehkannya dalam keadaan darurat, yaitu bila ybs. tidak bisa mengucapkannya dalam bahasa Arab. Dengan demikian persoalan itu khilafiyah/debatable. Oleh karena itu fatwa sesat bagi pelaku itu berlebihan, bahkan salah, karena ada mazhab yang membenarkannya. Dan perlu dipertimbangkan pula bahwa ybs. sedang mencari-cari kemantapannya dalam menjalankan agama.
2. Fatwa itu diiringi permintaan agar ybs. ditangkap. Permintaan itu jelas emosional. Emosional berarti kekerasan. Rupanya budaya kekerasan telah merasuk ke mana-mana. Seharusnya lembaga seperti MUI dapat mengeluarkan fatwa yang menyejukkan, penuh kearifan, dan bersifat mendidik.
Nyatanya ybs. sudah ditangkap atas dasar "meresahkan masyarakat". Apakah betul meresahkan, masih menjadi tanda tanya, karena sejauh yang dapat disaksikan melalui tayangan tv, tidak ada masyarakat yang merasa terganggu. Lagi pula berapa banyak masalah khilafiyah diperdebatkan dalam masyarakat sampai sekarang, dan telah menjadikan umat Islam terpecah menjadi bergolongan-golongan, tetapi perbedaan pendapat tidak pernah diselesaikan dengan penangkapan Oleh karena itu ybs. seharusnya segera dibebaskan.


Wasalam,


Prof. Dr. Salman Harun
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri
Jakarta

SALATBAHASAASING

SALAT BAHASA ASING
Manna' al-Qattan, Mabahis fi 'Ulum al-Qur'an hal. 318-320

Hanafiyah: Boleh secara mutlak. Alasan: Qur'an nama dari makna-makna yang ditunjukkan kata-kata Arab, dan makna tidak berbeda karena perbedaan kata.
Dua sahabatnya, Abu Yusuf dan Muhammad ibn al-Husain: itu bila darurat, yaitu bagi yang tidak mampu mengucapkannya dalam bahasa Arab. Karena Qur'an pada satu segi mengandung makna, karena itu menyampaikan makna itu lebih baik daripada tidak menyampaikannya, karena beban itu sesuai dengan kemampuan.
Ada pula informasi bahwa Abu Hanifah menarik pendapatnya tentang kebolehan secara mutlak itu.

Jumhur (Malikiyah, Syafi'iyyah, dan Hanabilah): melarang penggunaan terjemahan Qur'an dalam salat, baik mampu atau tidak mempu dalam bahasa Arab, karena terjemahan Qur'an bukanlah Qur'an. Qur'an adalah bentuk susunan kalimat yang mengandung mukjizat, ia adalah Kalam Allah, dan diberi predikat oleh Allah "berbahasa Arab". Terjemah tidak mengandung mukjizat, dan tidak Kalam Allah.
Al-Qadi Abu Bakr ibn al-'Arabiy (Maliki) mengenai tafsir S. Fussilat:44 "Apakah Qur'an itu a'jami sedangkan ia adalah Arabi?: ayat ini membatalkan pendapat Abu Hanifah, karena bagaimana mungkin ia menyimpang ke sesuatu yang tidak dimungkinkan Allah? Penjelasan dan mukjizat hanya dalam bahasa Arab, bila ditukar dengan bahasa lain, tidak lagi Qur'an, penjelasan, dan mukjizat.
Al-Hafiz ibn Hajar (Syafi'iyyah) dalam Fath al-Bariy: bila orang bisa dengan bahasa Arab, ia tidak boleh menukarnya, dan salatnya tidak berpahala, sekalipun ia tidak mampu (dalam bahasa Arab). Ia mengatakan bahwa Allah telah memberikan tukaran bagi yang tidak mampu yaitu zikir.
Ibn Taymiyah (Hanabilah): menyampaikan suatu kata untuk menjelaskan makna kata Qur'an itu tidak mungkin, karena itu tidak boleh membaca dengan bukan bahasa Arab, baik mampu atau tidak, karena itu jauh dari sifatnya sebagai Qur'an.
Ia juga menyatakan dalam Kitab Iqtidha' al-Shirat al-Mustaqim: Menurut Jumhur Qur'an tidak bias dibaca dengan selain bahasa Arab, mampu atau tidak mampu. Bahkan banyak yang berkata tidak mungkin diterjemahkannya satu surat sesuai tantangan.
Ibn Taymiyah: memahami Qur'an dan Sunnah wajib, karena itu mengetahui Bahasa Arab juga wajib, karena "Sesuatu yang tidak sempurna sesuatu yang wajib kecuali dengannya, maka sesuatu itu juga wajib."
Adapun perbedaan mazhab hanafi dalam kebolehan salat dengan terjemahan Qur'an, yang membolehkannya itu memandangnya rukhshah bagi yang tidak mempu. Mereka sependapat bahwa terjemahan bukanlah Qur'an, itu hanya untuk pahala saja, sama halnya dengan zikir bagi mazahab selain Hanafiyah.
Zikir juga diperdepatkan, baik zikir wajib seperti takbiratul ihram, atau zikir bukan wajib. Malik, Ishaq, dan Ahmad melarang terjemahan zikir wajib, Abu Yusuf, Muhammad,m dan Syafi'I memblehkannya. Bagi Malik, Ishaq, dan sebagian sahabat Syafi'i: semua zikir tidak boleh diterjemahkan, bila digunakan salat, salat tidak sah.

SALMANHARUNINSTITUTE

Gagasan

SALMAN HARUN INSTITUTE

VISI

“Untukmu agamamu dan untukku agamaku” (109:6): Islam mengakui eksistensi agama-agama lain.
“Agama di sisi Allah hanyalah Islam” (3:19) dan “Siapa yang mencari agama selain Islam tidak akan diterima, dan ia di akhirat termasuk orang-orang merugi” (3:85): kebenaran agama-agama lain itu tidak diterima.

Islam mengakui eksistensi agama-agama lain, tidak kebenarannya.

MISI
Pengakuan atas eksistensi agama-agama lain tidak pada kebenarannya itu perlu diimplementasikan dalam sikap dan tindakan, antara lain:
Tidak memaksakan Islam, tetapi membangun kebebasan dalam beragama (2:256)).
Menanamkan kesadaran bahwa manusia, baik muslim maupun non-muslim, adalah sama-sama makhluk Allah yang dimuliakan-Nya (17:70), karena itu hak-hak asasi mereka harus dihormati.
Mempersembahkan kebaikan kepada non-muslim setingkat dengan persembahan kebaikan kepada orang tua sendiri, selama umat Islam tidak diperangi dan tidak diusir dari rumah/negeri mereka karena motif agama (60:8).
Melindungi non-muslim dan rumah-rumah ibadah mereka dari perusakan dan penghancuran pihak yang memusuhi agama (22:40).
Menanggulangi kemiskinan dan keterbelakangan tanpa memandang agama pemeluknya (2:272).
Mengembangkan semangat fastabiqul khairat (2:148, 5:48), yaitu berlomba-lomba dalam mempersembahkan bakti kepada masyarakat, bangsa, dan negara Republik Indonesia, dan kemanusiaan.
Memperkuat Islam dan umat Islam agar menjadi penyebar kedamaian dan kesejahteraan bagi umat manusia, sesuai makna namanya (8:60).

STRATEGI
Upaya yang paling efektif untuk membangun sikap dan tindakan itu adalah pendidikan. Untuk itu Center akan bergiat pada:
Menyelenggarakan pertemuan, ceramah, diskusi, seminar, dan workshop.
Menyelenggarakan kursus-kursus (courses) dan pelatihan.
Penerbitan.

Direktur,

Prof. Dr. H. Salman Harun