Sabtu, 17 Januari 2009

Tafsir 2:3a CIRI PERTAMA ORANG TAKWA: IMAN, YANG MEMBAWA KESELAMATAN

CIRI PERTAMA ORANG TAKWA: IMAN, YANG MEMBAWA KESELAMATAN

“(Yaitu) Mereka yang beriman kepada yang ghaib,’ (2:3a)
Ayat ini menjelaskan ciri orang yang takwa, menerangkan ayat sebelumnya.
Ciri pertama orang yang takwa adalah “beriman kepada yang ghaib”. Beriman adalah percaya, yang berbeda dari mengindera dan berpikir. Mengindera adalah melihat, mendengar, mencium, merasa, obyeknya konkret, yaitu dunia empiris. Berpikir adalah memeras otak untuk memahami suatu persoalan, obyeknya abstrak. Sedangkan beriman adalah mempercayai informasi, yang sumbernya adalah wahyu.
Jadi, sumber pengetahuan itu tiga: pancaindera, pikiran, dan wahyu. Apa yang tidak teridera oleh pancaindera tidak berarti tidak ada, bila pikiran membenarkannya, misalnya konsep, nilai, paham, dsb. Dan apa yang tidak terindera oleh pancaindera atau tidak diterima oleh akal tidak berarti tidak ada atau salah, bila wahyu memberitakannya. Itulah yang yang ghaib. Yang ghaib adalah segala yang tidak terindera oleh pancaindera, tetapi dapat diketahui oleh pikiran atau diinformasikan oleh wahyu, misalnya Tuhan, hidup setelah mati, surga dan neraka, dsb. Hidup sesudah mati, misalnya, sulit diterima akal, karena bagaimana mungkin manusia yang sudah hancur lebur tinggal tulang belulang kering, bisa hidup kembali. Tetapi itu benar sebenar-benarnya karena wahyu memberitakannya.
Yang ghaib yang diberitakan oleh wahyu itu tidak berarti tidak menggunakan indera dan pikiran untuk membuktikannya. Al-Qur’an, misalnya, meminta manusia untuk menggunakan mata kepala, mata pikiran, dan mata hati (itulah kiranya pengertian yanzhurun) untuk melihat, bagaimana kejadian unta, luasnya kosmos, kokohnya gunung, dan terhamparnya bumi, sehingga manusia dapat diam di bumi ini dengan baik. Setelah itu manusia perlu mengambil pelajaran tentang adanya Tuhan yang menciptakan semuanya itu (88:17-22). Oleh karena itu iman tidak berarti menerima mentah-mentah begitu saja. Iman perlu dibantu oleh indera dan pikiran.
Karena iman dibantu oleh indera dan pikiran, sedangkan indera dan pikiran itu terbatas, maka apa yang bisa dicapai dengan iman itu juga terbatas. Oleh karena itu apa yang diimani oleh manusia tentang Tuhan, kehidupan akhirat, surga dan neraka, dsb. tidak akan sama dengan kenyataannya nanti. Apa yang akan kita saksikan dan peroleh nanti akan mahahebat dan mahadahsyat daripada apa yang kita bayangkan dan pikirkan sekarang. Itulah iman, dan sikapnya adalah percaya dan menunggu.
Iman kepada yang ghaib akan membawa manusia ke dalam cakrawala yang mahaluas, mahatinggi, dan mahaagung yang tak terperkirakan. Dengan demikian manusia menjadi makhluk yang begitu luar biasa luas konsepsi dan persepsinya. Itulah keistimewaannya. Tanda orang kafir, kata Muhammad Iqbal, adalah bahwa ia hilang di dalam cakrawala, tanda orang mukmin adalah bahwa cakrawala hilang di dalam dirinya (Rahman/1983:33).
Tanda orang iman adalah bahwa Tuhan baginya segala-galanya. Ia akan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dunia sifatnya sementara, sedangkan yang abadi adalah akhirat. Karena itu dunia baginya bukan tidak berarti, namun bukan pula tujuan, tetapi perantara. Ia ingin menguasai sebaik-baiknya dunia ini, supaya ia dapat mengantarainya untuk menguasai akhirat yang sebaik-baiknya pula. Karena itu ia akan mengelola alam ini sesuai dengan etika yang digariskan-Nya Dengan demikian orang yang iman akan menciptakan kebaikan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, orang yang kafir akan memandang dunia ini segala-galanya, karena, “Begitulah tingkat ilmu mereka,” tegas Al-Qur’an (53:30). Yang dihasilkan sikap seperti itu hanyalah kerusakan. (Prof. Dr. H. Salman Harun, UIN Jakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar