Senin, 12 Januari 2009

Tafsir 2:2a MENINGKATKAN KEMANUSIAAN DAN PERADABAN

MENINGKATKAN KEMANUSIAAN DAN PERADABAN

“Itu adalah al-Kitab” (2:1), maksudnya, “Itu adalah Al-Qur’an”.
Banyak nama Al-Qur’an, di antaranya “Al-Qur’an” dan “Al-Kitab” itu. Dinamai “Al-Qur’an” untuk menekankan segi terinternalisasinya teks dan pesan teks itu di dalam hati sanubari mereka yang mengimaninya, sesuai makna harfiyah qara’a-yaqra’u-qira’atan “menginternalisasikan di dalam sanubari”. Internalisasi teks adalah hafal, dan internalisasi pesan adalah menjalankanya ajaran-ajarannya. Memang demikianlah yang terjadi dalam sejarah. Banyak di kalangan umat Islam mereka yang hafal Al-Qur’an, dan dari segi pelaksanaan ajaran-ajarannya, banyak yang sudah mematuhinya di samping banyak pula yang masih mengabaikannya,.
Dinamai “Al-Kitab” untuk menekankan segi tertulis Kitab itu. Al-Qur’an sudah ditulis pada zaman Nabi saw., oleh beberapa penulis wahyu. Tulisan-tulisan itu disimpan di rumah Ibunda “Aisyah, dan belum dihimpun dalam satu kitab sampai akhir hayat Nabi saw. Pada zaman Khalifah pertama, Abu Bakar Siddiq, tujuh puluh penghafal Al-Qur’an tewas dalam suati peperangan melawan pemberontakan orang-orang murtad, Di samping itu Al-Qur’an menyebut kumpulan wahyu nabi-nabi sebelumnya “Kitab”. Adalah karena banyaknya penghafal Al-Qur’an yang tewas, kejeliannya melihat Kitab-kitab sebelumnya yang berbentuk tertulis itu, serta kesucian jiwanya, karena itulah kiranya mengapa Umar bin Khattab mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar Al-Qur’an dibukukan. Mereka sempat berdebat mengenai hal itu, karena Nabi saw. tidak perah memerintahkannya. Akhirnya Abu Bakar menerima usul itu. Pada zaman Khalifah Usman bin Affan, Al-Qur’an itu disalin beberapa buah dan dikirim ke kota-kota daerah Islam. Setelah itu Al-Qur’an terus disalin dan disalin lagi. Maka tersebarlah Al-Qur’an secara luas, apalagi setelah ditemukannya mesin cetak..
Dua nama Al-Qur’an itu mempresentasikan dua aspek aktualisasinya, yaitu internalisasi dan eksternalisasi ajaran-ajarannya. Internalissi ajaran Al-Qur’an, sebagaimana pernah disinggung, akan terus-menerus meningkatkan kemanusiaan, dan eksternalisasinya akan terus menerus meningkatkan peradaban.
Allah menunjuk Al-Qur’an dengan kata, “itu.” Berarti bahwa Allah jauh dan Al-Qur’an itu sudah berada di tengah manusia. Memang Allah dari satu segi amat jauh (transcendent) sehingga tidak terjangkau tangan, tidak terindera mata, tidak terdengar telinga, bahkan terbayang oleh hati dan pikiran pun tidak. Anda boleh mempersepsikan Tuhan, tetapi Ia bukan seperti yang Anda persepsikan itu. Dengan demikian mencari dan mendekati Tuhan itu berlangsung sepanjang hayat. Dan dengan demikian pengembangan kemanusiaan dan peradaban itu tanpa batas dan tanpa akhir.
Di pihak lain, Allah amat dekat (immanent), sampai begitu dekatnya, sehingga lebih dekat dari hati atau nyawa kita sendiri. Dengan dekatnya Tuhan, berarti bahwa ajaran-ajaran-Nya dapat diwujudkan. Dengan demikian Al-Qur’an dapat dibumikan sehingga semakin meningkatkan kemanusiaan dan peradaban itu.
Islam dalam sejarahnya pernah menjadi menyumbangkan kemanusiaan dan peradaban yang begitu tinggi, sedangkan Barat waktu itu masih gelap gulita. Pada era berikutnya konstelasi terbalik, Barat yang maju kaum muslimin tertinggal jauh, sampai sekarang. Karena itu setiap orang dari generasi umat Islam sekarang patut merenungkan, mengapa terjadi demikian, mengingat Al-Qur’an yang dipedomani sama! (Prof. Dr. H. Salman Harun, UIN Jakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar