Senin, 26 April 2010

SALATBAHASAASING

SALAT BAHASA ASING
Manna' al-Qattan, Mabahis fi 'Ulum al-Qur'an hal. 318-320

Hanafiyah: Boleh secara mutlak. Alasan: Qur'an nama dari makna-makna yang ditunjukkan kata-kata Arab, dan makna tidak berbeda karena perbedaan kata.
Dua sahabatnya, Abu Yusuf dan Muhammad ibn al-Husain: itu bila darurat, yaitu bagi yang tidak mampu mengucapkannya dalam bahasa Arab. Karena Qur'an pada satu segi mengandung makna, karena itu menyampaikan makna itu lebih baik daripada tidak menyampaikannya, karena beban itu sesuai dengan kemampuan.
Ada pula informasi bahwa Abu Hanifah menarik pendapatnya tentang kebolehan secara mutlak itu.

Jumhur (Malikiyah, Syafi'iyyah, dan Hanabilah): melarang penggunaan terjemahan Qur'an dalam salat, baik mampu atau tidak mempu dalam bahasa Arab, karena terjemahan Qur'an bukanlah Qur'an. Qur'an adalah bentuk susunan kalimat yang mengandung mukjizat, ia adalah Kalam Allah, dan diberi predikat oleh Allah "berbahasa Arab". Terjemah tidak mengandung mukjizat, dan tidak Kalam Allah.
Al-Qadi Abu Bakr ibn al-'Arabiy (Maliki) mengenai tafsir S. Fussilat:44 "Apakah Qur'an itu a'jami sedangkan ia adalah Arabi?: ayat ini membatalkan pendapat Abu Hanifah, karena bagaimana mungkin ia menyimpang ke sesuatu yang tidak dimungkinkan Allah? Penjelasan dan mukjizat hanya dalam bahasa Arab, bila ditukar dengan bahasa lain, tidak lagi Qur'an, penjelasan, dan mukjizat.
Al-Hafiz ibn Hajar (Syafi'iyyah) dalam Fath al-Bariy: bila orang bisa dengan bahasa Arab, ia tidak boleh menukarnya, dan salatnya tidak berpahala, sekalipun ia tidak mampu (dalam bahasa Arab). Ia mengatakan bahwa Allah telah memberikan tukaran bagi yang tidak mampu yaitu zikir.
Ibn Taymiyah (Hanabilah): menyampaikan suatu kata untuk menjelaskan makna kata Qur'an itu tidak mungkin, karena itu tidak boleh membaca dengan bukan bahasa Arab, baik mampu atau tidak, karena itu jauh dari sifatnya sebagai Qur'an.
Ia juga menyatakan dalam Kitab Iqtidha' al-Shirat al-Mustaqim: Menurut Jumhur Qur'an tidak bias dibaca dengan selain bahasa Arab, mampu atau tidak mampu. Bahkan banyak yang berkata tidak mungkin diterjemahkannya satu surat sesuai tantangan.
Ibn Taymiyah: memahami Qur'an dan Sunnah wajib, karena itu mengetahui Bahasa Arab juga wajib, karena "Sesuatu yang tidak sempurna sesuatu yang wajib kecuali dengannya, maka sesuatu itu juga wajib."
Adapun perbedaan mazhab hanafi dalam kebolehan salat dengan terjemahan Qur'an, yang membolehkannya itu memandangnya rukhshah bagi yang tidak mempu. Mereka sependapat bahwa terjemahan bukanlah Qur'an, itu hanya untuk pahala saja, sama halnya dengan zikir bagi mazahab selain Hanafiyah.
Zikir juga diperdepatkan, baik zikir wajib seperti takbiratul ihram, atau zikir bukan wajib. Malik, Ishaq, dan Ahmad melarang terjemahan zikir wajib, Abu Yusuf, Muhammad,m dan Syafi'I memblehkannya. Bagi Malik, Ishaq, dan sebagian sahabat Syafi'i: semua zikir tidak boleh diterjemahkan, bila digunakan salat, salat tidak sah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar